Rasyid menarik ku menuju lemari es. Ia mengeluarkan satu benda dari sana. Satu ekor ikan membuatnya merasa menang. Ikan didalam plastik bening itu digoncang-goncangkan ke depan wajahku. Aku mulai tak keruan. Lalu lelaki itu menarikku ke dapur. "Aciid!" Aku coba berontak. Aku tau ia tak suka nama panggilan kecilnya itu. Seperti nama asam. Tapi ia memekakkan telinganya dan terus menarikku. Semakin laju. Kami sampai di depan wastafel. Aku semakin tak menentu. Lelaki itu mengambil sebilah pisau dan berdiri dibelakangku. Membimbingku untuk memegang pisau. Seekor ikan itu sudah tergolek dibawah keran air. "Try this." Ujarnya, terdengar seperti sebuah perintah. "No!" Aku segera menolak dengan lancangnya. "Why?" Tanya lelaki itu. Senyap sekejap. "Hey, I asking to you" Ujarnya lagi, minta dijawab. "Because there are many bloods inside it's body" Kalimat dari mulutku keluar juga. Aku mengaku. Kudengar lelaki itu berdehem. "So, your problem is blood, right?" Lelaki itu membuat konklusi, ada nada merendahkan ku didalam kalimat konklusinya. Aku diam. "Let me help you to solve your problem" Ia berbisik ditelingaku. Aku sudah mulai ingin menangis. "Just do it!" Dia mendesak. "I can't" Suaraku bergetar. "You said you won't to be isteri durhaka, 'kan?" Kata Rasyid, mengancam. Ah, sial. Aku tak bisa melawan lagi jika sudah menyangkut soal agama.