Author's
Entah kenapa pagi ini, Lyla merasa tidak seperti biasanya. Ada perasaan takut dan tidak enak melanda dirinya. Lyla tahu bukan saatnya untuk berprasangka buruk pada sesuatu. Harusnya pagi ini dimulai dengan senyuman. Semangat Lyla, batinnya.
"Hm, pagi yang indah. Ayo semangat, Lyla, kamu pasti bisa melewati hari ini."
Lyla pun bergegas menuju kamar mandinya untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Lyla sudah biasa melakukan aktifitasnya ini dari hari Senin sampai Sabtu.
Setelah Lyla bersiap, Lyla pun segera menuju ruang makan. Di situ sudah ada papa, mama, dan kedua kakaknya, Andre dan Alex. Andre hanya selisih 3 tahun dengan Lyla, sementara Alex selisih 5 tahun dengan Lyla. Lyla sekarang duduk di kelas 2 SMP di SMP Bakti Mulia, Andre duduk di kelas 2 SMA di SMA Cahaya Indah, sedangkan Alex sekarang kuliah di jurusan kedokteran di salah satu universitas di Jakarta.
Lyla menatap jengah kedua kakaknya. Mereka memang tidak pernah akrab. Andre dan Alex selalu bersikap dingin pada adik perempuan satu-satunya. Padahal umur mereka pun tak berbeda jauh.
Lyla lebih memilih berangkat sekolah sendiri dengan berjalan kaki, karena memang sekolah Lyla masih terbilang cukup dekat dengan perumahan Lyla.
Lalu Andre masih sering diantar dengan sopir, kenapa Lyla tidak memilih berangkat bareng sopir atau papanya? Entahlah, Lyla merasa tidak nyaman berada di dekat kakaknya, Andre.
Sedangkan Alex, ia sudah sering berangkat sendiri ke kampus. Sangat amat lucu kan ketika Alex harus diantar jemput oleh sopir.
Lyla segera menuju kursi di samping mamanya, sementara di seberangnya sudah ada Andre dan Alex yang memang tidak memperdulikan keberadaan adiknya itu.
"Hm, selalu begitu setiap pagi," ucap Lyla pelan. Entah seisi ruang makan itu masih bisa mendengar ucapan Lyla atau tidak.
"Ma, Pa, Lyla hari ini pulang agak sorean, ya? Lyla ada kerja kelompok bareng temen-temen," ijin Lyla pada kedua orangtuanya.
"Loh sayang, kok tumben? Biasanya kan kerja kelompoknya di rumah. Kenapa gak di rumah, sayang? Nanti Mama bikinin cemilan untuk temen-temen kamu," tanya Mama Lyla pada Lyla.
"Yah, Ma, justru yang seperti itu yang susah, Ma. Kalau di rumah nanti temen-temen bakalan lama nyelesein tugasnya. Kebanyakan cerita lah, atau nonton film lah, apalagi kalo Mama nyediain makanan yang banyak," dengus Lyla.
"Loh malah bagus dong sayang kalau teman-teman kamu betah. Kan jadi rame rumahnya," ujar Mama pada Lyla.
"Lyla gak bisa konsen mah kalau gitu. Lagian enggak apa-apa dong Ma ngerjain tugasnya di sekolah, kan ada perpustakaan yang buka sampai sore, Ma," bujuk Lyla.
Mama Lyla memang tidak tega menatap Lyla penuh permohonan seperti itu. Tapi bagaimana kalau Lyla harus pulang sore tanpa ada yang menjemput. Mama Lyla pun menatap papa Lyla untuk meminta solusi. Lyla yang sadar arah tatapan pamanya pun ikut menatap papanya.
"Pa, Lyla boleh ya,Pa. Pulang agak sorean?" pinta Lyla.
"Ehem," deheman papa Lyla pun membuat suasana meja makan menjadi tegang.
Andre dan Alex yang sedari tadi tidak memperdulikan pembicaran Lyla dan mamanya pun mulai bosan. Andre dan Alex segera mengambil tas mereka dan bersiap untuk berangkat ke kelas dan kampus.
"Pa, Ma, Andre izin berangkat ke sekolah dulu, ya. Ada yang mau dikerjain pagi-pagi," ucap Andre.
"Alex juga, Ma, Pa," ucap Alex setelah Andre bersiap meninggalkan meja makan.
"Siapa yang suruh kalian berdua meninggalkan meja makan? Papa belum memberikan kalian izin. Duduk sekarang!" Perintah papa pada Alex dan Andre.
Papa dan mama Lyla memang sudah tahu seberapa dingin hubungan ketiga anak mereka. Andre dan Alex sudah tahu kemana arah pembicaraan kedua orangtuanya itu.
"Kalian boleh pergi, kalau salah satu diantara kalian ada yang bersedia untuk menjemput Lyla."
DEG!
Lyla, Andre, dan Alex pun saling menatap kaget.Lyla's
Aku tidak menyangka kalau papa akan berkata seperti itu pada kak Andre dan kak Alex. Bagai boomerang yang menghantam pusat kepala. Ya Tuhan, pertengkaran seperti apa lagi yang ada pada keluargaku di pagi ini. Perasaanku pun menjadi tak enak.
"Pa..." cicit ku. Papa pun hanya menatapku sekilas lalu tatapan tajamnya kembali mengarah pada kak Alex dan kak Andre.
"Diam kamu, Lyla! Papa tidak pernah mengajarkan kamu untuk memotong ucapan Papa," tegas Papa yang membuat suasana meja makan menjadi hening.
"Pa, cukup. Andre kan sudah pernah bilang dulu. Sudahlah Pa, lagian kan Lyla bisa dijemput sama mang Udin. Kenapa harus Andre, sih, Pa?" bela kak Andre.
"Alex pun begitu, Pa. Alex ada jadwal praktikum hingga malam. Jelas Alex tak bisa menjemput Lyla. Benar kata Andre, kenapa enggak mang Udin aja yang jemput Lyla. Kita kan punya kesibukan masing-masing. Bukan hanya mengantar-jemput orang, Pa," ucap kak Alex. Sudah sangat jelas yang dikatakan kak Alex sangat tajam. Sangat. Hingga entah sudah mencapai kedalaman berapa kata-katanya menyakiti hatiku.
Kalaupun jika kak Andre dan kak Alex tidak mau menjemputku, juga tidak apa. Tak harus menggunakan bahasa yang setajam itu, kan? Aku ini adik kalian, bahkan untuk mengantar jemput pun mereka tak mau.
"ANDRE! ALEX! Diam kalian semua, Papa tidak mau tahu, diantara kalian berdua harus ada yang-"
"Pa, Alex duluan,deh. Alex hari ini full ada jadwal di kampus, dan harus berangkat pagi. Bye Pa, Ma," potong kak Alex.
"Andre juga pamit, Pa," lanjut kak Andre, belum papa menjawab ucapan kak Alex, kak Andre pun ikut memotong ucapan papa.
Kak Andre dan kak Alex pun pergi begitu saja, kini harapanku cuma satu. Bahwa aku tidak mau papa semakin marah pada kak Andre dan kak Alex hanya masalah sepele seperti ini.
"Pa..." ucapku pelan dan lembut pada papa. Aku sengaja berucap seperti itu agar papa tidak semakin marah pada anaknya.
"Sayang, maafkan Papa. Papa tidak menyangka ucapan Andre dan Alex bisa seperti itu," ucap papa padkau. Aku segera menuju kearah papa dan memeluk papa sangat erat. Sangat erat. Jika tidak seperti, bisa diduga aku akan menangis karena ucapan kedua kakakku itu.
"Tidak , Pa. Papa enggak salah. Lyla yang salah. Papa enggak usah repot-repot meminta kak Andre dan kak Alex untuk menjemput Lyla. Lyla nanti bisa pulang bareng Shindy, kok. Kebetulan Lyla juga satu kelompok sama Shindy, Pa. Papa sama Mama tenang aja, ya. Lyla enggak apa-apa, kok," ucapku semakin memperat pelukanku pada papa.
"Sayang, sudah mulai siang, nih. Kamu buruan berangkat , gih. Nanti kamu telat, loh," ucap mama yang memecah kehangatanku bersama papa. Akupun langsung memeluk mama.
"Iya, Ma. Tenang aja, Lyla enggak bakalan kesiangan, kok, hehe."
Aku pun langsung mengambil tasku bergegas berangkat ke sekolah. Kupeluk mama dan papa sebelum aku berangkat ke sekolah.
"Ma, Pa, Lyla berangkat dulu, ya. Tenang aja, nanti Lyla pulang sama Shindy aja."
"Iya sayang, hati-hati, ya. Jangan lupa bekalnya dimakan, ya. Jangan sampai kamu telat makan, Maag kamu nanti kambuh, loh," ucap mama padaku. Ya, memang aku punya maag, telat makan sedikit saja aku bisa langsung lemas.
"Kalau ada apa-apa, segera hubungi Mama sama Papa ya, Lyl," ucap papa.
"Siap baginda Raja dan Ratu, Putri Lyla akan selalu menghubungi baginda Raja dan Ratu. Kalau begitu, Putri Lyla pamit," ucapku, seraya memperagakan perilaku seolah-olah menjadi anggota kerajaan.
Mama dan papa pun hanya tersenyum melihat tingkahku. Aku pun segera berangkat ke sekolah sebelum terlambat. Bisa bahaya jika aku sampai telat.
Tbc
***
Hai, guys. Ini cerita pertama aku. Jangan lupa vote dan comment yaaa.
Abdullaah's
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovelyla Season 1 END
General Fiction[Sudah diterbitkan] Kehidupan yang Lyla alami tak selamanya indah. Mempunyai orang tua yang sayang kepada Lyla, punya dua orang kakak laki-laki yang selalu didambaikan banyak gadis kecil lain. Menurut banyak orang, kakak laki-laki bisa menjaga adikn...