#5 Sang Luka

390 14 0
                                    

Laki-laki itu masuk ke rumah bergaya minimalis yang layaknya istana negara. Rambutnya berantakan, wajahnya memar dibeberapa bagian dan juga sudut bibirnya robek. Tampilannya seperti preman yang kalah dalam berkelahi. Ia terus berjalan tak menggubris tatapan intimidasi dari seorang pria paruh baya.

"Abis darimana kamu?" tanya pria paruh baya itu sambil menghirup wangi kopi hitam didalam cangkir di genggamannya yang menyeruak indra penciumannya. Suaranya tegas namun gayanya santai seperti tanpa beban, berbeda dengan laki-laki muda yang menatapnya dengan tatapan sengit.

"Bukan urusan lo," ujarnya dingin membuat sang pria paruh baya itu tersenyum simpul. Anaknya sudah tumbuh dewasa rupanya.

"Oh begitu, ya?" pemuda itu tak menggubris ucapan pria paruh baya itu dan berjalan ke arah tangga dan menuju kamarnya yang gelap segelap langit diluar sana yang tak dihiasi bintang.

Andaikan saja orang-orang tahu, hidupnya seperti langit malam diluar sana. Begitu gelap tak ada cahaya. Begitu sepi tak ada yang menghiasi. Hanya bisa menanti cahaya itu datang setitik demi setitik yang dapat mengembalikan hidupnya yang bersinar, terang dan tak menyesatkannya kedalam jurang.

Laki-laki itu keluar kamar dan berdiri di balkon kamarnya menatap langit yang gelap gulita. Pikirannya melayang kepada seorang gadis yang tengah tersenyum girang mendapat balasan pesan dari sang pujaan.

Pemuda itu menghela napas kasar. Tak mungkin ia merenggut kebahagiaan gadisnya dan memaksanya untuk berada disampingnya, selalu. Semuanya hanya angan dan pemuda itu tau jika harapannya tak akan membuahkan hasil. Apalagi gadis itu bersama seseorang yang telah ia renggut kebahagiaannya, dan kebahagiaannya juga sebenarnya. Tapi, harus bagaimana lagi, dia harus merelakan gadisnya bersama dengan pujaan hatinya. Namun yang jelas ia selalu mengawasi gadisnya agar tak berada dalam jurang sakit hati yang tak terobati nantinya.

"Gue sayang lo, tau! Lo pasti gak denger kata-kata gue, gue tau. Lo pasti gak mau naruh hati lo buat gue, gue juga tau," pemuda itu menghela napas sambil tersenyum getir. Merasakan pahitnya jatuh hati kepada seorang gadis yang hatinya sudah terpahat nama orang lain.

"Lo pasti baik-baik aja tanpa gue, dan itu yang gak mau gue tau. Kapan gue jadi yang spesial di dunia lo?" dadanya bergemuruh merasakan sesak seiring perkataan yang tiba-tiba menyayat hati. Angin malam menusuk kulitnya yang tak tertutupi kain. Rasa dingin itu terasa menusuk sampai ke dalam hatinya dan menghadirkan segores luka yang hanya gadis itu obatnya.

"Cuma bisa mendem rasa, dikira enak?"

Kemudian pemuda itu berlalu dan memasuki kamarnya yang sengaja tak ada cahaya. Dia tau, dia hidup di kegelapan bertahun-tahun lamanya membuatnya terbiasa akan kehadiran sang malam tanpa cahaya.

Tangannya membuka laci meja disebelah ranjangnya, diambilnya selembaran foto yang menampilkan sesosok gadis yang dia sukai. Ibu jarinya mengelus pelan wajah sang gadis. Didekapnya foto itu dan memejamkan mata dan pergi ke alam mimpi. Dalam mimpinya dia bertemu dengan gadis itu yang sedang mengobati luka-luka lebam diwajahnya dan hatinya. Bibirnya tertarik keatas membentuk senyuman tipis. Mimpinya indah, namun tak seindah realita. Tentu saja!

---

"Kapan hidup kamu bener, sih?" pemuda itu mendelik mendengar perkataan pria paruh baya dibelakangnya. Pemuda itu tau arah pembicaraan sang pria paruh baya itu. Hidup yang setiap hari berkelahi, sekolah yang terbengkalai, orang tua mana yang tak pening dengan surat-surat yang berdatangan dari sekolah?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Unattainable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang