#3 (Not) Nice

260 16 0
                                    

"Kiyaaa!! Itu kamu ditungguin sayaangg!"

Kiya segera menyampirkan tas biru lautnya dan mengambil dasi yang tergeletak diatas ranjangnya. Ia mampir ke depan cermin untuk memastikan semuanya terlihat rapi dan baik-baik saja. Dirapikan kembali poninya dan mengencangkan ikat rambut berwarna hitamnya itu. Kemudian keluar kamar, dan menutup pintu yang bertuliskan 'Warning!!! Kiya's Private Room'.

Kiya tersenyum lebar sambil menyapa Yoan, "Hai, Kak!"

Yoan terkekeh melihat semangat '45 yang Kiya ciptakan sebelum membalas sapaan Kiya.

"Tante, saya pamit," Yoan mengambil tangan Bunda Kiya kemudian menciumnya sebagai tanda pamit.

"Bunda! Kiya berangkat dulu ya, dah!"

"Hati-hati, ya!"

Yoan mengangguk sebelum menjalankan motor berwarna merah-nya keluar dari pekarangan rumah Kiya. Kiya memejamkan mata menikmati semilir angin yang menabrak wajah mulusnya. Poni dan rambut yang dikuncir kuda olehnya bergoyang-goyang tertiup hembusan angin. Tapi, senyum yang ia tampilkan masih saja bertengger diwajah cantiknya. Tak pernah terbayangkan bahwa hubungannya dan Yoan sudah semakin jauh dari kata 'teman dekat', ya walaupun belum menjadi 'kekasih' setidaknya ini lebih baik -menurut Kiya.

"Makasih, Kak! Kapan-kapan lagi, ya, hehe," Kiya terkekeh sendiri karena sadar dia memberikan kode kepada Yoan. Padahal dalam hati dia merutuki mulutnya yang asal sekali berbicara. Suka bego emang si Kiya mah!

"Siap, Putri! Hahaha," Yoan tertawa diiringi kikikan kecil dari bibir Kiya. Padahal Kiya menahan setengah mati degup jantungnya agar tak terlalu bekerja maksimal. Wajahnya bahkan terasa menghangat mendengar Yoan memanggilnya Putri. Kalo gue putrinya gue harap lo yang jadi pangerannya, Kak.

---

"Ya udah, duluan ya, Kak," setelah Yoan memberinya acungan jempol sebelum Kiya memasuki kelasnya. Sedangkan Yoan harus menapaki tangga sebelum akhirnya sampai dilantai tiga.

Kiya duduk dikursinya sambil tersenyum-senyum aneh. Sejak UAS kemarin, hubungan Kiya dan Yoan semakin erat. Sangat erat seperti perangko. Entah dapat darimana, Yoan awalnya mengirimi permintaan pertemanan via Line, dan semenjak saat itu keduanya sering chatingan dan terkadang video call-an.

"Senyam-senyum, kesambet ntar lo," Kiya membuang napas kesal mendengar ocehan Mela.

"Apaansi, Meell.. ah, ganggu ajalah!"

"Hayoo.. mikir apaan lo?" Kiya tergelak melihat wajah serius Mela.

Kiya mengerutkan hidungnya, lucu. Mela terkekeh melihatnya.

"Pasti mikirin si doi, yaaa?" Kiya tersenyum lebar kemudian mengangguk malu-malu membuat Mela ingin menoyor kepala gadis itu saking gemasnya.

"Jijik banget muka lo!"

"Iiihh.. lo mah jahat. Orang muka gue imut kok jijik, sih," Kiya bersedekap dada menatap Mela yang sekarang mendengus.

"Iya-iya, muka lo imut ampe pengin muntah gue liatnya," Mela tertawa lebar melihat Kiyamelotot garang. Seakan-akan berkata "gue sumpel mulut lo, mampus lo!".

Kemudian Kiya keluar kelas berniat meninggalkan tawa menyebalkan Mela yang semakin membahana melihat kekesalannya. Namun memang belum nasibnya, tak bisa diurungkan lagi ketika tubuhnya menabrak badan kokoh tinggi menjulang dihadapannya.

Kiya memejamkan matanya erat dan menunggu saat-saat dimana badannya akan terhempas ke lantai. Namun sampai detik kelima Kiya hitung, tubuhnya masih terasa baik-baik saja dan tak terasa nyeri karena menghantam lantai. Kiya membuka matanya perlahan dan seketika matanya membulat sempurna.

"Lo?!"

"Biasa aja sih! Muncrat lo, jijik ih," Mada mengusap wajahnya dan melepaskan tangannya yang tadi merangkul pinggang ramping Kiya. Sehingga...

BRAK!

"Aduuhh!"

Baru saja Kiya akan memarahi Mada yang seenaknya memeluk tubuhnya. Namun dalam waktu yang amat singkat kedua tangan itu tak menopang tubuhnya sehingga Kiya begitu saja terjatuh ke lantai.

Mada melotot kaget melihat Kiya tergeletak di lantai dengan mengenaskan. Beberapa anak yang tadinya bisik-bisik melihat keduanya menjadi terbahak melihat Kiya yang tergeletak begitu saja. Kiya menatap garang Mada sebelum bangun dari posisi yang memalukan.

"Kalo mau ngelepasin bilang-bilang dong! Sakit, tau!" bentak Kiya kesal sambil menepuk-nepuk bokongnya menghilangkan kotoran dari rok sekolahnya. Mada hanya mengerutkan dahi, bingung.

Mela yang tadi berada di dalam kelas keluar kemudian kembali tertawa terbahak. Mukanya memerah karena tertawa terus-menerus. Bahkan volume suara tawanya semakin kencang membuat Kiya semakin mengamuk.

"Dih, bilang aja lo pengin dipegang ama gue terus, ya 'kan?" cecar Mada.

Muka Kiya memerah menahan malu dan juga kesal yang semakin menjadi, "Kagaklah. Najis!"

"Halah, ngaku ajasi, Kiya! Hahahaha.." Mela semakin terbahak setelah menggoda Kiya. Sampai akhirnya dia terbatuk-batuk karena tersedak ludahnya sendiri.

"Mampus lo!"

Setelahnya Kiya pergi kearah lapangan yang diramaikan oleh anak-anak yang sedang tanding basket. Ya inilah acara rutin sekolahnya setelah melaksanakan UAS, yaitu classmeeting.

"Kiyaaa.. Awasss!"

Dug! Bruk!

"Aaaaww! Sialaann!!" teriak Kiya saat kepalanya terhantam bola basket.

Tak lama kepalanya terasa pusing dan kesadarannya pun menipis. Mungkin ini bukan hari terbaiknya. Dipagi hari memang ia dijemput oleh sang pangeran pujaan, namun setelahnya hanya kesialan yang menimpa. Mungkin para bidadari di langit iri kepadanya sehingga berdoa agar harinya tak terlalu indah dan sempurna. Hingga akhirnya seperti inilah, harinya cukup buruk.

"Dasar bocah!" Kiya tersenyum samar saat dirasakan tubuhnya melayang dan berayun perlahan.

Pasti Kak Yoan ngegendong gue. Tapi kok ngomongnya begitu, ya?

***

notes.

yeeuu updatee! sori for typo yaaa :) baca chap selanjutnya soalnya malem ini aku update 2 part ;) yooott, thanks


Love,


Likayla

Unattainable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang