chapter 5

21.4K 2.3K 42
                                    

"Pagi Daffa," sapa Raka dengan nada bersahabat dan senyum gigi andalannya. Ia berdiri dari sofa dan berjalan mengikuti Daffa yang matanya masih setengah tertutup dari belakang. "Baru bangun? Tumben. Mau makan apa? Minum apa?"

Pertanyaan Raka yang diberikan bertubi-tubi membuat Daffa berusaha membuka kedua matanya yang terasa lengket. Setelah sudah terbuka sempurna, dia menatap Raka sekilas lalu mengangguk pelan. "Heem."

Tentu saja otaknya masih belum berjalan sempurna, buktinya dia ditanya tentang makanan untuk sarapan malah menjawab heem. Meskipun begitu Raka tetap tersenyum mendengar jawaban dari teman karibnya itu. Dan itu membuatnya terdengar homo, 'kan?

Semenjak rapat osis yang Daffa adakan kemarin sore, makhluk aneh itu selalu bertingkah menyebalkan. Rewel, cerewet, dan membeli banyak barang yang sebenarnya tak terlalu ia butuhkan (kali ini menggunakan uang sendiri). Tak berapa lama mereka sampai di rumah kemarin, Daffa langsung menuruni tangga dan zzzz.. terdengar suara orang mengorok dari bawah.

Jadi tampaknya hari ini semua rencana yang sudah Raka buat dari jauh-jauh hari terpaksa digagalkan. Melihat Daffa yang lelah seperti orang yang membersihkan satu halaman sekolah itu adalah alasan utama Raka membatalkan rencananya. Sebenarnya dia berencana mengajak Daffa pergi ke mall untuk memilihkannya sepatu baru dan berjalan-jalan sejenak, mengingat mereka berdua sudah jarang refreshing akhir-akhir ini akibat try out yang terus menghantui.

Meskipun banyak try out dan ulangan harian, Raka tetap saja tidak belajar. Dia terlalu fokus dengan basket dan mengatur adik kelasnya yang masuk basket padahal masih buta dengan ekskul yang satu itu.

Ngomong-ngomong, Daffa sudah mengambil gelas dan mengisinya dengan air sekarang. Dan walaupun matanya terbuka, bisa dilihat otaknya masih belum berjalan dengan sempurna. Efek terlalu lelah pasti. Dan itu membuat Raka geram setengah mati karena dia ingin cepat-cepat mengobrol dengan Daffa.

"Daffa..." panggil Raka. Orang yang dipanggil menoleh dengan alis mata yang dinaikan sebelah. "Lo mau pergi gak hari ini? Atau di rumah aja?"

Daffa mengangguk pelan lalu menepuk-nepuk pundak Raka. Ah, itu membuat Raka agak takut. Jarang-jarang Daffa menepuk pundaknya seperti yang Sayed atau Arzel lakukan seperti sekarang. Dan Raka yakin sepertinya teman sekamarnya itu mengalami sedikit kegangguan pagi ini, atau mungkin dia mabuk. "Lo pergi aja deh sendiri, gue males. Badan gue remuk, udah gak kuat jalan lagi." ucap Daffa sambil menguap.

Alis Raka bergerak-gerak setelah mendengar jawaban dari Daffa. Selama satu semester belakangan, tidak pernah Daffa bertingkah senormal ini. Atau mungkin efek terlalu lelah? Tapi karena apa? Dia tau Daffa banyak kegiatan belakangan, tapi dia tak berpikir sampai badan Daffa remuk. Dan mungkin memang tidak susah membuat badan pemuda itu remuk mengingat badannya yang sangat kurus seperti charger iphone.

Tapi Raka tau betul teman sekamarnya itu sering mengerjakan pekerjaan rumah selama mereka tinggal bersama. Seperti memasak, membersihkan ruang atas jika seseorang datang, dan sering mengantar pakaian ke laundry yang berada di lantai dasar. Lalu, kenapa Daffa bisa selelah ini?

"Jadi... lo gak bakal ikut gue ke rumah Sayed?" tanya Raka asal. Dibilang asal karena Raka sama sekali tidak terpikir untuk ke rumah siapapun hari ini. Lagipula, sekarang hari Minggu. Dan tentu saja tidak ada yang ingin hari Minggu mereka diganggu. Yah, walaupun Sayed mungkin tidak akan terganggu mengingat dia anak kost sekarang.

"Gak." Daffa menggeleng pelan lalu meletakkan gelas yang tadi dipakainya untuk minum. "Gue capek, padahal udah jarang ngumpul 'kan, kita berempat? Sorry ya, Ka." sambung Daffa. Ia tau Sayed dan Azka bukan teman dekatnya, tapi kedua makhluk yang jenisnya sama dengan Raka (re: gila) itu selalu memaksa untuk kumpul berempat dengan alasan kangen atau semacamnya yang membuat Daffa harus menahan rasa jijiknya.

[ i ] Raka and DaffaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang