Tiga

41 3 0
                                    

"Terimakasih,tapi lain kali tak usah repot-repot mengantarku."

Alvin tersenyum,"Gue gak keberatan harus nganterin lo setiap hari."

Emma menghela nafasnya kasar."Dengar ya Alvin,apapun yang kamu rencanakan,aku tak tertarik untuk terlibat di dalamnya."

"Apa maksudmu?Gue gak merencanakan apapun."

"Terserah,tapi aku serius." Emma meninggalkan Alvin untuk masuk kerumahnya.

"Menarik juga nih cewek."

**

"Mbak,Arif minta maaf ya."

Emma mengusap kepalanya dengan handuk untuk mengeringkan rambutnya.Cukup untuk hari ini Emma mengalami hal yang aneh.Bagaimana tidak,cowok yang sangat populer mendekatinya,mengajaknya berkenalan,dan mengantarkannya pulang.

Bukannya mau berfikir negative,ia hanya mencoba berfikir realistik.Itu saja.

"Iya gapapa."

"Tadi dianterin siapa mbak?" Arif tersenyum sembari menyandar pada pintu kamar Emma.

"Bukan siapa-siapa."

"Baru kali ini Arif lihat mbak dianter sama temen.Cowok lagi."

Emma mencopot kacamatanya dan naik keatas tempat tidurnya.

"Dia bukan siapa-siapa mbak.Udah ah,mbak mau tidur."

"Eh!Belum makan malam!Ntar ditanyaiin Mama."

"Bilang aja mbak mu ini kecapekan." Arif terkikik lalu mengangguk.

"Jangan lupa kenalin Arif sama 'bukan siapa-siapanya mbak tapi nganter mbak pulang' ya mbak." Ujar Arif sembari menutup pintu kamar kakaknya.

"DIA BUKAN SIAPA-SIAPA MBAK,ARIF!"

**

"Ma,Pa,Emma mau kuliah di luar negeri."

"UHUK! Apa?!" Lelaki yang sudah berkepala empat itu mengambil tisu untuk mengelap bekas semburan yang dikarenakan pernyataan putri semata wayangnya.

"Aduh Papa,hati-hati!" Refani tertawa sembari menaruh sepiring nasi goreng di depan Emma.

"Kok Mama gak kaget sih?" Deva mengerutkan dahinya melihat istrinya anteng-anteng saja mendengar putrinya.

"Emma sudah tanya sama Mama minggu lalu."

"Kok Papa baru tau?"

"Papa sih sibuk!" Ujar Emma dan Arif secara bersamaan.

Deva tersenyum bodoh sambil menggaruk kepalanya.

"Maaf ya,sudah mau akhir bulan.Jadi kenapa kamu mau kuliah di luar negeri sayang?Di Indonesia banyak universitas yang bagus gak kalah kaya di luar negeri.Apalagi kalau kamu mau ngambil S1 lebih baik di Indonesia."

"Tapi Pa,Emma mau hidup mandiri."

"Kenapa jauh-jauh keluar negeri?Keluar kota?Keluar kabupaten?Keluar rumah juga bisa."

"Huh!Pokoknya Emma mau kuliah di luar negeri!"

"Sudah-sudah,memang kamu mau kuliah dimana?" Tanya Refani.

"Di Amerika!"

"APA?!" Teriak semua keluarganya.

**

"Ngapain sih kamu kesini?"

"Jemput lo."

"Aku minta di jemput?"

"Gak."

Emma menatap Alvin kesal.Ia tak habis pikir.Apa sih yang direncanakan laki-laki ini?!

"Mbak jadi berangkat bareng ak-"

Arif menatap Alvin dan Emma secara bergantian.

"Halo,gue Alvin." Ujar Alvin mengajak berkenalan Arif.

"Arif.Adiknya Mbak Emma."

"Ayo,Rif.Ntar Mbak telat." Emma menarik tangan Arif sebelum adiknya itu menyalami Alvin.

"Tapi,Mbak kan udah di jemput?" Emma menginjak kaki adiknya.

"Mbak berangkat sama kamu."

"Ikut kak Alvin aja kak.Aku harus jemput Tiara."

"Kamu kan tadi udah janji anterin Mbak,karena kemarin gak bisa jemput."

"Ah itu.."

Alvin menarik tangan Emma.Lalu tersenyum."Lo sama gue aja.Kasian adik lo harus jemput pacarnya."

"Aku gak mau!Naik bus aja!"

"Lo yakin waktunya cukup?" Emma mengecheck jam tangan yang melingkat di pergelangan tangannya.

"Arif duluan ya Mbak!Kak Alvin,jagaiin Mbak Emma ya!"

"Siap,Rif." Alvin menoleh ke Emma lalu tersenyum.

"Ayo."

**

Hari ini hari yang sial!Emma terlambat.Dalam kamus hidupnya,tak ada kata terlambat sekolah!Ia termasuk dalam murid yang rajin,karena ia tahu untuk masuk ke perguruan tinggi impiannya butuh kerja keras!

"Ini semua gara-gara kamu!" Emma mengkerutkan wajahnya dan memajukan bibirnya.

"Loh kok gue?Bukannya lo,yang malah ngajak gue beragumen di depan rumah lo."

"Kalau aja kamu gak jemput aku.Aku bisa langsung pergi."

"Tapi adik lo mau jemput pacarnya."

Emma hendak keluar dari mobil Alvin,tetapi laki-laki itu menahannya.

"Eh mau kemana lo?"

"Perpustakaan kota!"

"Gue anter."

"Gak perlu!!!!!"

"Duuh galaknya,sini gue anter." Alvin menarik tangan Emma,membuatnya terduduk kembali.

Didekatkannya wajahnya ke Emma membuat gadis itu menjauhakn wajahnya.

"Apa-"

"Pakai dong seatbeltnya cantik."

Alvin memakaikan Emma seatbelt dan menjalankan mobilnya.

Yang ia tak tahu,wajah Emma perlahan memerah karena perlakuannya.

*****

The First That FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang