With You

28 5 0
                                    

Peserta no urut 7
Uname wp: shellya29_
Judul: With You

Maybe, all i need is time.

***

"Uhm huft." Gadis itu menggosokkan kedua telapak tangannya, dalam hati ia merutuki kecerobohannya karena tidak memakai sapu tangan. Kakinya masih terus berjalan diatas tumpukan salju, sesekali dihentak-hentakkannya sebagai pelampiasan rasa kesalnya terhadap musim dingin dan kejadian tadi siang.
Ia ingin menangis, lagi. Kejadian itu sungguh melukai hatinya, dibanding kesal, ia lebih merasa kecewa. Ia kecewa karena harapan yang dibangunnya sendiri. Harapannya terlalu tinggi, sehingga kenyataan tidak dapat mencapainya.

Di bawah turunnya salju, ia melihat kenyataan pahit itu.
Di bawah turunnya salju, ia merasakan sakit dan kecewa yang teramat dalam.
Di bawah turunnya salju, ia menangis untuk hal bodoh.

Air matanya perlahan turun, untuk kesekian kalinya. Sakit, walau sudah sering merasakannya ia tetap merasa sakit. Ia ingin menyalahkan keadaan, tapi pada kenyataannya ialah yang salah. Ia terlalu berharap.
Elyna memutuskan untuk singgah di taman bermain yang dilewatinya. Senyum tipis merekah di wajah cantiknya. Melihat anak kecil bermain selalu memperbaikki suasana hatinya. Ia duduk di salah satu bangku taman sambil terus memperhatikan anak kecil yang tertawa riang.
Sebuah bola menggelinding menghampirinya. Diikuti dua gadis kecil yang berlari mengejar bola milik salah satu diantara mereka. Dinginnya sore hari itu tidak membuat kedua anak perempuan itu menyerah untuk mendapatkan bola.
Elyna mengambilkan bola itu, membuat keduanya terdiam.
"Ehm, Ini milik siapa?" Elyna menghampiri keduanya.
"Diana." Salah satu anak perempuan itu menunjuk temannya. Elyna mengerutkan dahinya.
"Tapi aku ingin meminjamnya," jawab anak itu lagi.
"Tapi itu milikku, Reina." Anak kecil yang tadi ditunjuk membalas ucapan Reina.
"Kamu tidak ingin meminjamkannya padaku, Diana? Kamu jahat!" Reina mendorong Diana pelan. Elyna segera menyelamatkan Diana.
"Reina... kamu tidak boleh mendorong temanmu, ya. Kalian bermain berdua saja," ucap Elyna lembut. Bola yang dipegangnya diberikan ke Diana.
"Iya, ayo kita bermain berdua," kedua gadis kecil itu meninggalkannya.

"Enak ya jadi anak kecil, yang diperebutkan hanya bola. Bukan lelaki yang membuatmu jatuh cinta," Elyna menoleh ke arah suara yang mengejutkannya.
"Adrian..." Elyna tersenyum masam.
"Dri, itu kejadian dua tahun lalu dan itu terjadi pada sahabat wanitamu yang lain. Bukan aku," balas Elyna sinis.
"Lalu sekarang bagaimana? Aldrich yang kau cintai itu menjauh setelah dia mengetahui perasaanmu kan? Lyn, sudah berapa kali kau tersakiti saat musim dingin berlangsung, saat salju turun menyelimuti bumi, saat kau ingin merasakkan cinta dari seorang lelaki."
"Dri... bukan salah musim dingin dan salju, iya ini sudah kesekian kalinya hatiku terluka di musim dingin. Tapi, itu salahku yang selalu berharap. Selalu terlalu berharap." Elyna tersenyum manis.
"Ohya, kau dengar sendirikan Aldrich berkata bahwa dia ingin menjauh darimu?"
"Dia bilang tadi siang ya? Padahal dia sudah menjauh dari sebulan yang lalu. Aku merasakannya, jadi dari dua minggu lalu aku berhenti mengejarnya. Tapi mengapa aku tetap sakit hati ya, padahal aku sudah tahu dia menjauhiku?" Elyna menerawang jauh.
"Karena kamu salah paham, Lyn."
"Salah paham bag-" "If i got locked away and we lost it all today, tell me..." "Halo" Adrian menjauh dari Elyna setelah mengangkat telepon. Elyna mendengus.

"Kenapa kamu berhenti mengejarnya? Bukankah kamu ingin mendapatkannya?" Adrian kembali duduk di samping Elyna setelah 7 menit sibuk dengan teleponnya.
"Dia tidak menginginkanku, dia tidak peduli dengan perasaanku, dan dia tidak pernah melihatku. Jadi, untuk apa aku tetap mengejarnya?" Bertepatan dengan ucapan Elyna, salju kembali turun. Elyna menengadahkan wajahnya ke atas, membiarkannya dijatuhi benda putih itu, "Salju turun lagi. Salju seakan mengejek bahwa aku tidak akan melelehkan hati dia yang juga sedingin salju."

"Adrian?" Elyna membuka matanya, matanya menjelajahi sekeliling taman, namun tidak ada Adrian dalam penglihatannya.

"Baru kini kusadari, setelah berlayar pergi..-" Elyna membalikkan badannya, "-..itu kamu."
Elyna tidak bisa menyembunyikkan keterkejutannya, "Aldrich..." Senyum mengembang di wajahnya, pipinya bersemu merah.
"Ya aku mengerti, betapa sulit untuk kembali," Aldrich kembali bernyanyi dan memainkan gitarnya. "Dan mempercayai penipu ini sekali lagi."
"Aldrich... apa maksudmu?" Gadis itu tidak ingin terlalu berharap lagi. Ia tidak ingin kecewa dengan harapan yang dibangunnya sendiri, lagi.
Aldrich berdiri, menaruh gitarnya di bangku yang didudukinya, dan mengambil bunga dari tangan Adrian, "Will you... be... my girlfriend?" Mawar merah muda, bunga favorit Elyna. Elyna tidak mungkin bisa menolak mawar itu, apalagi menolak yang memberikannya.
Elyna menggelengkan kepalanya, "Tapi, Aldrich... kalau kamu tidak menyukaiku lebih baik kamu tidak memaksakannya. Kalau kita berpacaran hanya karena kamu mengasihaniku, lebih baik kita tidak menjalin hubungan itu. Aku tidak ingin tersakiti, dan aku tidak ingin membebanimu."
"Tidak, Lyn. Awalnya aku menjauhimu karena aku tidak ingin kamu tersakiti, karena aku pikir, aku tidak punya rasa padamu. Seminggu yang lalu, aku sadar, ada yang hilang dari hari-hariku, ada yang hilang dari lengkapnya hidupku, ada yang hilang saat kau pergi. Aku tidak menyadari bahwa aku memiliki rasa yang sama denganmu. Maafkan aku," Aldrich tersenyum, "will you be mine?"
"Yes."

Di bawah turunnya salju, ia tersakiti.
Di bawah turunnya salju, ia menerima kenyataan.
Di bawah turunnya salju, ia menemukan keajaiban.

"Maybe, all i need is time."

SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang