Salju Abadi

35 7 0
                                    

Peserta no urut 5
Uname: PhiliaFate
Judul: Salju Abadi

"Kamu harus membuat salju abadi ini berhenti."

Kata-kata Nilam, kakaknya terngiang di kepala seorang anak laki-laki berambut hitam pendek ketika kakinya menapaki bebatuan di punggung gunung.

"Hanya dengan begitu penduduk desa tidak lagi menderita."

Suara ringan itu kembali berbicara sementara Argi merapatkan jaket berbulu ke badannya. Napasnya mengembun terkena udara bersuhu dibawah nol.

"Desa kita akan kembali hijau dan asri seperti jaman orang tua kita dan tidak ada lagi kematian karena udara dingin."

Anak berusia lima belas tahun itu kembali melangkah dibantu dengan sebuah tongkat pemberian kakaknya. Dia terengah namun memutuskan terus berjalan. Sebentar lagi dia akan tiba di tujuan, puncak gunung di belakang desa dan menyelesaikan tugasnya.

"Satu-satunya cara menghentikan salju ini adalah dengan memohon pada dewi sambil membawa korban."

Argi terdiam sejenak, menghela napas panjang dan membiarkan paru-parunya membeku terkena udara dingin. Disinilah dia sekarang, dalam perjalanan bertemu dewi gunung membawa korban yang bisa meredakan amarah. Dalam hati dia terus menyemangati diri, sebentar lagi perjalanannya usai dan misinya terlaksana. Untuk itulah dia hidup dan melakukan perjalanan berbahaya ini.

Tanpa mengurangi kecepatan, Argi terus melangkah di tengah angin berhembus tajam. Sesekali dia terpaksa berhenti karena nyaris terhempas namun dengan memegang bebatuan, dia tetap bertahan. Tiga jam berikutnya, dia dapat melihat goa di puncak gunung. Argi merasakan dorongan semangat membuat langkahnya makin cepat. Tergopoh dia memanjat hingga nyaris tergelincir. Untung saja dia berpegang pada batu yang menonjol tepat sebelum pijakannya terlepas. Dia terdiam sejenak mengumpulkan tenaga dan menyeimbangkan tubuh lalu dia mengangkat tubuhnya dan mencari pijakan baru.

Satu tarikan dari lengannya dan anak itu sudah tiba di mulut goa. Goa itu tidak terlalu besar dan lebih hangat karena terlindung dari angin dingin. Argi terdiam sejenak menenangkan napasnya yang memburu. Detak jantungnya semakin cepat seiring dengan ketakutan yang merayapinya. Dia menelan ludah, lebih baik ini segera berakhir.

Argi mulai melangkahkan kakinya, memasuki goa sambil mengangkat tinggi-tinggi kristal yang berpendar biru muda, sumber cahaya satu-satunya disana, pemberian kakaknya. Dia mendengar langkah kakinya bergema di dinding goa dan bayang-bayangnya menakutinya. Arga merapatkan jaketnya sekali lagi untuk mengatasi rasa gentar.

Tiba-tiba dia berjengit. Dia merasa mendengar suara desahan wanita memantul di dinding goa. Argi diam, menajamkan telinganya. Suara itu kembali terdengar, lebih jelas.

"Argi...."

Seseorang memanggil namanya. Dia menahan napas, tubuhnya kaku.

"Argi...."

Suara yang sama bergema. Anak itu menatap nanar ke sekeliling, tidak ada siapa-siapa.

"Jangan takut."

Argi kembali menatap kedepan dan mendapati seorang wanita bergaun putih sudah berdiri hanya berjarak tiga puluh senti dari wajahnya. Seketika Argi melompat mundur, kristal terlepas dari tangannya, jatuh berdenting di lantai. Wanita itu menatapnya sambil tersenyum, kulitnya berpendar kebiruan.

"A-apakah kau sang Dewi?" Argi mencicit.

Wanita itu mengangguk.

"Aku minta agar salju tak lagi turun di desa. Aku datang membawa korban...."

Senyum wanita itu melebar. Argi merasakan bulu kuduknya merinding.

"Aku tahu, aku sudah menunggumu."

Argi mengeluarkan bungkusan dari balik jaketnya dengan gemetar. Tangannya mengurai simpul kain dan membiarkan isi dari bungkusan itu tampak, puluhan keping emas, makanan khas desa dan beberapa potong daging rusa, tak lupa bunga putih yang dipercaya adalah favorit dari sang Dewi.

Wanita itu tertawa ketika melihat barang bawaan Argi. "Kamu tahu mengapa aku menurunkan salju abadi di desa?"

Argi menggeleng pelan. Salju sudah turun sejak dia lahir dan sisanya hanya cerita dari mulut ke mulut. Ada yang bilang sang Dewi jatuh cinta dengan pemuda desa namun pemuda itu mengkhianatinya, ada yang bilang kalau Dewi itu hanya kembali ke desa setelah puluhan tahun menghilang dan ada yang bilang pula kalau sang Dewi hanya bermain dengan nyawa manusia.

Wanita itu berjalan mendekati Argi yang kakinya terasa kaku.

"Karena mereka adalah orang-orang pengecut. Mereka membunuh kekasihku dan menculik anakku." sang Dewi menyentuh pipi Argi, seketika dia merasakan dingin menyengat kulitnya. "Setelah lima belas tahun, mereka pikir mereka bisa melunakkanku dengan mengirimmu kemari?"

Argi menelan ludah. Dia merasakan firasat buruk.

Sang Dewi tersenyum, kali ini senyum lembut sambil terus membelai pipi Argi. "Tahukah kamu, bahwa kamulah korban itu? Mereka mengirimmu kemari untuk mati."

Hati Argi serasa terhisap keluar dari rongga dadanya. Matanya membelalak kaget tapi tak satupun kata keluar dari mulutnya. Lidahnya kelu.

"Mereka berharap aku tidak mengenalimu dan membunuhmu...." Senyumnya berubah menjadi seringai. "Tapi aku tidak mungkin lupa pada darah dagingku dan kini mereka akan menerima akibatnya!"

Argi merasakan sang Dewi terbang melewatinya. Ketika dia menoleh sosok putih itu telah hilang. Argi segera berlari ke mulut goa. Terdengar jeritan demi jeritan yang dibawa oleh angin ke telinganya. Argi merasakan kakinya lemas. Di bawah sana, desa yang dia tahu tengah dibantai....

End


SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang