you gotta pay attention

134 19 10
                                    

Sera mengusap matanya yang tertutup lalu menguap. Jam berapa ini? batinnya sambil menggeliat malas. Ia terbangun karena mendengar suara air dari kamar mandi.

Ia berjalan menuju pantry dan menuang susu stroberi ke gelas, lalu membawanya ke depan tv. Matanya terpancang pada layar yang berhenti pada channel tv Jerman. Tak mau menahu dengan apa yang dibicarakan, ia hanya melihat pemandangan kota Berlin yang ditontonkan.

Drrt Drrrt

Sera meraih ponselnya yang diletakkan di meja kecil samping sofa. Seketika matanya seakan mencuat.

07:00
Note: get ready for b'fast!
Dissmiss or Snooze


"Holy shh.." Sarapan!? Mandi saja belum!

Seperti kesetanan, gadis itu bangkit dan menerjang pintu kamar mandi tanpa ampun.

"Ugh, ada apa sih?" terdengar suara jengkel Savannah.

"Mengapa kau tidak membangunkanku, Bodoh?" tanya Sera sebal.

"Heh, aku bukan baby sitter-mu," balasnya santai.

"Tapi kau kan kalau mandi lama sekali! Seabad! Ya! Seabad!" teriaknya histeris.

"Lho, kenapa menyalahkanku? Salah siapa tidak bangun pagi," ujarnya tengil. Hih!

Sera menggeram marah. "AGHH SAVANN—"

"Niet!¹ Simpan jurus werewolf-mu!" teriaknya ngeri. Tak lama, keluarlah seorang Savannah dengan seragam rapi juga sebuah hair dryer ditangan kanannya.

"Cepat keluar," perintah Sera datar.

Savannah menyingkir dengan cengiran di wajahnya.

Sera mendengus lalu segera bergegas masuk ke kamar mandi. Selesai mengguyur badannya, ia berpakaian kemudian mulai menggosok gigi.

"Sera! Aku ke bawah duluan. Signor Lucas pasti sudah menyiapkan cornetto² yang lezat!" teriaknya girang.

Dengan cepat Sera membuka pintu kamar mandi. "Tungguu akuuu!!"

Melihat Sera yang memohon seperti itu, Savannah justru semakin girang. "Hehehe... kau lucu sekali saat memohon seperti itu. Hm, sekarang sudah jam berapa ya? Kalau aku turun bersamamu, pasti bel pelajaran sudah masuk."

Sera menggeleng kuat dengan tangan kanan memegang gagang sikat gigi. "Pleasee! Sebentar lagi aku selesai kok!"

Sav—sepertinya Savannah terlalu panjang-—menggeleng. "Maafkan aku. Daah!" ujarnya ceria. Ia memakai sweter kebanggaan sekolah kami, meraih tasnya, lalu keluar dan menutup pintu.

Sera melotot horror. Astaga ini buruk...

*

Kaki Sera berjalan dengan gemetar. Tangannya memeluk kamus bahasa Perancis yang tebalnya bisa digunakan untuk menggebuk maling. Udara pagi ini lumayan hangat. Namun entah mengapa, sekarang tangannya terasa dingin.

Itu dia. Kelasnya pada pagi ini. Terlihat wanita berumur memakai kaca mata yang melorot dengan rambut yang digelung tinggi keatas. Sempat terlintas dipikirannya untuk membolos kelas Perancis pagi ini. Namun pemikiran dia yang tidak menghadiri kelas dan beresiko ketinggalan pelajaran (walau cuma sehari) membuatnya tambah panik.

Akhirnya, dengan perasaan yang (dibuat) tenang, Sera mengetuk pintu kelas.

"Entrez, masuk."

Sera memasuki ruangan kemudian menutup pintunya. Kakinya melangkah dengan canggung mendekati meja sang Madam.

Wajah Ma'am Abreana mendongak. Tangan kanannya menaikkan kaca matanya yang melorot, sedangkan tangan kirinya meraih buku absen.

Suasana kelas sungguh hening. Puluhan pasang mata menatap dirinya. Hal yang sangat dibenci Sera.

"Nona Rivera, kau terlambat. Empat belas menit," teguran Ma'am Abreana terdengar dingin dengan bahasa Perancis yang kental.

"Pardonnez moi, maaf. Aku terlambat." Ucapan Sera terdengar ke seluruh penjuru kelas yang hening.

"Aku tahu. Beri alasan." Mata Ma'am Abreana bagai laser membuatnya bergidik.

Sera berpikir sebentar. "Aku.. mm.. harus mandi bergantian dengan Savannah. Ya, benar. Jadi..."

Kekehan terdengar dari murid yang hadir dalam kelas pagi itu. Sera mengedarkan pandangan untuk melihat siapa yang menertawainya. Lucy, si gadis pendiam yang manis. Ia tertawa pelan menatap Sera.

Jayme Dee, sahabatnya itu tertawa cukup keras sampai-sampai topi bisbol yang ia kenakan hampir terlepas. Sera mendengus malas.

Lalu yang terakhir, Verona. Nama depannya Gerald. Ia mengangkat kepalanya yang dibalut ikat kepala berwarna merah, untuk menahan rambutnya yang menutupi mata. Wajahnya ditopang dengan tangan kiri, matanya melihat lurus ke arah papan tulis dengan tatapan amused.

Sera menatap kembali gurunya. "Sudahlah. Ambil tiga worksheet, tambahan karena kau telat lebih dari lima menit," perintah Ma'am Abreana.

Walau ia tidak pernah menyukai bahasa Prancis, apalagi tugasnya, setidaknya ia tidak diberi hukuman yang mengharuskan dirinya untuk berada di depan kelas lebih lama.

"Merci," tutur Sera pelan.

Ia membenarkan letak ranselnya, meraih lembar tugas, dan berjalan menuju tempat duduknya.

Ketika tiga meja lagi adalah tempat duduknya, kaki Sera tersandung kaki meja milik salah seorang murid. Dhuak, dan kertasnya jatuh. Keren sekali.

"Ada masalah?" tanya Ma'am Abreana lantang.

Ia mendengar Verona tertawa geli. Sera melengos sebal.

Berat hati, Sera menggeleng. "Il n'y a... aucun problème." [Tidak ada masalah]. Masa bodoh dengan pelafalannya yang berantakan. Sera tahu, Ma'am Abreana tidak akan suka mendengar muridnya berbicara selain bahasa Prancis dikelasnya sering-sering.

Ma'am mengangguk dengan sedikit senyuman. Sera menduga beliau senang mengetahui muridnya ini berusaha berbahasa Prancis.

Sambil menahan nyeri di kakinya, ia berjalan menuju tempat duduk di barisan belakang. Ketika baru saja mendudukkan bokongnya, ia mendengar namanya disebut. Membuatnya menoleh.

"Rivera! Lain kali kau boleh menggunakan kamar mandiku," teriak si Bodoh Verona keras. Saat mengatakannya, wajahnya berseri-seri seakan mengatakan "Bagaimana kalau siang ini kau kutraktir?".

Sera memutar kedua bola matanya kesal. Ia mengeluarkan bukunya dari dalam tas.

"Sera, tadi itu hebat. Kau mengulur waktu setengah jam kelas bahasa Perancis," ujar Jay senang. "Sekarang, aku jamin semua murid di kelas ini mencitaimu!" pekiknya.

Sera mendesis geram. "Fuck off."

Gadis tomboy itu justru tertawa senang.

What a very blessed day. []

------

¹ : tidak

² : croissant ringan

*

31-01-16

Books, Coffee, and AugustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang