BOOM! (Part 3)

2.1K 137 7
                                    


Udara segar di pagi hari memanglah udara segar yang disukai oleh setiap orang, apalagi di tengah sibuknya ibukota.

Dibangku paling belakang, Beby menghela nafas panjang sambil terus memandangi ponsel di genggamanya. Ya, Beby sedang berada dikampusnya, ya, Beby sedang menunggu benda kecil itu untuk bergetar tanda pesan atau telepon masuk dari seseorang dan ya... orang itu adalah Shania. Beby membuka aplikasi yang bertuliskan LINE diponselnya dan memilih kontal dengan nama Shania Junianatha. Dia dapat melihat kapan terakhir kali dia mengirimkan pesan pada Shania, 1 Januari 2015. Terlihat jelas Beby tidak pernah menghapus chat roomnya bersama Shania. Shania Junianatha seorang gadis yang mampu membuatnya mengacuhkan dosen yang sedari dari memperhatikannya. Tunggu, dosen Beby sedang memperhatikannya?

"Ahem." Pria paruh baya berdehem pada Beby.

"Ahem." Sekali lagi pria itu berdehem, namun Beby tetap tidak berpaling dari ponselnya, "Ahem!" Suara tersebut meninggi membuat Beby terlonjak kaget.

"Ah bapak, ngagetin aja. Untung aku ga jantungan." Beby tertawa garing—masih tidak menyadari deheman tersebut berarti teguran untuknya.

"Handphone baru? Bagus sekali ya sampai-sampai kamu tidak memperhatikan pelajaran bapak." Dosen Beby—pak Hendra melipat tangan didepan dadanya, "Boleh saya pinjam sebentar handphonenya, Beby Chaesara Anadila?" Pak Hendra menekankan suaranya pada kata meminjam yang berarti menyita.

Beby yang baru menyadari perbuatannya tersebut langsung menyembunyikan ponselnya dibalik punggung, namun tentunya sudah terlambat.

"Anu pak anu..." Beby mencoba untuk mengelak tapi sayang dia tidak dapat menemukan alasan yang dapat mendukungnya.

"Tidak ada anu-anu. Mana handphonemu?" Pak Hendra menadahkan tangannya.

Tidak ada jalan keluar bagi Beby selain pasrah dan memberikan handphonenya kepada pak Hendra.

"Bodohnya Beby," gumamnya.

Setelah pelajaran usai, Beby sengaja untuk keluar paling akhir dari kelas, tentunya dia punya alasan. "Mudah-mudahan dikembaliin, janji deh ga bakal mainin hape didalam kelas, kapok, bener-bener kapok. Gara-gara si titan nih jadi disita. Lah kok aku malah nyalahin Shania? Kan aku sendiri yang mikirin dia. Engga-engga... ini salah dia kenapa masuk terus ke dalem pikiran aku."

Beby menghampiri pak Hendra yang sedang sibuk merapikan setumpuk kertas dimeja.

"Permisi pak Hendra," panggil Beby sopan.

"Ada apa?"

Glek.

"Buset pak judes amat," gumam Beby.

"Tadi kamu bilang apa?"

"Ah engga pak. Itu pak, biar saya yang bawain papernya ke ruangan bapak."

"Tumben sekali. Oh bapak tau, ini kan?" pak Hendra mengeluarkan ponsel Beby dari saku celananya.

"Ye bapak, engga kok pak. Saya tulus ngebantu bapak." Jawab Beby mantap.

"Oh ya?"

Beby mengangguk.

"Baiklah kalau begitu, tolong kamu bawakan paper ini ke ruangan saya. Kamu tau kan ruangan saya?"

"Iya pak, saya tau."

Ruangan pak Hendra berada di lantai satu, semua ruangan dosen memang berada di lantai satu. Beby barus turun dua lantai untuk sampai disana.

She's HersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang