bad night

291 27 24
                                    

Tik tok tik tok

Satu, dua, tiga, empat...

Tik tok tik tok

Lima, enam, tujuh, delapan...

Tik tok tik tok

Sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas...

Tik tok tik tok

Tiga belas, empat belas, lima belas, enam belas...

Tik tok tik tok

Tujuh belas, delapan belas, sem—

"AGH!" kesal, gadis itu menendang selimut yang membalut tubuhnya dengan kasar. Sejak tiga jam yang lalu, matanya tak kunjung terpejam, tubuhnya menolak untuk beristirahat. Akhirnya, ia mencari solusi dengan menghitung detik jarum jam. Hasilnya? Nihil.

Gadis itu menoleh ke arah kanan. Teman sekamarnya, Savannah, masih terlelap tanpa terganggu sedikit pun karena teriakannya tadi.
Ia pun bangkit dari kasur, berjalan pelan menuju meja pantry.

Perutnya keroncongan dari jam delapan malam tadi, tepat ketika ia ingin menggoreng sosis, Ma'am Abreana berpatroli untuk memastikan setiap siswi sudah berada di tempat tidurnya masing-masing. Dan ketika menemukan dirinya yang ingin memutar microwave, terdengarlah sebuah kalimat indah, "Nona Rivera? Segera kembali ke tempat tidurmu."

Sera el Rivera—itulah namanya—mengernyitkan dahi tanda tak suka. "Aku belum makan malam, petang tadi Mrs. Amber menyur—"

Ma'am Abreana menggeleng tegas. "Peraturan tetap peraturan. Sekarang, bereskan dirimu, lalu beristirahatlah. Jangan sampai kau telat di kelasku besok pukul tujuh pagi."

Berjalan gontai, Sera melepas sandalnya lalu merangkak menaiki tempat tidur. Matanya menatap datar Ma'am Abreana yang berdiri dekat daun pintu.

"Anak baik. Selamat tidur, Nona." sembari tersenyum, ia menutup pintu kamar Sera.

Nah, kira-kira begitulah kronologisnya, yang berujung pada dirinya yang masih terjaga hingga sekarang.
.
.
.

Hah! Ia tahu sekarang!

Sera mengelus perutnya sambil cemberut. "Pantas saja aku tidak bisa tidur..."
Lalu ia teringat sosis miliknya yang belum sempat digoreng. Dengan semangat, tangannya membuka kulkas.

Bagus sekali.

Hanya tersisa bungkusan yang kosong. Kepalanya menoleh ke tempat cucian piring, tergeletak sebuah piring bekas pakai dan juga garpu, lengkap dengan saus sambal sisa diatas piring.

Sera menggeram, "Imma kill you, Savannah Green." Matanya menghujam tajam Savannah yang sedang terlentang. Tak ada yang terjadi. Sava justru membalik tubuhnya ke kanan, tangan kanannya bergerak memeluk guling.

Sera mendesah putus asa. Tak ada gunanya mengajak seorang Savannah Green yang tidur untuk diajak ribut. Bagi Savannah, tidur adalah surga dunia yang harus dinikmati sebaik mungkin.

Setelah memikirkan matang-matang, ia pun bangkit meraih mantel. Ia pun mengenakan mantel nya dengan benar, lalu memakai kupluk dan sepatu bot sebetis. Diraihnya tas selempang di nakas.

Sera tersenyum puas. Now is the time.

*

Dengan langkah mengendap-endap, gadis itu berjalan menyusuri koridor asrama putri.

Langkahnya yang memantul menimbulkan bunyi nyaring. Sera memperhatikan jendela-jendela kamar asrama. Beberapa lampu kamar masih hidup, menandakan penghuninya yang masih terjaga.

Ada juga lampu melilit yang menghiasi jendela, menghasilkan penerangan yang remang-remang. Sera menyipitkan mata demi melihat kondisi didalamnya. Samar terlihat seorang gadis yang sedar tidur dengan posisi tubuh miring, piyama bermotif beruangnya tersibak. Cara gadis ini tidur sungguh menggelikan, dengan mata yang tidak sepenuhnya menutup dan mulutnya menganga lebar. He? Tingkahnya yang serampangan, mengingatkan ia pada seseorang.

Ledakan tawa hampir meluncur dari mulutnya. Adalah Jayme Dee, si gadis tomboy yang berpenampilan feminin. Jayme adalah sahabat karibnya, sebelum Savannah.

"Hey! Siapa disana?!"

Sera berjengit kaget mendengar bentakan yang berasal dari balik tubuhnya. Ia tahu betul, suara siapa itu. Ms. Elliot, si guru tenis yang galak.
Dengan kaki gemetar, ia berjalan pelan ke depan.

"HEE MAU KABUR KAU YA?!"

Astaga ini sungguh menyerankan. Sera berhitung dalam hati. Satu, dua...

Lariiii!

"AWAS KAU, RIVERA!"

Crap. []

*

11-01-16










Books, Coffee, and AugustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang