#1 Calon Istri

667 27 5
                                    

Disuatu kelas yang terisi 28 murid perempuan dan 12 murid laki-laki, semuanya--minus satu orang laki-laki dipojok kelas- berkutat dengan alat tulis menyalin tulisan dokter milik guru Geografi. Tak lama keadaan kelas menjadi gaduh ketika mendengar bel pergantian pelajaran. Pak Herman, sang guru pun mendengus kesal kemudian pergi dari kelas yang diatas pintu bertuliskan X-2.

          "Kiya,masa daritadi si Mada merhatiin lo terus lho!" gadis yang dipanggil Kiya itu menoleh kearah teman semejanya yang bernametag Melani Asmara.

          "Hah?Masa sih?" Mela mengangguk semangat. Kiya mengalihkan pandangannya kearah meja pojok kiri yang sudah tak berpenghuni. Pasti anak itu bolos pelajaran Bu Hana lagi. Kiya pun kembali memfokuskan diri untuk kembali memahami tulisan Pak Herman yang dia catat hingga suara gaduh dari lapangan sekolah terdengar.

          "Eh ada apaan sih?" tanya Kiya kearah segerombolan anak cewek yang sibuk merumpi di pinggir lapangan sambil sesekali menampilkan ekspresi ngeri.

          "Itu si Mada ribut sama anak kelas 11."

          "Lawannya sampe babak belur, ih."

          "Mada juga berantakan, ya ampun."

          Kiya menggelengkan kepala mendengar ucapan beruntun dari gerombolan anak yang ia tanya. Tak heran memang jika mendengar nama Mada sebagai biang rusuhnya SMA Pancasila.

Tiba-tiba tangannya ditarik oleh Mela saat Bu Hana sedang berjalan dikoridor kelasnya dan berhenti menatap lapangan.

          "Mada! Kemari kamu!" seketika murid-murid berhamburan kedepan kelas masing-masing ketika mendengar teriakan sangar Bu Hana. Bu Hana guru BK yang terkenal killer dan tegasnya ampun-ampunan, kadang membuat beberapa murid sudah menciut melihat tatapan matanya yang cukup mengintimidasi.

          Mada berjalan terseok-seok kearah Bu Hana yang sedang menatapnya dengan tatapan membunuh dipinggir lapangan. Sedangkan Naufal Pramesa alias si korban dar iMada, anak kelas 11 IPS 2 itu sudah terkapar di lapangan dan dibantu beberapa siswa untuk dibawa ke UKS.

          "Apa yang kamu lakukan, Mada Prawira?" Bu Hana berkata sinis sambil bertolak pinggang.

          "Saya Cuma mukul sedikit, Bu," tatapan Mada pun seolah mengatakan hal yang enteng ketika menatap tatapan silet Bu Hana. Semua murid yang menatap aks itatap-tatapan Mada dan Bu Hana pun hanya mengkerut menahan takut.

          "Sedikit?"

          "Ya, Bu. Sedikit."

          Bu Hana menghela napas sebelum akhirnya berkata, "Ikut saya ke kantor."

          "Saya nggak minat, Bu. Saya mau pulang aja," jawab Mada enteng menghiraukan pelototan Bu Hana.

           "Besok bawa orangtua kamu ke sekolah!"teriakan Bu Hana seketika menggelegar dikoridor kelas X membuat semua murid yang mendengar berjengit kaget. Jika Bu Hana adalah tokoh komik pasti akan terlihat telinganya yang sudah mengeluarkan asap.

          Mada mengusap telinganya yang pengang akibat suara Bu Hana sambil berdecak kesal.

Mada akhirnya memilih tersenyum tipis sebelum berkata perlahan, "Gue bahkan nggak punya orang tua," sebelum akhirnya pergi ke parkiran meninggalkan Bu Hana yang semakin kebakaran jenggot karena tingkah laku Mada yang tidak sopan.

---

          Kiya tersenyum tipis saat matanya tak sengaja menatap tatapan sayu Mada. Tak sengaja mereka berpapasan ketika di depan kelas. Kebetulan Kiya sedang piket hari ini sehingga berangkat pagi dan tak menyangka seorang Mada Prawira--anak yang dikenal semua guru oleh kenakalannya, anak yang dikenal kaum Hawa oleh ketampanannya, dan anak yang dikenal oleh kaum Adam musuh terberat dalam bidang perkelahian yang amat sangat brutal ketika berkelahi-, datang sepagi ini.

          "Ngapain lo?" Kiya terlonjak kaget mendengar suara bass dibelakangnya. Dilihatnya Mad ayang sedang menatapnya menunggu jawaban.

          "Hah?A-apa?"

          "Lo piket?"

          Hah? Dia masih nanya gue piket? Emang dia nggak liat nih sapu gue pegang?  

Kiya memutar bola matanya perlahan, "Menurut lo?"

          Mada terkekeh pelan, kemudian matanya menatap selembaran yang menempel disebelah papan tulis kelas. Jari telunjuknya bergerak seakan mencari sesuatu.

          "Nah!Oh, gue piketnya bareng sama lo ya," Kiya mengernyitkan alisnya. "Um.. Zakiya Qonita. Nama lo, 'kan?"

          Kiya melotot kaget. Tak percaya bahwa Mada baru tau namanya setelah hampir 6 bulan mereka sekelas. Ya tak heran memang, Mada memang akan tidur dikelas hingga akhirnya ketika guru yang mengabsen akan menyuruh Mada mencuci muka--yang akan berakhir dengan Mada yang tak masuk pelajaran tersebut, dan tak segan-segan langsung menyuruhnya keluar kelas. Kalian tau kan nama Mada berawalan huruf M sedangkan Kiya adalah absen paling akhir.

          "Iya, itu nama gue," Kiya kembali menyapu lantai hingga bersih dan akhirnya membuang semua kotoran yang tersapu. Kiya menatap bingung kearah Mada yang masih memperhatikannya dengan tidak tau malunya. "Kenapa?"

Mada manggut-manggut sekilas menatap lantai yang ia pijak sudah bersih tanpa debu sedikitpun. "Bersih juga," Mada bergumam kecil.

"Iya lah, gue gitu."

Kiya duduk dibangkunya kemudian mengeluarkan buku catatan Sejarah yang kebetulan akan diadakan ulangan harian, dari tas biru lautnya. Ya, setidaknya ini satu-satunya cara untuk mengusir kecanggungan diantara keduanya. Karena jujur saja, ini pertama kalinya Kiya berbicara empat mata dengan Mada.

"Cocoklah," Kiya menatap Mada meminta penjelasan atas ucapan singkatnya. Mada menggaruk tengkuknya sambil terkekeh pelan. Cukup manis memang sikapnya. "Hm.. maksud gue, lo cocoklah jadi pembantu dirumah gue. Kerja lo cukup bagus dan bersih."

Dan kata-kata yang bersusun menjadi dua kalimat itu seakan seperti angin berhembus ditelinga Kiya. Terdengar lirih, amat lirih. Dan sepertinya harapan Kiya untuk digombalin Mada ikut menghilang bersamaan dengan sosok itu yang pergi keluar kelas.

Digombalin? Yang benar aja weh!  Kiya menjitak dahinya pelan.

"Gue kira dia bakal bilangnya calon istri bukan calon pembantu, baperan juga gue ternyata."

Detik berlalu membuat Kiya termenung. Kenapa dia berharap digombalin Mada? Seakan hatinya seperti buku yang lembarannya diabolak-balik tanpa minat, hatinya terasa seperti dibolak-balik juga.

Calonistri Mada? Yang benar saja!

notes.

Bisa divomments sebelum ke chapter sebelumnya :D sorry buat typo dan sebagainya

.

Big Love,

likayla



Unattainable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang