Hobinya adalah memainkan piano. Entah sejak kapan hobinya kini berganti dengan membuntuti sahabatnya sendiri. Ia terlalu penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya, dan orang yang dicintainya...
Matanya kini berubah tajam demi mengawasi dua insan yang sekarang menjadi targetnya. Kaki jenjangnya terus menapaki lantai koridor yang dilewati targetnya untuk sampai ke suatu tempat.
Pintu perpustakaan berderit menandakan masuknya orang ke dalam perpus. Kedua sejoli itu melangkahkan kalinya ke rak tempat buku buku sejarah ditempatkan. Jari lentik seorang gadis mulai menelusuri satu per satu buku yang berjejer rapi di rak bacaan. Matanya menangkap sebuah buku yang tergeletak di meja baca tanpa ada pembaca dan menganggur begitu saja. Mata tajam si lelaki menelusuri buku sejarah di bagian lain. Lelaki itu pun menghela napas ketika buku yang dicarinya belum ditemukan.
Pintu pun berderit kembali. Namun, tidak mengalihkan kedua orang tadi dari aktifitasnya. Hanya penjaga perpus saja yang menoleh lalu kembali tertidur. Pengunjung yang baru masuk itu pun segera pergi dan berdiri di balik rak yang tak jauh dari meja bacaan.
"Nah! Ini dia, Fin, yang kita cari." Ujar wanita yang ternyata Aura itu dengan nada senang.
Mafin pun berjalan menghampiri Aura yang tengah memegang sebuah buku yang sedari tadi mereka cari cari. Mafin mengambil buku dari tangan Aura lalu tersenyum.
"Akhirnya ketemu juga ya, Ra." Ucap Mafin.
"Hehe iya, Fin. Aku nemu tuh di meja itu." Aura menunjuk meja tempat buku tadi tergeletak.
"Yaudah, ayo kita baca."Mafin dan Aura pun duduk di tempat membaca. Mereka mulai membaca dan menyatat bagian yang menurut mereka penting. Ini bukanlah tugas. Mereka hanya dilanda penasaran tentang suatu peristiwa lampau yang belum jelas kepastiannya.
Seseorang dibalik rak masih saja tetap pada posisinya. Sesekali ia meringis karena pegal dan kaki yang mulai kesemutan. Untung saja perpustakaan ini ber-AC, jika tidak, entahlah apa jadinya Luna. Ups, yap! Seseorang yang sedari tadi kita bicarakan adalah Luna.
Sudah beberapa lama ini luna menaksir Mafin. Namun ia beranggapan jika Mafin lebih menyukai sahabatnya ketimbang dirinya.
Mafin adalah seorang laki laki tampan berwajah oriental yang masuk ke tim basket inti sekolah. Wajar saja jika banyak gadis yang bertekuk lutut karena pesonanya. Namun satu yang mereka tak tahu, Mafin menyukai gadis yang bernama Aura, gadis pandai cinta pertamanya.
Luna mendudukkan diri di lantai perpus yang berbalut karpet halus. Puncak lelahnya datang. Apalagi tadi ia habis berdiri beberapa jam karena hukuman. Ia menyandarkan tubuhnya pada rak sambil tetap mengawasi Aura dan Mafin yang masih berkutat dengan kerjaannya.
1 jam berlalu, Mafin dan Aura berdiri dan membereskan barang barangnya. Aura meletakkan buku tadi di jejeran buku buku sejarah. Ia dan Mafin mengisi buku kunjungan lalu keluar perpus, menyisakan Luna yang kini tertidur pulas karena lelah. Beruntungnya Luna karena jam setelah ini tak ada gurunya, jadi ia tak perlu repot mengumpat masuk ke dalam kelas ataupun kucing kucingan pergi ke kantin.
Penjaga perpus itu terbangun dan menyadari perpustakaan telah kosong. Ia melihat sebuah tangan menjulur dari balik salah satu rak buku. Ia memberanikan diri dan berdoa agar yang ia lihat bukanlah setan atau sejenisnya. Ia menghampiri tangan itu dengan mengendap endap dan wajah yang cemas, takut jika memang itu adalah makhluk dari dunia lain. Sesampainya di dekat rak itu, ia melihat rok abu abu dan kaos kaki putih menghiasi sebuah kaki. Setelah melihat dengan benar, ia pun memasang wajah naninu -nya ketika tahu makhluk dari dunia lain itu adalah Luna yang tertidur pulas. Tanpa babibu, ia segera membangunkan Luna dan menyuruhnya kembali ke kelas, sekaligus tanpa sadar menyadarkan Luna jika Aura dan Mafin sudah tiada di tempatnya.
Luna pun bergegas keluar perpus dan berlari menuju kelasnya. Penjaga perpus hanya dapat membulatkan mulutnya karena tingkah aneh Luna. Sesampainya di kelas, Luna hanya melihat Aura yang sedang duduk di kursinya, sedangkan keadaan kelas kosong entah mengapa, mungkin semua siswa cabut ke kantin. Mafin memang berbeda kelas dengan Aura dan Luna. Luna berjalan menghampiri Aura dan duduk di sampingnya. Aura menoleh dan tersenyum melihat sahabatnya datang.
"Kemana aja? Aku cariin daritadi gak ketemu."
"Hehe abis ngayap." Luna menjawab pertanyaan Aura dengan cengirannya.
"Pantesan." Aura pun menggelengkan kepalanya.
'Bohong ya , Lun.'Mafin kini tengah berada di koridor kelasnya, ia membuka pesan yang baru saja masuk dari Aura. Dengan senyumannya, ia membuka pesan itu lalu mendadak terdiam ketika telah selesai membacanya. Ia memandang langit dengan tatapan campur aduk. Helaan napas terus saja terhembus dari hidung mancungnya. Ia memasukkan kembali handphonenya ke dalam saku jaketnya.
"Mau kamu apa?"Bel pulang sekolah sebentar lagi akan berdentang. Semua siswa bersiap siap untuk segera pulang. Aura dan Luna kini tengah memandang lapangan sekolah dari balkon depan kelasnya di lantai dua. Terlihat Mafin yang tengah melintas sehingga membuat Luna menengok kearah Aura.
'Susah ya, Ra. Kalo kita kejebak sama rasa nyaman yang sama.'Keduanya kembali memperhatikan Mafin yang melangkah dengan langkah lebarnya.
'Tenang aja, Lun. Kamu akan dapetin apa yang kamu mau.'*TBC
Please vote and comment :)
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN
RomanceKisah dua orang sahabat dengan pilihan rumitnya. Antara mimpi, atau cinta sejati. Ada part yg di private, kalian bisa baca part itu kalau follow akun saya ya Gak rugi kan berteman;) Ig;choirunanda