Tiga belas.

1.6K 104 4
                                    

Sorry for any typo(s)
Enjoyy x

6 November 2015

Sesuai rencanaku kemarin, aku akan mulai ber-modus-modus ria di kelas sebelah mulai hari ini.

Aku melangkahkan kaki menuju ruang makan dimana Ibu sedang membuatkan roti isi untuk ku.

Kuraih segelas susu di tepi meja, dan sedetik kemudian gelas itu sudah kosong. Ibu menggeleng pelan dan menatapku sambil tersenyum.

"Tumben langsung abis. Buru buru banget. Emang ada apa di sekolah? Hm?" Tanya nya sambil menyodorkan roti isi padaku.

"Gak ada apa apa kok bu. Emang salah ya? Kalo aku semangat gini?"

Tanpa menunggu jawaban ibu, aku langsung melahap habis roti isi yang telah ia buat dan segera beranjak menuju mobil, memutuskan untuk menunggunya disana.

Aku mendaratkan bokongku di atas jok mobil. Karena cukup lama menunggu, pun aku pasangkan earphone pada kedua telingaku. Alunan lagu Chasing Pavements dari Adele mulai merasuki indra pendengaranku.

Lagu ini sungguh membuatku mengingat perjuanganku selama tiga tahun belakangan ini.

Tentang bagaimana dilemanya aku saat memutuskan haruskah aku berhenti berharap? Haruskah aku menyerah? Atau haruskah aku tetap berharap dan terus berjuang?

Should I give up, or should I just keep chasing pavements.

Kebanyakan orang di luar sana mungkin akan memilih untuk menyerah dan berhenti berharap.

Maksudku, siapa yang akan tetap bertahan saat orang yang ia cintai tak pernah melihatnya sedikit pun?

Siapa yang ingin terus berjuang saat perjuangannya selama tiga tahun tidak ada satupun yang dihargai?

Siapa yang ingin terus berjuang saat cinta nya selama tiga tahun tidak pernah terbalaskan?

***

Aku tengah berdiri di samping pintu kelas XI IPA 4 sekarang,  mencari cari sosok Farha yang tak kulihat batang hidungnya sejak tadi pagi.

Apa ia tidak masuk ya?
Tapi kenapa tidak mengabariku?

Aku terus celingak celinguk sampai kurasakan seseorang menepuk bahuku.

"Farha gak masuk hari ini. Lagi sakit katanya. Lo nyariin dia kan?" Ucapnya agak santai walaupun matanya yang tajam menatapku intens. Seakan akan memaksa untuk membaca sorotan mataku.

"Eh, nggak kok. Gue nyariin lo!" Sahutku refleks. Sungguh, ini refleks.

"Gue? Gue salah apa sama lo?" Reynand mulai nyolot.

"Gak. Lo gak salah apa apa kok. Gue cuma mau minta tolong" gue mencoba menenangkan Reynand, memberi sorotan keyakinan pada matanya.

"Oh gitu. Lo bilang dong dari tadi. Lo mau minta tolong apa? Gue gak janji ya, bisa bantu apa nggak." Ia tertawa sedikit, disusul menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Lo kan jago kimia, gue mau minta tolong bantuin gue beresin tugas" ucapku agak takut.

"Yaudah, sini coba gue liat" ucapnya sambil menarik buku ku.

"Bagian mana yang lo gak tau?" Tanyanya , menoleh dengan wajah serius padaku.

"Semuanya Rey." Jawabku menunduk karena malu.

"Serius? Lo gak tau semuanya? Anjir Din-Eh sorry, gue..gue gak maksud. Kalo lo mau gue jelasin dari awal ga cukup waktunya Din. Tugas lo dikumpul kapan?"

"Minggu depan sih."

"Yaudah, nanti gue atur waktunya ya. Kita bisa belajar bareng. Tempatnya terserah lo aja"

Alhamdulillah, misi berhasil.

"Oke." Bodohnya aku memperlihatkan wajah tak tahu apa apa seperti itu. Kurasa naluri sebagai cewek nerd sudah kembali pada diriku.

Reynand mengangguk mantap, ia mengembalikan buku ku lalu tersenyum ramah. Senyum yang cukup jarang dikeluarkan oleh sosok dingin nan cuek layaknya Reynand.

Kau tau rasanya saat beribu ribu kupu kupu beterbangan di perutmu? Tidak. Ini bukan lagi ribuan kupu kupu melainkan ratusan. Oh mungkin jutaan.

Aku berjalan kembali menuju kelasku, samar samar kudengar suara teriakan teman teman Reynand, tapi aku tidak peduli.

Satu satunya hal yang harus kupeduli untuk saat ini adalah,

Aku harus terus berjuang, tak peduli bagaimana akhirnya.

I should just keep chasing pavements.

A/n
Double update xx
Much love.

Unrequited Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang