Kanna - Sebuah tawaran pertemanan

3.8K 261 21
                                    

Dengan mata yang masih setengah terpejam aku menuruni tangga dengan tangan mencengkram tralis tangga untuk menjaga keseimbangan jika tiba-tiba tubuhku limbung.

"Mama nggak suka ya Ann kalo kamu masih datang ke tempat seperti itu!" Sembur mama setelah aku sampai di meja makan.

"Mama kan tahu aku disana nggak macam-macam" kilahku cepat mencoba meredam omelan mama yang akan semakin panjang.

"Nggak macam-macam, paling hanya hanya satu macam, iya nggak Ann?" Timpal Kandara lalu menarik kursi disebelahku.

"Diam lo!"

"Sampai kapan sih Ann kamu akan terus keluar masuk tempat seperti itu? Apa sih sebenarnya yang kamu cari disana?" Mama tampak kesal karena sepertinya ucapannya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiriku.

"Dengar tuh Ann" Kandara tersenyum mengejek.

"Itu juga berlaku untukmu Ndar!" Kandara langsung cemberut mendengar perkataan mama.

"Ayah tahu kalian bisa menjaga kepercayaan kami dan tak akan macam-macam, tapi tetap saja tempat seperti itu penuh dengan mudharat nya, apalagi kalian perempuan tak baik datang ke tempat seperti itu. Dengan umur kalian sekarang seharusnya kalian sadar sudah cukup waktu kalian untuk bersenang-senang. Umur seseorang tak ada yang tahu Ann, Ndar, dan ayah ingin sebelum waktu ayah habis, ayah ingin menikahkan kalian oleh ayah sendiri, ayah ingin memastikan kalian mempunyai imam yang tepat, yang akan menjaga dan membimbing kalian nanti"

Ini pertama kalinya ayah berbicara panjang lebar seperti ini, dan aku hanya diam menundukkan kepala memandangi roti bakar tak berani mengangkat kepala dan menatap wajah ayah dan mama, dan sepertinya Kandara juga sepertiku terbukti dari tadi dia tak membuka suara sama sekali.

Inilah salah satu dampak negatif yang melekat dalam diriku karena lamanya tinggal di London, clubbing. Ya aku akui, aku memang bukan wanita baik-baik, clubbing adalah rutinitasku setiap sabtu malam saat tinggal di London dan sepertinya terbawa sampai kesini, aku wanita muslim dan aku tahu batasan-batasan yang boleh dilakukan dan tidak. Aku tak pernah mengkonsumsi alkohol, merokok apalagi seks bebas. Aku menjamin seratus persen aku masih perawan, tak ada yang pernah menyentuhku selama ini tak terkecuali dengan almarhum Revan, calon suamiku dulu. Clubbing adalah caraku untuk melepaskan penat dari rutinitasku yang padat, menari di dance floor tanpa ada yang memperhatikan menjadikaku relax and free, itulah mengapa aku selalu datang lagi dan lagi ke tempat seperti itu, walaupun aku tahu itu salah.

"Mama tahu bagaimana taatnya kalian beribadah, mama tak masalah jika kalian masih belum siap berjilbab, tapi satu yang mama minta dari kalian tolong jauhi tempak laknat itu Ann, Ndar. Apa gunanya shalat fardhu, shalat sunat dan puasa kalian selama ini jika masih bolak balik ke tempat seperti itu?" Selama ini mama dan ayah hanya diam saat melihat kebiasaanku dan Ndar, mungkin saat ini kesabaran mereka mentolelir sikap kami sudah habis.

"Tadi malam pulang jam berapa, Ann?"

"Jam 3 pagi" mama yang menjawab pertanyaan ayah. Lagi-lagi aku hanya diam.

"Dan kamu, Ndar?" Kali ini Kandara mengangkat kepalanya lalu cengengesan bersalah.

"Masih lebih awal dari Ann ko yah"

"Jam 2, Yah" timpal mama yang datang dari dapur sambil membawa segelas susu untuk Inar.

Ayah diam, berarti beliau marah. "Jangan pernah datang ke tempat seperti itu lagi jika kalian masih menganggap kami sebagai orang tua" ujar ayah tegas tak terbantahkan.

Final. Keputusan sudah dijatuhkan tak ada satupun yang bisa membantah, dan kamipun tahu itu untuk kebaikkan kami.

"Hhmm"
"Iya" jawabku dan Kandara.

My FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang