Kanna- Beban tak kasat mata

4.5K 249 3
                                    

Hai semua, semoga kalian suka dengan part ini.

......................................................

"Ann, umurmu sudah mau kepala tiga. Apa tak ada niatan untukmu segera menikah?"

Aku menaruh sendok menghentikan makanku saat mendengar perkataan mama.

"Bagaimana mau menikah, calonnya aja tak ada" kali ini adikku yang menimpali, Kandara.

Aku menatapnya jengkel yang hanya dibalas cengiran olehnya.

Aku ini tiga bersaudara dan semuanya perempuan. Aku adalah anak sulung, aku dan Kandara hanya selisih umur satu tahun sedangkan aku dan Kinara-adikku paling kecil berbeda 12 tahun.

"Ini juga sudah 4 tahun semenjak meninggalnya Revan. Mama rasa sudah waktunya kamu beranjak dari masa lalu"

Aku menghembuskan nafas kasar, tak suka dengan pembicaraan ini, pembicaraan yang akan membuatku terpojok. Dan aku tahu, aku tak akan bisa lari lagi dari pembicaraan ini.

"Anna bukannya tak mau menikah ataupun tak bisa melupakan mendiang Revan. Hanya saja belum ada yang cocok, Ma" ujarku menatap mama memelas agar ia mengerti bahwa aku tak ingin membahas ini.

"Tapi sampai kapan? Umurmu tak muda lagi Anna"

"Aku tahu" nafsu makanku hilang sudah karena pembicaraan ini.

"Bagaimana tak cocok? Setiap ada yang mendekati langsung ditolak begitu saja"

Arrgh. Ingin sekali aku menyumpal mulut Kandara saat ini.

Ku dengar mama menghembuskan nafasnya, kesal mungkin karena aku tak kunjung menuruti keinginannya. Bukannya tak mau hanya saja aku takut, takut tersakiti lagi.

"Sudahlah ma, jika sudah ada jodohnya pasti Anna juga akan menikah"

Aku tersenyum berterimakasih pada ayah yang menyelamatkanku dari situasi ini. Walaupun ayah tak pernah membicarakan tentang pernikahan tapi sebenarnya aku tahu ayah juga ingin segera aku menikah.

"Ya sudahlah, lanjutkan makanmu" aku mengangguk mengiyakan perkataan Mama.

Sebenarnya aku juga tak mau seperti ini, tapi juga tak tahu harus bagaimana. Disatu sisi aku ingin sekali menuruti permintaan mereka dengan menikah secepatnya tapi disisi lain juga aku takut, takut kembali gagal.

Maafkan aku...

***

Ceklek.

Aku menoleh melihat siapa yang masuk ke kamarku dan ternyata itu Kandara.

Tanpa berkata-kata ia langsung merebahkan dirinya di kasurku, tak memperdulikanku yang menatapnya tajam, karena aku paling tak suka ada yang menyentuh kasurku.

"Ann, jalan yuk"

"Lo nggak lihat pekerjaan gue numpuk?!" Balasku jutek.

"Gue lihat kok" jawabnya cuek.

Beginilah hubunganku dan Kandara. Perbedaan umur yang hanya satu tahun membuat kami layaknya seperti seorang teman bukan seperti adik dan kakak yang harus sopan satu sama lain.

Zona seperti ini membuat kami nyaman dalam keadaan apapun, kami tak akan canggung bercerita ataupun membuka aib satu sama lain. Dan inilah yang membuat ikatan persaudaraan kami sangat kuat. Walaupun kami terlihat tak akur tapi sebenarnya kami saling menyayangi, bahkan sangat.

"Lo nggak kerumah sakit?" Tanyaku tanpa melihatnya, melanjutkan kembali perkajaanku yang tertunda.

"Hari ini gue libur"

My FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang