AUTUMN [ 7 ]

22 1 0
                                    

Luna mendatangi rumah kecil milik Aura. Ini kali pertamanya ia melihat dan mendatangi langsung rumah milik sahabatnya itu. Hatinya tertohok melihat rumah yang dilihat tak begitu nyaman untuk ditinggali, bahkan tak layak, dan juga ini adalah rumah Aura. Apakah Aura tertidur dengan nyenyak setiap malam disini? Jika saja Luna yang tidur disini, ouh ia tak bisa membayangkannya.

Luna mengetuk pintu itu dengan hati hati. Hari ini ia berencana akan belajar bersama dengan Aura, seperti yang kemarin Aura janjikan.

Pintu pun terbuka dan memperlihatkan seorang Aura yang terlihat baru selesai memasak untuk menyambut sahabatnya itu. Senyuman manisnya menyambut kedatangan Luna pagi hari itu.

"Hai! Pas banget, aku baru selesai masak buat nanti makan siang," ucap Aura.
"Gak perlu repot repot loh, Ra," balas Luna.

"Ah gak repot kok," Aura tersenyum membalas ucapan Luna.

Luna pun masuk ke rumah Aura dan memandangi sudut ke sudut rumah sahabatnya itu.

"Ayah kamu ada, Ra?" tanya Luna yang baru saja mendaratkan bokongnya di sofa rumah Aura.

"Gak ada, Lun. Belajarnya di kamar aku aja ya," ucap Aura.

"Okedeh," balas Luna.

Baru saja mereka akan berjalan menuju kamar Aura, tiba tiba pintu rumah Aura ada yang mengetuk. Kedua gadis itu pun saling tatap dan menebak.

"Jangan jangan ayah kamu, Ra. Gimana nih?" Luna pun ketakutan. Ia memegang bahu Aura dengan perasaan khawatir.

"Gak mungkin ayah, Lun. Ayah gak mungkin ngetok pintu, yang ada pintu didobrak langsung," ucap Aura menenangkan.

Aura pun membukakan pintu rumahnya. Ia pun terkejut ketika mengetahui sosok yang kini berdiri dihadapannya adalah Mafin.

"Hai! Luna udah dateng? Aku kesini mau nemenin dia belajar," ucap Mafin.

Aura merasakan hatinya bagai tertusuk beribu duri menyakitkan. Mafin benar benar bertekad melupakannya. Ia kini harus belajar juga merelakan perasaannya.

"Ada kok, masuk aja, Fin."

Mafin dan Aura masuk ke dalam sebuah kamar kecil milik Aura. Terlihat Luna tengah berbaring di kasur tipis milik Aura.

"Hai, Lun!" sapa Mafin.

Luna yang mendengar itu pun bangkit dan tersenyum melihat Mafin. Namun ketika pandangannya terhenti pada sahabatnya, senyumnya memudar begitu saja. Perasaan bahagianya terganti dengan perasaan penuh rasa bersalah pada Aura.

'Ra, maafin aku..'

©©©

Sudah 1 jam lebih mereka menghabiskan waktu untuk mempelajari matematika. Hingga detik ini, Luna masih belum mengetahui kabar Aura yang mendapatkan beasiswa. Aura menutup rapat kabar itu dari telinga Luna. Ia tak ingin sahabatnya sedih dan tertekan.

Mafin sedari tadi asyik mengajak Luna bercengkrama. Tentu saja menyisakan Aura yang menatap mereka dengan tatapan terluka.

"Gimana kalo sekarang kita makan siang dulu?" tanya Aura yang membuat kedua insan tadi menghentikan obrolannya.

"Yaudah, ayo!" Luna bersemangat untuk segera sampai di dapur milik Aura.

Ruangan yang sangatlah sempit dan kusam. Dinding yang masih terlihat kokoh walau dimakan masa, lantai yang bersih walau dengan keramik sederhana.

Aura mempersilahkan Luna dan Mafin untuk duduk di kursi makan yang sangat sederhana miliknya. Aura membuka tudung saji dan mempersilahkan kedua sejoli itu mengambil lauk pauk sendiri.

AUTUMNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang