Chapter 3

227K 8.7K 106
                                    

[Note : kata-kata selama dicerita ini memang tidak baku, karna di sesuaikan sama bahasa remaja sekarang. Tapi tenang aja, enggak ada loe-gue.]







"Stuck in the moment"

Aku turun setelah menelepon pada Cody McKnight -pacarku yang keren banget dan ganteng banget- untuk datang ke apartementku karna butuh bantuan untuk menjaga toko bunga Selena karna Jason dan Kylie sudah harus kuliah pukul 2 siang ini, sementara Selena akan memasakan sesuatu untukku.

Menuruni tangga, kulihat si rambut merah sedang bersenandung sambil mengaduk sesuatu yang ada di kattle.

"Cody akan datang kesini dan membantuku menunggu toko bungamu." Ucapku lalu duduk di depan meja bar.

"Ray akan datang ke toko bungaku, mencariku." Ucapnya lalu kembali bernyanyi dengan lirik tersirat.

Aku tertarik, "Untuk apa dia datang?"

"Meminta maaf, dan katanya akan bertanggung jawab." Selena mengangkat spon penggorengan dan mencoba masakannya, "Aduh, ini terasa seperti ganggang laut." Gumamnya seolah aku tidak ada.

Aku belum pernah melihat Ray, tapi kata Selena dia tinggi, berambut hitam, bermata hijau manik-manik, dan ganteng. Seperti tokoh-tokoh cowok dalam novel fantasi.

"Lantas, kenapa kau tidak mau jaga toko?" Tanyaku.

Dia melihatku lalu menyeringai jahat, "Beri aku kejutan, Em. Kurasa kau pernah cerita bahwa kau pernah ikut latihan gulat di sekolah menengah." Kembali melihat kattle.

Gulat? Ray?

Aku menyeringai juga, "Oh, boleh. Aku akan buat dia kapok pernah memutuskanmu." Ucapku.

"Setelah itu beritahu dia dimana aku, itupun kalau dia masih ingin menemuiku."

Kami tertawa.

Aku dan Selena sudah sepakat kami akan membesarkan anaknya berdua, dan dia sudah menelepon ibunya yang di California bahwa dia hamil dan ibunya tidak bilang apa-apa. Selena punya cukup uang untuk membesarkan anaknya sendiri.

Aku tidak habis pikir kenapa dia bisa hamil? Apakah tidak pakai pengaman? Aku pernah tidak pakai pengaman, tapi Cody tahu batasannya. Selena bilang berkali-kali bahwa mereka terlalu membara dalam cinta, dan lupa diri, malah mengejekku kalau aku tidak benar-benar menyukai Cody. Tidak ada sangkut pautnya sama sekali.

Bel berbunyi disusul suara di interkom berbunyi, "Pizza panas datang."

Aku mengernyit, "Kau pesan pizza?" Tanyaku pada Selena.

Selena juga mengernyit, "Tidak."

Aku turun dari kursi dan mendekat ke Interkom. Kemudian menyeringai, Cody sedang bersiul menunggu pintu di buka, membawa 2 kotak Pizza dan satu kotak lain mirip kotak susu bubuk bayi.

"Kami tidak pesan Pizza," godaku dan bisa kulihat di layar LED kecil kalau dia menyeringai ke kamera CCTV pintu.

"Kalau cowok surfing yang panas, kau pesan tidak?" Tanyanya.

"Aku pesan satu cowok pirang yang hebat di atas papan surfing, kok." Aku menyeringai lagi.

"Ayolah." Selena merajuk keras, aku yakin dia geli dan memutar bola mata.

Membuka pintu apartement, aku menatap mata biru pucatnya yang liar lalu tiba-tiba masuk ke apartement dan mendorongku ke pintu setelah menutup. Cody melakukan ciuman panas gila di leherku sementara dia berusaha menyimpan Pizza di meja telepon.

"Pergi ke kamar sana! Menjijikan sekali." Selena berteriak.

Cody menjauh setelah menggigit leherku dengan konyol seperti biasa, lalu mengucapkan kata-kata yang manis seperti biasa, "Kau cantik, kau manis, kau lezat."

"Aku tahu." Ucapku sambil tersenyum setengah bosan dan mendorongnya menjauh. "Tunggu sebentar aku akan pakai jaket." Ucapku.

Cody mendekat ke Selena di counter dapur, "Hallo Selly kecil, bagaimana kabarmu?" Cody duduk di meja bar sementara aku berjalan ke lemari di dekat tangga.

"Baik Cody besar, bagaimana selancar di Malibu-nya?" Ucap Selena yang kuyakini dia bosan sekali pada Cody.

"Bagus sekali, ombaknya besar, tapi tidak sebesar bra milikmu." Kemudian Cody tertawa sambil membuka kotak Pizza.

"Aduh, manis sekali. Pernah coba nugget panas ke wajahmu tidak?" Ucap Selena yang membuat suara menyebalkan antara spon dan kattle.

Aku membuka lemari dan mulai mencari jaket tipis untuk menutupi kekuranranganku; tanktop putih.

"Eh, tidak." Cody memakan pizza dengan potongan besar.

"Mau coba?"

"Kau saja."

Selena mendengus kesal. Aku kembali mendekati mereka dengan jaket putih tipisku. "Ayo pergi, Cody. Sebelum ada pesta nugget melayang." Aku mengambil sepotong pizza di depan Cody.

Cody menatapku, "Kupikir kau mau menemani Selena. Dia kan hampir bunuh diri." Aduh, si tampan bodoh. Aku memukulnya dengan potongan pizza yang baru ku gigit.

"Sudah diam! Nanti Selena bakal nongkrong manis lagi di balkon." Ucapku yang tidak berusaha aku rendahkan, membuat Selena mendelik sebal pada aku dan Cody.

Dia mematikan kompor. Lalu mengambil piring di rak sementara dia berbicara, "Hei, aku tidak akan terjun menyedihkan kalau tidak ada anak kuliahan itu. Tadinya aku mau turun kok, hanya saja menunggu kau membujukku seperti biasa." Dia menyeringai saat memasukan nugget -entah di campur apa- ke dalam piring.

Aku memakan potongan besar pizza di tanganku dengan kesal, "Aku juga tahu, hanya menunggumu apa kau punya cukup nyali untuk melompat." Ucapku.

Cody menatapku dengan panas seperti biasa, "Manis sekali sayang." Dia mendekapku dengan manja dan konyol. Aku mendorongnya, semestinya kubiarkan, tapi aku merasa jengah.

"Ayo." Aku menarik tangan Cody, tidak berusaha membuat sentuhan itu spesial.

"Hei Selena, aku membelikanmu susu ibu hamil. Semoga kau suka." Ucap Cody seraya membawa kotak pizza yang sudah di bukanya.

"Berisik! Nanti ku banting kau!" Erang Selena.

Cody cekikikan ke leherku saat aku membuka pintu apartement.

Seperti biasa, ini sangat kacau pada waktunya. Aku menyeringai.

__________________________________

StyleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang