Setiap masa panen kapal-kapal dengan berbagai bendera selalu ramai bersinggah untuk memborong biji kopi terbaik ini, tidak heran kalau pada akhirnya banyak penduduk lokal yang memilih untuk menggantungkan hidupnya pada budidaya kopi.
Kopi menjadi komuditas ekspor utama. Layaknya darah yang mengalir dalam tubuh, kopi juga ikut mengalir dalam nadi kehidupan masyarakat Enpisi. Dari mereka yang duduk bersila menanti hasil, hingga mereka yang harus membanting tulang tanpa pernah menyicip hasil.
Disela-sela sibuknya aktifitas pelabuhan terlihat sebuah kapal dengan bendera Britania, seorang bangsawan inggris yang dikawal ketat oleh tentara berperalatan lengkap membuat semua orang tercengang.
Ketika kapal tersebut berhasil bersender di dermaga, sebuah tembakan dilayangkan ke arah langit. Sontak seluruh warga yang berada di dermaga tersebut berhamburan dan membentuk barisan di sisi kanan maupun kiri. Mengosongkan jalan untuk bangsawan itu lewati.
Dengan angkuhnya bangsawan itu melangkah, diiringi oleh pengawal dan beberapa bangsawan lain. Dagunya ia angkat ke atas dengan tangan kanan memegang tongkat kayu hitam.
Bangsawan itu menghisap cerutu dari tangan kanannya, kemudian hembuskan asap dari cerutu itu sebelum berucap,"Jadi ini kota Enpisi yang tersohor itu, eh?"
Tak ada yang menjawab. Ia mulai geram. Gigi-giginya menggerutuk. Dengan langkah angkuh yang dipenuhi amarah, bangsawan itu lantas berjalan ke arah penduduk di sebelah kiri. Ia menunjuk salah satu penduduk, berkata dengan nada kasar, "Katakan padaku, apa benar ini kota Enpisi yang tersohor itu?"
Salah seorang penduduk yang ditunjuk itu terdiam, ia tidak mengerti dengan apa yang ditanyakan oleh bangsawan itu. Tentunya karena perbedaan bahasa.
"Aaargh! Bodoh!" Bangsawan itu menendang penduduk itu hingga tersungkur. Membuat penduduk lain bergidik ngeri.
"Iya! Ini Enpisi!" Seorang pemuda datang dan menjawab pertanyaan bangsawan itu dengan lantang. Membuat bangsawan itu menyerigai puas sembari menepuk kedua tangannya.
"Hebat, kupikir tidak akan ada yang mengerti bahasaku. Ternyata aku salah," bangsawan itu kembali berucap, namun kali ini menggunakan bahasa yang lazim digunakan penduduk Enpisi.
"Apa maumu?"
"Bisa kau tunjukkan aku siapa pemilik kebun kopi yang sangat terkenal itu?"
"Tentu saja, Tuan ...," kalimat pemuda itu terhenti sampai bangsawan itu menyebut namanya. "Tuan Brandon."
Hanya sebagian kecil dari kerumunan itu yang mengikuti ke mana perginya pemuda itu menggiring para bangsawan tadi, pelabuhan pun kembali sibuk seperti sedia kala.
Mereka sampai di depan kedai kopi yang tak jauh dari dermaga. Bangunannya terbuat dari kayu jati tanpa cat yang muluk-muluk dan atapnya berhiaskan sebuah cerobong yang dengan gagah mempertontonkan tarian asap kebanggaannya. Cukup besar untuk disebut sebagai kedai, namun entah kenapa warga sana tetap ngotot menyebutnya demikian.
"Kami selalu memperlakukan calon pembeli dengan adat tersendiri," jelas pemuda yang bertugas menunjukkan jalan, kilatan rambut hitamnya terlihat agak hijau setelah kepalanya memaling dan tersua dengan mentari.
Setelah mendengar ucapannya, para bangsawan itu lalu memerintahkan pengawalnya untuk menunggu saja di luar. Kedatangan mereka disambut oleh pemilik kedai yang dengan cepat menuntun mereka untuk menaiki tangga. "Di sini untuk menikmati. Jika datang untuk berbisnis kau harus ikuti aku ke lantai dua."
Mereka lalu berbondong-bondong melalui tangga rapuh itu, di ujung anak tangga terdapat sebuah meja panjang yang penuh dengan cangkir.
"Seperti yang kalian lihat, banyak perkebunan kopi di sini. Karena rasanya tidak jauh berbeda, agar semua punya peluang yg sama maka beginilah prosedurnya," terang lelaki paruh baya itu sembari menuangkan banyak kopi ke cangkir berbeda. Benda-benda kaca itu memiliki simbol berbeda tiap gelasnya, masing-masing mewakili lambang keluarga dari tiap-tiap pemilik kebun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enpisi Town: The City Beyond Imagination
Short StorySelamat datang di Kota Enpisi. Kota di mana keajaiban sering terjadi. Kota di mana kisah selalu diproduksi. Kota di mana ribuan kejadian menghiasi hari. Selamat datang di Kota Enpisi. Siapkah kalian berpetualang di dunia kami?