"Aku bosan sekali." keluh seorang gadis dengan topi nike di kepalanya.Hening.
"Kalian dengar tidak sih?! Aku bosaan!" ujarnya merengek.
"Biasanya kau bermain tenis dengan Jane. Keluarlah, tadi aku lihat Jane di lapangan," usul Savannah tanpa melihat Jayme. Tatapannya terpaku pada majalah fashion keluaran Prancis yang baru terbit.
Jayme mendengus. "Jane sedang bermain dengan Ms. Elliot. Aku malas bertatap muka dengan guru muda itu."
Savannah akhirnya mendongak. "Oh? Aku kira kau senang dengan Ms. Elly. Kalian sama-sama gemar olahraga. Atau sama-sama berkelamin ganda!" katanya seraya tertawa keras.
Jayme menggeram jengkel. "Apa-apaan itu?! Walau tomboy aku ini normal. Soal Ms. Elliot, yah aku tidak telalu menyukainya."
Savannah hanya mengangguk-angguk lalu kembali fokus pada majalahnya.
"Hei, tadi kan aku bilang bosan! Kalian ini menyebalkan sekali." Jayme bersungut-sungut.
"Ada apa Jay? Kalau bosan nyalakan saja tevenya, atau pinjam laptop Sava di kamar," ujar Sera yang sedari tadi diam membaca.
"Bosan tahu, dari tadi kalian asik sendiri. Ini mengapa aku malas main ke kamar kalian, pasti aku diabaikan. Menyebalkan. Memang apa sih yang kau baca? Serius sekali," tanya Jayme penasaran sambil melongokkan kepalanya ke Sera.
"Huh? Enid Blyton? Lima sekawan?" Jayme tertawa kecil, "Lucu sekali. Ini bacaan kesukaan Aiden." (Aiden adalah adik Jayme yang baru berusia lima tahun).
"Sera memang aneh. Dia sangat memuja karya-karya Blyton," ujar Savannah nimbrung.
Sera mengangkat bahu cuek. "Aku suka karyanya. Eh, omong-omong, aku tahu tempat bagus untuk makan. Ingin kesana?"
"Kenapa tidak dari tadi saja. Aku hamper mati kebosanan." kata Jayme nelangsa, mengundang tawa kedua sahabatnya.
***
"Aku Marie Lou. Senang berkenalan dengan kalian." Lou tersenyum manis.
"Nah, Sava dan Jay, Lou ini salah satu barista August. Aku berkenalan dengannya beberapa waktu lalu." Sera menjelaskan.
"Begitu ya?" tanya Savannah antusias. "Aku Savannah Green. Dan si tomboy ini Jayme Dee!" katanya jenaka sambil menunjuk Jayme dengan siku.
Lou tertawa. "Salam kenal, ya. Aku harus balik ke bar. Kita lanjutkan obrolan ini nanti oke?" tanyanya yang disambut anggukan Sera dan Savannah juga acungan jempol Jayme.
Mereka sekarang ada di August, kafe unik yang ditemukan Sera tengah malam. August hari ini lumayan ramai, segerombolan mahasiswa terlihat asyik berdiskusi di meja dekat pintu kafe. Beberapa sepeda terpakir di depan kafe.
"Kafe ini unik ya?" Jayme mengamati kafe dengan saksama.
"He-hm. Model kafenya terkesan vintage. Tempatnya juga nyaman. " Sava menimpali.
"Di belakang lorong ini ada semacam perpustakaan mini. Mau lihat?" tawar Sera.
"Serius?! Ayo lihat!" Sava terlihat sangat senang. "Ah, aku lihat duluan saja. Pesankan aku waffle ya!" katanya lalu melesat ke lorong di mana ratusan buku itu berada.
Melihatnya Sera mendengus. "Jay kau mau pesan makanan dulu? Aku ingin menyusul Sava."
"Oke. Kau duluan saja. Mau makan apa? Biar aku yang pesankan." Jayme menawari.
"Aku garlic bread with cream soup. Minumnya air mineral saja. Trims Jay." Setelah mendapat anggukan dari Jayme, Sera segera melesat ke balik lorong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Books, Coffee, and August
Teen FictionBuku; dilatari sebuah tempat bernama Woolsthorpe. Kopi; ditemukannya di sebuah kedai bernama August. August; tempat bertemunya dengan seseorang. Intinya, kehidupan seorang Sera berkaitan dengan tiga hal; buku, kopi, dan August.