Lapar. Itu yang gue rasakan. Rasanya ingin kugeret Indah dari kamarnya. Habis lama bener dia ganti bajunya.
Akhirnya setelah 15 menit menunggu nyonya Rino pun keluar dengan wajah polosnya melengos melewatiku menuju tangga. Ketika dia hendak menapakkan kakinya di puncak anak tangga kepalanya menoleh. Mulutnya terbuka dan berujar. "Jadi makan gak? Kok bengong kaya sapi ompong."
Setelah kedua bibirnya menutup kembali, diapun menuruni anak tangga itu.
Hah? Gue pun menyusul dia menuruni anak tangga mengekorinya ke ruang makan."Rumahnya sepi ya?" kata gue setelah duduk di salah satu kursi makan sambil memandangi Indah yang sedang menyendokkan nasi ke salah satu piring.
"Ya, biasa kalau siang begini. Cuma ada bibi yang menemani."
"Mmm, cukup ga segini nasinya?" tanya Indah sambil mengarahkan dagunya ke piring di tangannya.
"Cukup dulu, nanti kalau kurang bisa nambah kan?" cengir gue.
"Boleh, mau aku sendokan lauknya juga ga?" cicit Indah lagi.
"Boleh aja nyonya Indah" godaku lagi sambil mengangguk dan mengedip kepadanya.
Indah tersenyum, kulihat semburat merah di pipinya. Wah nih anak bisa juga malu-malu. Tambah cantik aja.
"Yuk makan. Jangan lupa berdoa sebelum makan." Kataku kemudian setelah piring-piring kami yang ada di depan kami masing-masing terisi.
Gadis di depanku mengangguk dan kami pun berdoa sebelum makan. Wah gue kok sok alim gini ya? Serasa kepala keluarga beneran. Eh, emang gue udah jadi kepala keluarga ya. Biar gue masih sekolah SHS dan masih bergantung sama ortu gue.
Setelah selesai makan, Indah mengambil piring-piring kotor dan membawanya ke wastafel lalu mencucinya. Kupandanginya dari belakang. "Hmm sexi juga ya istriku ini." What the heck! Kenapa tiba-tiba muncul pikiran mesumku ya. Hei Bagas tahan dulu. Inget lo udah janji sama bonyok kalo lo cuma boleh pacaran dulu. Tapi kenapa tubuh gue ga mau sinkron dengan pikiran gue ya.
Tiba-tiba tubuh gue udah ada di belakang tubuh Indah dan tangan gue refleks melingkar memeluk pinggangnya dari belakang. Gue rasakan tubuh Indah menegang dan terdiam, mungkin kaget merasakan pelukan gue. Piring yang sedang dibilaspun masih dipegangnya dibawah kucuran air.
"Ehem." kudengar suara deheman. Tapi gue ga bergerak juga, malah gue menghirup wangi tubuh gadis di pelukan gue. Rasanya mata gue menggelap. Telinga gue menuli.
"Aduh mbak Indah, biar bibi saja yang mencuci piring kotornya." Suara bibik yang cempreng akhirnya terdengar. Ganggu aja nih Bibik.
Indah pun tersadar dan menyelesaikan bilasan pada piringnya. Gue?
Gue melepas pelukan gue sambil tersenyum ke arah bibi yang mulai mendekat. Dan berjalan keluar ke ruang tamu.
"Sudah selesai kok Bi, makasih." akhirnya kudengar suara Indah menjawab perkataan bibi.
"Mau bibi buatkan teh mbak Indah buat masnya?" tanya bibi lagi.
"Iya, tolong buatkan ya Bi. Nanti diantar ke depan." sahut Indah samar-samar.
Tak lama, bibi mengantar dua cangkir teh ke meja tamu. Tapi kok Indah tidak keluar juga dari ruang makan.
"Terima kasih Bi, eh Mbak Indahnya kemana Bi?" ucapku sambil menanyakan non-majikannya.
"Mungkin ke kamar Mas." jawab bibi.
"Silahkan diminum Mas." lanjut bibi, gue mengangguk dan bibi pun kembali ke dalam.
Gue hendak beranjak dari tempat duduk gue untuk menyusul Indah ke kamar, ketika Indah muncul sambil membawa sebuah buku, bolpoin dan dompet.
"Mas, temenin Indah yuk beli perlengkapan buat tugas MOS besok." kata Indah ketika sudah duduk di salah satu kursi di depan gue.
"Iya, coba Mas lihat apa aja yang mau dibeli." Indah pun menyerahkan buku catatannya.
Setelah gue membaca daftar barang yang akan dibawa besok, gue pun bertanya.
"Apa semua ini harus di beli?"
Indah menjawab, "Tidak semua, kalau kacang hijau dan gula merah sepertinya masih ada di dapur. Tadi Indah sudah cek."
"Oke yuk kita jalan sekarang, biar tidak terlalu sore. Tau tempatnya kan?" tanyaku lagi sambil melirik jam.
"Kita jalan kaki saja. Ke toko sembako dekat gerbang kok."
Gue mengangguk dan bangkit lalu kami pun berjalan keluar dari rumah.
Untunglah toko yang dimaksud tidak terlalu jauh. Untung yang kedua semua yang dibutuhkan ada semua di toko itu juga. Akhirnya kami berjalan kaki kembali ke rumah Indah.
Sesampai rumah, Indah menyuruh gue menunggu di ruang tamu. Katanya dia mau mengambil peralatan di kamar. Gue pun menghabiskan teh yang masih tersisa ketika gue tinggal sebentar.
Gue pandangi Indah yang sedang menyiapkan perlengkapan untuk MOS. "Cantik" gumam gue dalam hati. Cemilan yang tadi gue beli di minimarket pun mulai tandas. Indah tidak mau gue bantu. Katanya cukup mudah dan dia bisa menyiapkan sendiri. Ya sudah gue cuma memandangi saja sampai Indah selesai.
"Selesai!" seru Indah sambil meregangkan tangannya ke belakang.
Hingga gue bisa melihat dadanya yang membusung. Dan tercetaklah di sana hmmm.
"Kyaaakkk!" teriak Indah sambil melotot ketika menyadari pandanganku ke itunya yang tidak teralihkan.
"Dasar omes!" sembur Indah lagi sambil menutupi bagian dadanya dengan kedua tangannya.
"Ada apa mbak?" tanya bibi yang tergopoh-gopoh keluar ketika mendengar teriakan Indah yang memang memekakkan telinga.
"Mmmm tidak ada bi. Cuma kaget tadi." Jawab Indah sedikit malu sambil melihat wajah gue yang memelas seolah berkata "Please, jangan ember!"
Bibi pun undur diri ke belakang.
"Maaf." bisik gue kemudian setelah bibi menghilang.
Indah pun mengangguk malu-malu.
"Tapi, lumayan ada pemandangan gratis...."
Bukkk!
Tiba-tiba perut gue terasa sakit mendapat pukulan telak Indah. Wah besar juga tenaganya ya.
Indah pun melotot lalu mengangkat tangannya menutupi mulutnya karena menahan tawa.
"Eit, ternyata istriku bisa jail juga ya." celetuk aku menggoda kembali.
Indah melotot lagi dan hendak memukul gue lagi, tapi buru-buru gue peluk dia.
"Maafin gue ya, sakit juga nih perutnya." bisik gue di telinga Indah.
Yang dibisiki, kepalanya bergerak sedikit mencoba menjauh dari mulutku. Mungkin kegelian.
"Pulang dulu ya, kamu kan perlu istirahat. Besok aku jemput lagi ok" akhirnya gue pamit dan melepaskan pelukan gue.
"I-i-i ya hati-hati di jalan ya Mas. Salam buat Mama-Papa Mas."
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Kyaak!
Teen FictionRomansa SMA Menikah dengan Ketos SMA nya. Apakah ada cinta di antara keduanya?