Makasih untuk yang sudah baca, vote dan koment.
Semoga menurut readers tulisan ini masih layak untuk dilanjut..atau sebenarnya kurang menarik ya?
Lian POV
Sudah 4 bulan Vika di Malaysia. Dia telepon kemarin sore, nampak ceria sekali saat kuangkat teleponku. Dia sudah mendengar dari mama kalau akhir-akhir ini aku dan Haikal sudah jarang berkonflik. Kata Vika, mama benar-benar bahagia ketika akhirnya melihat anak-anaknya bisa akur. Aku hanya ikut tertawa mendengar celoteh bahagianya.
Usaha mama terus membaik dan aku juga sudah bisa kembali menangani proyek-proyek mama. Benar perkiraanku, mama juga sepakat kalau Seza mulai bisa dilatih untuk menangani proyek secara mandiri. Saat ini Seza sedang mengerjakan proyek bersama kantornya Haikal. Rupanya Haikal benar-benar serius bahwa jika kantor mama bisa bertahan dengan kondite baiknya, dia juga siap mempromokannya pada rekanan-rekanan kantornya. Tercipta sinergi yang luar biasa ketika akhirnya kulihat Seza sudah mulai berkoordinasi dengan rekan-rekan kantornya Haikal. Aku mengenal beberapa rekan akrab Haikal, antara lain adalah Dion dan Nadia.
Mereka nampak akrab dan sangat dekat ketika sedang berkumpul begitu. Sangat akrab melebihi saudara. Mereka memang sudah berteman sejak jaman kuliah dulu dan itu sempat membuatku bertanya-tanya sedekat apa hati mereka.
Nadia ini sejenis orang cantik yang sepertinya tidak pernah menyadari dirinya cantik. Wajahnya hampir selalu tampil dengan make up minimalis, meskipun sebenarnya sosoknya bisa seanggun model kalau dia mau. Sebagai PNS, dia juga selalu tampil dengan bersahaja padahal aku tahu dia berasal dari keluarga yang di atas rata-rata. Pribadinya supel dan mudah akrab.
“Hai..hai..apa kabar cantik?”serunya ketika aku masih duduk di depan meja resepsionis setelah keluar makan di nasi padang seberang kantor. Dia bergerak santai dalam balutan baju dinasnya yang berwarna khaki. Aku tersenyum menyahuti sapaanya. Dia bermaksud menemui Seza.
Baru saja kami beriringan menuju ruangan Seza kulihat pintu ruang kerja mama terbuka dan sebentar kemudian muncullah mama dari balik pintu.
“Eh..Nadia, apa kabar?”sapa mama.
“Baik tante, tante sehat?”jawabnya sambil menyambut uluran tangan mama dan membawanya ke depan hidungnya. Benar-benar calon menantu idaman. Eh? Kenapa tiba-tiba aku terpikir demikian ya? Tiba-tiba kesadaran mengenai kemungkinan itu membuatku pelan-pelan menyingkir dari mereka. Barangkali ini moment yang baik bagi mereka untuk menyadari bahwa keduanya akan cocok dalam kombinasi khusus ini. Kombinasi masuk akal dan cocok untuk mereka dan mustahil bisa terjadi padaku.
“Maaf kak Nad, Lian tinggal dulu..”pamitku sambil beranjak. Dia mengangguk dan mengacungkan kedua jempol tangannya kearahku. Aku rasa dia juga bakal jadi kakak ipar yang baik buat aku, Vika dan Asya.
Hampir 20 menit kemudian saat aku sudah kembali berkutat dengan pekerjaanku, sayup-sayup aku mendengar salam dari dua orang laki-laki. Aku yakin mereka Dion dan Haikal. Itulah mereka, trio setia, mungkin akan selalu bersama-sama selamanya kecuali salah satu dari mereka berhasil memenangkan hati Nadia. Ha? Lagi-lagi pikiranku mengarahkan pada hubungan yang lebih jauh antara Haikal dan Nadia. Ada apa ini?
“Seza..udah siap belum?”
Itu suara Haikal. Saat ini dia pasti sedang membuka semua pintu termasuk pintu mama. Kebiasaan.
“Hoi...ayo buruan. Dah ditunggu Seza tuh…Gimana ma? Dia masuk kriteria nggak nih jadi mantunya mama? Aku tahun ini masuk dua lima lho ma.”
Itu juga suara Haikal. Meski sayup-sayup aku bisa mendengarnya. Hanya saja aku tidak mendengar jawaban mama atau tanggapan mbak Nadia. Rupanya apa yang sempat kupikir tadi memang benar, mereka memang sedang dalam tahap pendekatan. Haikal dan Nadia akan jadi pasangan yang cocok lagipula keluarga juga sudah saling mengenal dengan baik.
