#4 (Kejutan Darimu)

996 36 4
                                    

Di ruangan kelas bercat merah putih, Dona berdiri dekat papan tulis, di depannya banyak anak kecil yang sedang duduk memerhatikannya, terlihat di luar Lintar melambaikan tangan kepadanya.

Tunggu sebentar, ya, adik-adik, Kakak mau keluar dulu."

"Iya, Kak ...." Serempak semua anak berteriak.

Dona bergegas menghampiri Lintar yang berada di luar.

"Aku kira kamu enggak akan datang."

"Mana mungkin aku ingkar janji." Dona tersenyum mendengar jawaban yang keluar dari mulut Lintar.

"Ayo kita masuk!" Perempuan anggun itu menggenggam tangan kanan Lintar lalu menariknya.

"Kak Lintar .... Kak Lintar .... Kak Lintar ...." Semua anak-anak bersorak gembira melihat Dona kembali masuk kelas bersama Lintar.

"Karena Kakak Lintar sudah datang, kita sekarang belajar bernyanyi." Dona berkata begitu semangat. Semua anak-anak pun bersorak.

Dona berjalan menghampiri piano yang ada di pojok dekat dengan papan tulis. Tangannya telah siap untuk memulai memainkan melodi. Alunan nada-nada terdengar begitu ceria, bila orang mendengarnya membuat orang tersebut ingin menari-nari.

Lintar mulai menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan semua anak-anak mengikutinya.
Begitu lagu selesai dinyanyikan, semua anak-anak bersorak. Lintar melirik ke arah Dona, perempuan itu pun tersenyum kepadanya.

Tak terasa pelajaran tambahan telah usai, semua murid SD dijemput oleh orang tua mereka masing-masing ada seorang anak laki-laki sedang menangis.

"Hey .... Rizal, kok, nangis?" Dona membungkukkan badan bertanya kepada anak itu.

"Mamah kenapa belum datang?" Anak itu terus menangis dengan tangan kanan menutup matanya.

"Rizal tenang saja, Mamah pasti kesini." Dona tersenyum lalu mengelus-elus rambut anak itu. " Itu Mamah datang!" ujar Dona.

Baju Ibu Rizal sedikit basah kuyup, dia menggenggam sebuah jas hujan dan payung yang terbuka di tangannya.

"Ayo pakai ini." Ibu Rizal mencoba mamakaikan jas hujan itu kepada anaknya.

"Enggak mau!" Mamah lama datang kesini." Rizal menghindar dan berteriak kepada ibunya.

"Mamah tadi ke rumah bibi dulu, pinjam jas hujan untuk Rizal." Rizal pun perlahan mendekat, Ibunya tersenyum, lalu memakaikan jas hujan itu kepada anaknya.

"Maaf, ya, Mbak Dona, Mas, sudah merepotkan." ujar Ibu Rizal. Dona dan Lintar pun tersenyum.

"Lihat mereka, Ibunya tidak mau anaknya terciprat air hujan, dia rela mencari dulu jas hujan untuknya." Dona berkata sambil melihat ibu dan anak itu pergi bersama. Tangan kiri Ibu Rizal memegang payung sedangkan tangan kananya memegang pundak anaknya. Mereka berjalan di tengah hujan deras.

"Aku ingin tahu, kenapa kamu suka sekali mengajar nak-anak?" tanya Lintar.

"Setelah dewasa pundak mereka akan memikul tanggung jawab besar. Aku takut ... jika kita melupakan kebutuhan akan pendidikan moral mereka, saat dewasa nanti moral mereka akan rapuh." Lintar tersenyum mendengar jawaban Dona.

"Sebaiknya kita duduk dulu menunggu hujannya reda." Dona berjalan menghampiri kursi panjang yang ada di dekatnya. Lintar yang tadi membawa payung tidak berani mengajak Dona mamakai payung itu bersama-sama, akhirnya Lintar pun ikut duduk di sebelah Dona. Mereka berdua melihat pemandangan lapangan upacara yang ada di depannya basah diguyur hujan yang sangat deras.

"Terima kasih, ya, sudah membantuku." Dona berbicara sambil memperlihatkan senyum manisnya. "Oh, iya, aku hampir lupa, kali ini aku punya kejutan untukmu." Dona mengambil sesuati dari tas, kemudian menyembunyikannya di balik punggung, supaya Lintar tidak bisa melihat barang yang tadi dia ambil. Pemuda berponi itu pun mulai merasa penasaran.

"SELAMAT ULANG TAHUN!" Dona memperlihatkan sebuah kado. Wajah Lintar nampak bahagia. Dia tidak menyangka sahabatnya akan memberinya sebuah hadiah.

"Ayo buka!"

Lintar mengambil kado dari tangan Dona lalu membukanya, ternyata isinya adalah kue tar berukuran kecil. Dona kemudian mengambil sesuatu lagi dari tasnya, tiga buah lilin ditancapkan di atas kue, lalu Dona menyalakan api di lilin-lilin itu.

"Cepat berdoa, lalu tiup lilinnya!"

Lintar tersenyum, dia mulai memejamkan mata bersiap untuk berdoa. "Semoga .. perempuan yang duduk di sebelahku ini ... bisa MENCINTAIKU." Perlahan Lintar membuka mata, dia melihat Dona tersenyum menatap dirinya, kemudian Lintar pun meniup api yang menyala di pucuk-pucuk lilin.

Dona nertepuk tangan, merasa senang perayaan kecil yang dibuatnya telah berhasil. Tiba-tiba Dona berteriak, memejamkan mata dan menutup telinganya dengan kedua tangan karena kaget mendengar suara petir.

Perlahan perempuan itu kembali membuka mata, dia melihat Lintar manjatuhkan kue yang dipegangnya ke lantai. Kedua tangan pemuda itu memegang dada, seperti manahan rasa sakit.

"Kamu kenapa Lintar? tanya Dona mulai merasa panik.

Jantung Lintar berdetak sangat cepat. Hujan begitu deras, angin berhembus semakin kencang, suara petir kembali terdengar. Refleks Dona menundukkan kepala, memejamkan mata sambil menutup telinga kembali. Ledakan petir yang terdengar kali ini begitu jelas terngiang.

Seorang lelaki berpakaian serba hitam tengah berdiri kehujannan di tengah lapang. Lelaki itu menatap Lintar dengan mata yang menakutkan. Lintar merasa aneh dengan sososk itu, karena tiba-tiba muncul bersamaan dengan datangnya petir. Lintar pun memutuskan untuk menghampiri lelaki itu. Dia berjalan perlahan, kedua tangannya masih memegang dada, menahan rasa sakit. Semakin lama jantung Lintar semakin berdetak kencang.

Dona yang dari tadi menundukkan kepala, sekarang mulai membuka mata, dia melihat Lintar sudah tidak ada di sisinya. Dona pun melihat ke arah lapang. Ternyata Lintar sedang berjalan perlahan menuju ke tengah lapang, seluruh badan sahabatnya basah kuyup.

Dona berdiri, "Kamu mau ke mana?!" Suara hujan yang sangat deras mengaburkan terikan Dona.

Lintar memfokuskan penglihatannya kepada sosok yang berada di depannya. Dia melihat dengan jelas wajah lelaki itu sangat mirip dengan dirinya. Lintar pun mencoba menyentuh wajah lelaki itu dengan tangan kanan, tapi lelaki itu menghentikannya dengan memegang tangan Lintar, lalu menempatkannya di dada lelaki itu. Dona melihat sinar cahaya melesat cepat dari arah langit menuju sahabatnya. Kembali terdengar suara ledakan petir yang sangat keras. Petir itu menyambar ke arah Lintar.

PSIKOLOGIS:  Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang