"Ka," panggil Daffa saat Raka sedang mengikat tali sepatunya. Daffa yang tidak mendapat respon apapun hanya tersenyum kecil dan melempar handuk kecil berwarna biru muda pada Raka. "Semangat tandingnya, semoga menang."
Sesaat, Raka melirik Daffa dengan tatapan yang bisa dibilang... sedih? Entahlah, tatapan itu susah ditebak. Setelah itu Raka berdiri dari sofa milik penginapan lalu berdiri tanpa memberi respon lain.
Sebelum Raka keluar dari kamar Daffa sempat berkata, "Inget Ka, jangan terlalu stres. Berusaha semaksimal mungkin dan lakuin yang terbaik aja. Gak bakal ada yang bunuh lo juga kalo tim kalah." Daffa tersenyum hangat meskipun ia tau Raka tidak melihatnya.
Kemudian pintu kamar tertutup, tanpa ada balasan dari Raka. Itu sedikit bikin Daffa sakit hati, sejujurnya. Pasalnya Daffa sama sekali tidak tau apa yang ia perbuat sampai Raka tidak mau menegurnya sejak kemarin sore.
Jadi begini ceritanya. Setelah melakukan kegilaan di mobil, membuat kekacauan di jalan karena hampir menyerempet angkutan umum, ditilang dan ditahan beberapa puluh menit karena SIM Daffa yang tertinggal di kamar penginapan, akhirnya mereka kembali tempat penginapan.
Sebelum mobil sempat parkir, Raka langsung turun tanpa mengucapkan sepatah kata pun dengan lengan sweater ia panjangkan yang entah apa kegunaannya. Azka sempat menyusul, tapi gak keburu. Malah manusia itu sudah tidak terlihat ataupun tertinggal jejaknya. Hal itu terus berlangsung sampai pukul 1 pagi.
Bahkan Daffa sudah panik mencari kapten basket itu dengan membuka satu persatu kamar pemain (iya, Daffa dikasih pelatih master key) serta spam chat ke Raka, Sayed dan Azka. Tapi Raka yang benar-benar seorang teman yang baik malah nyuekin Daffa yang udah mengkhawatirkannya sampai tengah malam dan mengocehinya saat ia tiba di kamar.
Semua perilaku Raka belakangan membuat Daffa bingung. Terkadang anak itu menjadi cowok sejati, terkadang malah seperti cewek labil yang hobinya ngode di timeline Line. Untuk Daffa pribadi, ia lebih suka Raka yang lepas tanpa ada beban, walau Daffa agak kurang suka dengan sikap Raka yang seperti itu.
Sikap Raka itu sebenarnya masih sangat labil dan kekanakan. Tapi terkadang karena sifat labilnya itulah yang membuatnya tampak lebih dewasa. Dan karena sifat labilnya juga Daffa jadi kepicut sama Raka san selalu kepingin ada dekat Raka untuk mengoreksi dan menenangkan emosi Raka yang meledak-ledak.
Disaat seperti inilah Daffa mulai menyadari betapa hina dirinya yang menyukai sahabat sendiri, terlebih sahabatnya itu berjenis kelamin yang sama.
Pemuda yang ditugaskan untuk menjaga pemain itu menghela napas. Jadi, tugasnya sudah selesai, 'kan? Ia tidak perlu repot-repot menonton pertandingan nanti, 'kan? Ya udah, daripada harus ikut ke gedung olahraga setempat, mending Daffa menenangkan pikiran dengan membuka channel kesukaannya.
·
·
Di kamar yang handuknya berserakan, seorang pemuda berambut terang tengah menenggelamkan wajahnya di kedua lengan yang ia lipat di atas meja. Sudah hampir satu jam pemuda bernama Daffa dengan posisi seperti itu.
Awalnya Daffa hanya menonton televisi, membuka acara kesukaannya, memanfaatkan wi-fi penginapan, membuka youtube, sampai mencari manfaat lalat bagi manusia di google. Memangnya Daffa sebosan itu sampai harus tertidur... dengan gaya ini?
Tidak biasanya ia sebosan itu, sampai-sampai tertidur dengan posisi yang mengenaskan. Padahal ada kasur yang sangat empuk, kenapa tidur di meja?
Sedikit lagi jarum panjang menunjukkan ke angka 1, yang berarti sudah resmi seorang Daffa Nugraha yang selama ini paling anti dengan yang namanya tidur siang jadi tidur siang selama satu jam.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ i ] Raka and Daffa
Teen Fiction✎ aur's "gue normal, gue normal, gue normal!" - daffa [boy and boy series : 1st book] copyright © auraha 2015-2017