"If i was Percy Jackson"
Aku mendekat dengan segala ancaman di wajahku, "Dengar, kau sangat tidak manusiawi, kau tidak bertanggung jawab atas perbuatanmu sendiri. Seharusnya kau di panggang--" aku berhenti karna ucapanku tidak pas, "Bukan, kau seharusnya di hukum mati. Atau jadi makan malam monster di bawah bumi."
Pria itu mengernyit, membuka mulutnya dengan gugup, "Eh, aku hanya ingin--"
"Diam! Kau bahkan tidak pantas menginjak Rumah Cantik Selena, kau pikir kau siapa? Bos besar? Milyader? Berani-beraninya kau menghamili Selena lalu pergi--"
"Hamil?" Dia berjengit seperti kesakitan. Sementara aku semakin maju, dia semakin mundur ke dinding kaca.
"Jangan potong ucapanku!" Bentakku, "Kau pikir kau bisa datang dan pergi begitu saja? Kau pikir Selena itu apa? Sauna?" Rasanya Sauna tidak pas, tapi kubiarkan.
"Sauna?" Dia mengulangi ucapanku seperti anak 3 tahun yang ketakutan.
"Diam! Kau memang ganteng, tapi bukan berarti harus mempermainkan wanita. Kalau kau punya nyali, ayo berkelahi!" Tanpa sadar aku sudah mendorongnya dengan tubuhku sendiri, menjijitkan kakiku agar bisa bertemu pandang sedekat mungkin; seseram mungkin.
"Berkelahi?"
"DIAM!" Bentakku, "Jangan-ulangi-ucapanku-seperti-anak-TK!" tekanku pelan dan kurasa cukup galak.
"Ok--oke. Sekarang menjauhlah, Miss." Pria itu mendorongku dengan geli.
Aku memasang kuda-kuda, "Ayo! Lawan aku kalau kau berani!"
Dia mendengus sambil tersenyum lemah, "Tidak, aku tidak berkelahi dengan gadis--" dia melihatku dari atas ke bawah, tiba-tiba memotong ucapannya, "Ya, seorang gadis." Dia mengoreksi.
Aku tahu pikirannya, seorang gadis langsing, berambut coklat, bermata abu-abu, dan seksi terlihat lemah. Kemudian aku memiringkan kepala ke satu sisi, "Aku tahu yang ada di otak kecilmu."
Dia terkekeh dengan kesan minta maaf dan membuatku kesal lalu menerjangnya secepat kilat, membuat dia berteriak terkejut, "Waduh, cewek gila." Erangnya lalu berbalik menuju pintu.
Aku menarik jas mahalnya. Lalu mendorongnya berbalik ke meja tempat bunga, dan menekannya ke meja. Entah kenapa dan aku tidak tahu sejak kapan, aku telah mencengkram kedua tangannya di belakang lalu terdengar teriakan bersama dengan pintu pengunjung terbuka.
"Jangan, Emma! Aduh jangan!" Suara Selena melengking lalu suara ketukan high heels mendekat dengan tergesa-gesa dan sedetik ku sadari Selena di sebelahku sambil melotot dan menutup mulutnya dengan tangan.
"Lihat, kuhajar Ray sekarang." Aku menyeringai.
"RAY?!" Pria ini mengulangi ucapanku lagi. Aduh, pria ini bego banget. Seperti beo.
"Em jangan, lepaskan dia." Selena terlihat memuja pria ini atau mungkin ketakutan, sambil mendorongku jauh-jauh dari pria ini.
Pria itu menjauh dari meja, kulihat bunga mawar di atas meja rusak karna tergencet si Ray. "Yah, bunganya rusak deh." Ucapku jadi khawatir. Tapi Selena tidak meledak seperti saat aku mematahkan batang Mawar kuning minggu lalu.
"Mr.Christensen, sori, dia karyawan baruku di toko bunga ini." Ucap Selena tergesa-gesa sambil berusaha menyentuh jas Ray tapi tidak berani. Karyawan baru? Sialan sekali si rambut merah kusut sialan ini!
Aku mengernyit, "Selena kau ini apa-apaan sih? Aku nyaris mematahkan tangannya."
"Diam!" Dia membentak.
"Tapi kau bilang, Ray--"
"INI BUKAN RAY, INI BOS KITA BODOH!"
Apa?
Tiba-tiba aku merasa seperti remaja disleksia dan menderita GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktivitas) seperti anak setengah dewa di Long Island. Percy Jackson. Memanjat doa.
Poseidon ajak aku tenggelam ke laut, please.
___________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Style
RomanceSatu kesalahpahaman, dan Emma tidak tahu bahwa kesalahan 'mengajak-orang-asing-bergulat-hebat-untuk-kesan-pertama' bukan hal baik untuk kelangsungan masa depannya. Bahkan persentase ketidakwarasannya mungkin meninggi. 𝐊. 𝐀 𝐃𝐀𝐂𝐇𝐔𝐍𝐄 𝐒𝐭𝐲𝐥�...