Bunyi rem berdecit memecah kesunyian kompleks itu. Gracelina melihat ke luar kaca mobilnya dan membatin, sepi juga kompleksnya.
Inilah kota Enpisi, tempat di mana ia tinggal kini. Keluarganya harus pindah ke sini karena mahalnya harga di kota lama mereka. Dengan lapang dada, Gracelina menerima keputusan itu. Walaupun, dia sedikit takut ketika mendengar teman-temannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang misterius di kota ini.
Mobil mereka berhenti di depan rumah sederhana bercat putih. Kedua orang tua Gracelina turun membawa barang-barang mereka. Gracelina pun melakukan hal yang sama; dia membawa barang-barangnya sendiri dan masuk ke rumahnya.
"Kamarmu di bagian belakang, Nak," seru ayahnya.
"Baik, Yah. Gracel ke kamar dulu." Gracelina pun berjalan ke arah kamarnya.
Gracelina melihat ke sekelilingnya. Rumah ini tipe townhouse yang cukup menarik. Rasanya nyaman untuk ditinggali dengan tembok warna cream dan lantai kayu. Mungkin perpindahan ini tidak terlalu buruk.
Meskipun sebenarnya, sejak memasuki kota ini, perasaannya mulai tak enak. Gracelina termasuk anak yang berani, jadi perasaan tak enak itu dengan mudahnya dia singkirkan.
Mungkin hanya firasatku saja, batinnya.
***
Gracel mengenggam tali ranselnya dengan gugup. Bukan kegugupan sebagai murid baru yang membuatnya begini, namun tekanan yang ia rasakan.
Semua orang menatapnya dengan dingin dan kaku, seakan tak mengingini kehadirannya di sekolah ini. Tatapan mereka terasa asing dan mengusik. Gracel sedikit bergidik, tapi ia buru-buru mengalihkan pikiran aneh itu.
Setelah masuk ke dalam kelas, Gracel mencari posisi bangku yang paling aman. Dia memilih bangku paling pojok dekat jendela. Mungkin untuk saat ini, tempat inilah yang paling baik.
"Morning, Fellow!"
"Morning, Sir!"
Suara mereka datar, seperti tanpa nyawa. Gracel mengangkat sebelah alisnya. Ada apa dengan mereka?
"Murid baru, maju dan perkenalkan dirimu." Pria itu punya nametag bertuliskan 'Hayden Anderson' di bajunya.
"Morning, all. Saya Gracelina dari kota Oldfield. Saya tinggal di Enpisi Street blok 20, tak jauh dari sekolah ini."
Tepuk tangan ringan yang datar menggema dalam ruangan.
"You may sit," perintah Hayden.
Gracel duduk dengan perasaan bingung berputar-putar dalam hatinya. Ada apa dengan mereka?
Ditambah lagi, Gracel terus memerhatikan seorang anak di diagonal kiri depan mejanya. Berkepang dua, dan menatapnya lekat-lekat. Tapi sorotnya berbeda dengan orang-orang di lorong.
Gracel melempar senyum kikuk, namun anak itu mengangkat alis kanannya dan membuang mukanya.
Pelajaran di sekolah ini lebih sulit dibandingkan dengan sekolah lamanya. Hal tersebut membuat Gracel lebih gigih belajar. Berulang kali Gracel terlihat mencoret-coret buku tulisnya dengan rumus yang tidak dia pahami.
***
Kring!!
Bel pulang sekolah berbunyi, Gracel segera membereskan alat tulisnya. Dia sangat ingin keluar dari kelas penuh aura menakutkan ini.
"Hey, Murid baru!" seru gadis berkepang dua.
"Ada apa?" tanya Gracel.
"Aku Kattyln Adefa, panggil saja Kate. Pulang bersama? Ada hal yang perlu kau ketahui tentang sekolah ini," kata gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enpisi Town: The City Beyond Imagination
ContoSelamat datang di Kota Enpisi. Kota di mana keajaiban sering terjadi. Kota di mana kisah selalu diproduksi. Kota di mana ribuan kejadian menghiasi hari. Selamat datang di Kota Enpisi. Siapkah kalian berpetualang di dunia kami?