#10 (Amarah)

43 4 0
                                    

Setelah tiba di depan rumah Lintar, Guntur menutup mata seperti memikirkan sesuatu. Tiba-tiba terdengar suara petir yang sangat keras. Rintik hujan mulai turun. Guntur membuka mata, seolah-olah tadi alam telah mengatakan sesuatu kepadanya.

"Aku harus melakukannya malam ini."

Guntur membuka pintu. Di dalam rumah, ayah dan ibu Lintar sudah menunggunya, mereka berdua duduk di kursi, sedangkan Lintar yang menjadi arwah berdiri di dekat ibunya dengan wajah sedih. Suasana di rumah itu begitu hampa.

"Kenapa kamu pulang terlambat sekali?" sapa ibunya memecah keheningan.

Mulut Guntur masih tertutup rapat, matanya melirik ke arah ayahnya yang menundukkan kepala sambil mengepalkan kedua tangan. Guntur tersenyum kecut, lalu berjalan menuju kamar tanpa berkata sepatah kata pun.

"Mungkin dia capek mau istirahat," ucap ayah Lintar.

"Tanganmu kenapa gemetar?" tanya istrinya.

Pria berkacamata itu menjawab terbata-bata beralasan jika ia kedingan.

"Sebaiknya kita tidur," ayah Lintar buru-buru pergi ke kamar di ikuti istrinya.

Lintar merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh ayahnya. Lintar pun ikut masuk ke dalam kamar orangtuanya.

"Mengapa aku menjadi pengecut seperti ini," ayah Lintar berkata dalam hati begitu kesal.

"Ayah!" ujar Lintar.

"Sebetulnya apa yang terjadi dengan Lintar?" sekarang giliran ibunya.

Lintar menutup telinga, pergi ke kamarnya menembus tembok.

"Sejak tadi sore Ayah dan Ibu terus duduk di kursi menunggumu pulang, tapi kenapa tadi kamu langsung masuk kamar tanpa menyapa mereka terlebih dahulu?" ujar Lintar melampiaskan amarahnya.

"Yang mereka tunggu bukan aku, tapi kamu!" jawab Guntur.

"Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dariku? Dari tadi aku mendengar suara hati Ayah, dia terus menyebut nama Guntur dalam hatinya."

"DIAM!" Bentak Guntur. Teringat dalam pikiran Guntur, ayah Lintar sedang mengubur seorang bayi laki-laki di tengah hujan deras. Guntur tertawa sendiri seperti orang gila. Kemudian dia memandang Lintar dengan mata penuh kebencian.

"Memang benar, kalian harus membayar dosa-dosa kalian. Dengan tanganku sendiri!"

Guntur mengambil pisau yang diselipkan di saku belakangnya. Dia berjalan mendekati Lintar, pemuda berponi itu mundur kebelakang, tapi tubuhnya menembus tembok. Lintar baru menyadari bahwa dia adalah arwah yang mungkin pisau tidak akan mempan kepadanya. Guntur membuka pintu kamar, dia berjalan menuju kamar orangtua Lintar.

"Tidak. Apa mungkin dia akan membunuh Ayah dan Ibu?" Lintar menggeleng-gelengkan kepala.

PSIKOLOGIS:  Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang