Cinta dalam Hati

285 5 4
                                    

Namaku 'Karina Pertiwi'. Aku baru duduk di kelas XII SMK di sekolah swasta jakarta. Aku mengagumi seseorang, dia adalah teman sekelas dari MOS hingga kelas XI. Namanya 'Aldi Putra'. Orangnya tampan, pintar, tapi dingin. Dia murid yang pintar di jurusanku, bahkan dia selalu mendapat peringkat pertama di kelas. Saat pertama aku bertemu dengannya, aku tidak suka karena dia terlalu dingin di kelas. Tapi entah kenapa, aku mengaguminya dengan segala kelebihannya dan sikap dinginnya.

"Tiwi. Kamu udah denger belum, kalo Al baru putus?" Kata sahabatku, Renata.

Deg... Deg... Deg.... Jantungku rasanya berhenti berdetak saat mendengar berita tersebut.

"Alhamdulillah, aku punya kesempatan." Teriakku dalam hati.

"Masa? Kamu tahu darimana gosip itu?" Tanyaku pura-pura tak terkejut. Padahal aku sangat senang, bukan maksudku untuk bersenang-senang di atas perderitaan orang.

"Tiwi! Aku tahu kamu suka sama dia dari lama, tapi jangan datar-datar aja dong." Keluh Rena sambil cemberut.

"Terus aku harus gimana? Masa iya aku harus nari-nari atau teriak gitu?" Tanyaku pura-pura polos.

"Huft... Kamu mah nggak asik." Rena semakin cemberut dan pergi meninggalkanku.

Setelah memastikan Rena pergi dan menghilang dari pandanganku, aku senyum-senyum sendiri seperti orang gila. Aku tak peduli banyak siswa yang melihat tingkahku. Aku senang, sangat.

"Lagi senang, ya" Tanya Al. Membuatku tersentak dan berhenti tersenyum.

"Hah? Kamu ngomong sama aku?" Tanyaku bingung. Sambil menengok kanan-kiri, takut dia bicara dengan yang lain.

"Iya lah, emang sama siapa lagi?" Tanyanya sambil mengerutkan alis.

"Serius, dia ngomong sama aku? Ya Allah, mimpi apa aku semalam. Sampai dia ngomong sama aku?" Teriakku dalam hati. Aku senang sekali.

"Yah, diajak ngomong malah bengong." Katanya heran, dan berlalu meninggalkanku yang masih asyik dalam diam.

Aku menatapnya yang pergi menjauh. "Kenapa dia pergi, ya? Aneh." Bisikku heran melihat tingkahnya. Aneh memang, karena dari MOS sampai sekarang kelas XI, kami belum pernah bertegur sapa. Padahal kami selalu sekelas. Dan baru kali ini dia menegurku. Itu membuatku makin tersenyum lebar. Lama-lama aku benar-benar gila.

= = =

Esok harinya, aku bertemu dengannya di lorong sekolah. Dia melempar senyum padaku, senyumnya sangat manis. Berbeda dari biasanya, karena senyum itu ia tunjukkan padaku. Dan itu sukses membuat jantungku memompa dengan cepat.

"Hai..." Sapanya ramah.

"Ha... Hai juga, Al." Balasku dengan gugup dan menunduk malu.

"Hmm... Kayaknya kamu lagi seneng banget dari kemarin, ya?" Tanyanya dengan senyum yang masih sama.

"Iya, aku seneng banget."

"Seneng kenapa? Nggak mau bagi-bagi?"

"Emang kamu lagi nggak seneng?" Tanyaku.

Al hanya menggelengkan kepala. "Ya iya lah, kan dia abis putus. Mana bisa seneng." Runtukku dalam hati.

"Lagi sedih aja senyum kamu manis, apalagi kalo kamu seneng, yang ada bikin orang diabetes." Candaku untuk mencairkan suasana yang sedikit canggung.

"Kamu bisa aja." Dia terkekeh mendengar candaanku.

"Ternyata kamu asyik juga, ya. Kirain gitu kamu bakal cuek kalo sama orang yang nggak kamu kenal." Ucapku tak terkontrol. Aku langsung menutup mulutku. Sungguh aku malu.

Sepenggal Kisah (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang