5 Pulang!

2.8K 127 8
                                    

Lian POV

            Akhirnya mama pulang. Dua minggu yang terasa sangat panjang akhirnya berakhir sudah. Terasa lebih panjang pula di 3 hari terakhir. Proyek di gedung pertemuan tempat acara lokasi di mana kehadiran wamenkes hadir sebagai keynote speaker benar-benar menguras energi. Lahir batin.

            Ada juga sih bonus kejadian menyenangkan. Itu terjadi ketika ternyata nyaris saja kami bermasalah dengan  hotel tempat beliau menginap. Saat semua sedang tegang karena ternyata kamar yang sudah dipesan ada kemungkinan tertukar, PA beliau tiba-tiba berujar.

            “Tenang aja Bro, beliau nginep di rumah kok. Keluarga beliau kan di sini jadi  beliau selalu lebih nyaman pulang ke rumah daripada nginep di hotel.”

            Saat itu, meskipun sebenarnya itu adalah area tanggung jawab kantornya Pandu, aku benar-benar ikut lega luar biasa. Aku sampai mengekspresikannya dengan berpelukan erat dengan salah seorang anggota tim dari kantornya Pandu yang duduk di sebelahku. Aiza namanya.

            “Syukurlah...aku udah tegang banget je..”bisiknya sambil menyusut air mata yang hampir menetes. Lebay kah? Bukan, dia memang mudah terharu.

            Mama kelihatan sangat bangga setelah mendapat laporan akhir moment itu. Ditambah lagi kantornya Pandu dan Kemenkes menelepon mengucapkan terima kasih ke mama dan menyatakan puas dengan seluruh rangkaian pelayanan yang kami berikan.        

            Ada hikmah lain dari acara itu. Aku merasa bahwa Seza, salah satu asisten mama, sepertinya sudah mulai bisa diandalkan untuk memegang acara sendiri. Aku percaya dia akan berhasil memimpin tim yang lebih besar setelah kemarin terbukti mampu memimpin tim LO dan catering sekaligus. Dia benar-benar memiliki kemampuan menakjubkan untuk memanaje bahkan dalam usia yang jauh lebih muda dari aku. Dia hanya perlu dilepas dalam satu dua event untuk membuktikan bahwa dia memang bisa diandalkan. Aku akan segera sampaikan berita gembira ini pada mama.  

            Aku hanya belum bisa benar-benar lega pada  Haikal. Pandu sendiri sepertinya tidak acuh dengan kejadian di gedung tempo hari. Dia sepertinya sama sekali tidak merasa tersinggung atau terganggu dengan kata-kata Haikal yang menurutku sangat tidak enak untuk didengar. Aku hanya berharap apapun itu tidak akan berpengaruh buruk pada hubungan baik yang sudah terjadi antara kantornya Pandu dengan usaha mama.   

            Sebenarnya beberapa hari setelah kepergian Vika aku merasa bahwa Haikal sedikit berubah. Dia tidak lagi sering berucap sinis seperti sebelumnya namun ternyata itu benar-benar hanya untuk sementara. Yang ada, aku justru malah lebih sakit hati dengan ucapan-ucapannya belakangan. Pernah aku mendengar kata-kata yang ditujukan pada mama tapi justru terasa sangat menusuk buat aku.

            “Ma, kebijakan mengenai LO yang sopan dan jauh dari sikap menggoda itu masih berlaku di kantor mama kan?”tanyanya tiba-tiba saat kami sedang bersiap-siap makan pagi. Asya dan papa sudah berangkat duluan karena kebetulan sedang sama-sama harus datang pagi.

            “Ya pastilah…mereka itu ujung tombak yang sangat mama andalkan. Keunikan kita kan justru di situ. Itu juga sebabnya kita dipercaya oleh perusahaan-perusahaan dan instansi-instansi dengan level tertentu. Kenapa? Ada kenalanmu yang mau pakai jasa kita ya?”tanya mama antusias. Haikal melirikku sekilas dengan senyum sinis ketika dia melihat mama sedang menoleh ke arah lain.

            “Itu juga berlaku untuk semua tim kan? Termasuk tim marketing dan manajemen? Tidak perlu pendekatan yang ala-ala…gitu-gitu lah...bahlul marketing…untuk mempertahankan klien-klien  kakap?”tanya Haikal lagi. Kali ini dia melihat ke arahku dengan pandangan yang sangat tajam.

RedefinisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang