Hari itu, entah kenapa langit kota Enpisi tak secerah biasanya. Seolah ada kegelapan yang menyelubungi atmosfer kota, suasana mencekam, dingin dan sunyi kental terasa. Padahal hari itu ada perayaan besar di rumah Wali kota, perayaan ulang tahun putri bungsunya yang ke-17. Matahari senja yang biasanya terlihat indah, kala itu terlihat menyeramkan karena langit tak lagi berwarna jingga melainkan merah darah.
"Apa kau merasakan apa yang aku rasakan?" tanya Navy pada Egha yang asyik merias dirinya.
"Hmm ... apa kakak juga merasakan ada yang aneh dengan hari ini? Jujur saja, aku takut." Egha menatap lekat wajah sendunya dalam cermin.
"Tenanglah! Semua akan baik-baik saja. Hari ini hari bahagiamu, seharusnya kita bergembira!" Navy berusaha menenangkan adik cantiknya itu, walau sebenarnya tersimpan rasa takut yang sama.
Egha dan Navy tiba di halaman rumah mereka, di sana tamu undangan sudah berkumpul saling bercengkrama. Ada yang menikmati cocktail, ada yang menyesap cerutu, ada yang menikmati lasagna dan hidangan lainnya, juga ada yang asik bersenda gurau. Hanya ada satu yang terlihat aneh dan asing, sosok wanita bergaun hitam yang tengah memandangi mereka. Wanita itu terlihat dingin, kejam dan menyeramkan, siapa gerangan wanita itu? batin Egha.
"Egha, kemarilah! Acara segera dimulai, Navy ... buka acaranya!" pak Wali kota menyuruh kedua putrinya untuk melaksanakan tugas masing-masing. Navy sebagai pembawa acara dan Egha bersiap memotong kue ulang tahunnya.
Acara dibuka dengan menyanyikan lagu 'happy birthday' untuk Egha, "Happy birthday Egha, Happy birthday Egha ...." begitu seterusnya seluruh tamu undangan bernyanyi untuk Egha.
"Sekarang waktunya make a wish ...." Egha tengah bersiap-siap memanjatkan do'a begitupun seluruh hadirin sudah menengadahkan tangan mereka. Hening ... tak ada suara, semua orang hanyut dalam do'a mereka. Tiba-tiba ada kilatan-kilatan cahaya petir dan langit semakin menghitam tertutup mendung.
"Badai!!! Ini bencana!!!" teriak seorang warga yang diikuti riuh suara lainnya. Semua orang berlarian kalang-kabut hendak menyelamatkan diri masing-masing tak terkecuali Egha dan Navy.
"Egha!! Navy!! Kemari, nak!" pak Wali kota melambaikan tangan pada kedua putrinya, dan tiba-tiba saja wanita misterius yang sempat mengundang kecurigaan mereka berdiri tepat di depan mereka.
"Siapa kamu? Apa maumu?" tanya Egha, menantang.
"Hahahaha ... kau tak mengenalku gadis cantik? Mungkin dia mengenalku," kata wanita misterius itu sembari menunjuk pak Wali kota.
"Egha!! Navy!! Lari sekarang!" seru pak Wali kota.
"Tapi Ayah ...."
"Lari!!!" Egha dan Navy berlari sekuat tenaga meninggalkan halaman rumah mereka, sedangkan pak Wali kota berusaha menahan si Wanita misterius itu dengan tubuhnya. Egha berlari dengan terus melihat kearah ayahnya, dan betapa terkejutnya saat ia mendapati sang Ayah disihir menjadi tanaman pagar oleh wanita misterius itu.
"Ayah!!" teriak Egha ketakutan. Wanita itu melihat ke arah mereka sambil menyeringai. Menyadari bahwa dirinya dan Egha dalam bahaya, Navy menarik lengan Egha begitu kuat dan berlari menuju seekor kuda putih di depan gerbang rumahnya.
"Egha, cepatlah! Kita harus bisa menjauh dari wanita keji itu."
"Tapi, Kak...." Egha kembali memandangi Ayahnya yang tersihir sementara Navy susah payah menyeretnya. Maskaranya luntur seiring air matanya mengalir. "Maafkan aku, Ayah," ucapnya pelan.
Mereka telah sampai di gerbang, dengan Navy cekatan naik ke punggung kuda putih. "Sudahlah, Egha. Cepat naik!" Navy membantu Egha yang kesulitan naik lalu memacu kudanya dengan kencang melewati hutan terlarang agar dapat bersembunyi. Sesekali mereka menengok ke belakang memastikan wanita misterius tadi tidak mengejar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enpisi Town: The City Beyond Imagination
Short StorySelamat datang di Kota Enpisi. Kota di mana keajaiban sering terjadi. Kota di mana kisah selalu diproduksi. Kota di mana ribuan kejadian menghiasi hari. Selamat datang di Kota Enpisi. Siapkah kalian berpetualang di dunia kami?