[ 1 message Bara]
17:20
Biru,aku mau ketemu. Ada yang mau aku omongin.
Biru yang mendadak dihubungi oleh Bara setelah seminggu tidak saling berhubungan rasanya senang bukan main. Jantungnya berdetak lebih cepat, rasanya dia ingin memeluk Bara saat itu juga. Walaupun ada sesuatu di dalam dirinya yang mengatakan untuk berhenti menyukai Bara. Tetapi tetap saja, Birun tidak bisa menutupi rasa senangnya.
Untuk apa Bara ingin bertemu? Apakah dia juga rindu? Pikir Biru. Tapi pikiran itu buru-buru ia tepis. Biru harus bisa mengatur hatinya. Harus.
Biru tanamkan keyakinan dalam hatinya. Ia siapkan segala kemungkinan tujuan Bara ingin bertemu dengannya. Biru siap dengan segala rasa sakit dari kemungkinan-kemungkinan terburuk yang terjadi. Dia harus siap. Harus.
--------
Malam itu di sebuah kafe dengan rintik hujan yang baru saja turun duduk dua manusia yang saling berhadapan.Mereka itulah Biru dan Bara. Biru dengan setelan dress putih dan jacket jeans nya dan Bara dengan kaos putih dan kemeja kotak-kotaknya. Siapa sangka perpaduan baju mereka yang hampir sama. Mungkin, orang yang lewat akan melihat mereka sebagai pasangan. Tapi andai mereka tau, Hati mereka tak akan pernah bersatu.
"Jadi ada acara apa nih Bar tumben banget ngajak ketemuan di kafe gini. Lagi banyak uang ya?" Biru memulai pembicaraan dan berusaha mencairkan suasana.
"Eh.. ? haha iya kan tadi gerimis Ru, makanya disini. " jawab Bara yang terlihat canggung berada dihadapan Biru.
Bara ingin sekali bilang, malam itu Biru cantik sekali. Tapi kata-kata itu hanya berani Bara ucapkan di dalam hati. Entah kenapa, Bara selalu merasa bersalah setiap menatap Biru. Seperti ada sesuatu di dalam diri Biru yang menyalahkannya. Walaupun Biru tak pernah sekalipun menyalahkan Bara didunia nyata.
"Oh oke. Jadi ada apa?" tanya Biru to the poin. Biru menyadari respon Bara tadi. Biru tau Bara merasa tak nyaman berada didekatnya, oleh karena itu Biru ingin membuat pertemuan ini berakhir secepatnya.
"Tisha minta aku gak ketemu kamu lagi. Katanya, Tisha bisa liat kamu suka sama aku Ru, padahal aku udah bilang sama dia berulang-ulang kali kalo kita itu cuman temenan doang. Tapi dia gak percaya. Aku udah ngebujuk dia berapa kali, ngeyakinin dia berapa kali tapi dia gapernah dengerin aku Ru. Dia bilang kalo emang aku sayang sama dia jangan temenan lagi sama kamu. " kata Bara menjelaskan.
Biru memang sudah siap dengan segala kemungkinan terburuk jika bertemu Bara malam itu. Walaupun begitu, kata-kata Bara tetap saja menyakiti hatinya.
Biru tak pernah tau bahwa rasanya pada Bara akan seperti ini. Bukan keinginan Biru jatuh cinta pada Bara disaat Bara menganggapnya hanya sebatas teman. Bukan keinginnya Biru juga jika dia dan Bara akan berada di zona pertemanan seperti ini.
Jika Biru dalam keadaan biasanya, Biru akan membalas ucapan Bara dengan ngedumel panjang atau marah-marah tidak terima dengan ucapan Tisha tentang dirinya.
Tapi, apa yang dikatakan Tisha kepada Bara memang benar.
Dan sekarang Biru tak ingin menutup-nutupi nya lagi, Biru ingin mengakhiri semuanya. Walaupun Biru merasa. Dirinya dan Bara tak pernah mempunyai awal.
"Bara, yang Tisha katakan kepadamu mungkin ada benarnya juga. Mungkin aku suka kamu Bara... Perempuan memang peka sekali dengan perasaan ya?Hahaha... " Biru tertawa sumbang. Kemudian melanjutkan perkataannya.
"Aku juga gatau Bara sejak kapan rasa itu ada. Mungkin sejak kejadian dipantai, sejak kamu gak sengaja meluk aku... Entahlah bar, Aku juga bingung sama perasaan aku," Kata Biru menghela nafas.
"Bara, aku udah ngelupain Kelana. Mungkin itu karna kamu. Terima kasih Bara, sudah ngebantu aku ngelupain Kelana, " kata Biru tulus dengan senyum terukir dibibirnya.
Jika Bara peka mungkin dia akan tau itu bukan senyum tulus Biru. itu hanya senyum palsu yang Biru pasang untuk menguatkan hatinya yang patah. Untuk membuat semuanya terasa baik-baik saja.
Bara yang mendengar perkataan Biru yang tidak ia sangka, membuat nya bingung. Disatu sisi dia tak pernah menyangka Biru yang dia tau tak akan pernah bisa moveon dari Kelana ternyata justru dialah yang membuat Biru lupa pada Kelana.
Bara telah membuat Biru lupa pada luka lamanya dengan membuat mempunyai luka baru dihatinya.
"Biru.. biru.. maafin aku. Aku gak tau selama ini kamu kayak gitu... maafin aku. Aku.. aku.. gatau mau bilang apa. " itulah jawaban Bara. Yang biru tau adalah itu jawaban penolakan.
Biru baru menyadari mengapa Bara tak pernah mau bernyanyi dihadapannya. Karna Bara benar. Biru bukan orang spesial di hati Bara.
Biru hanya sebatas teman bagi Bara. Hanya sebatas itu Bara menganggap Biru.
"Aduh bar, santai aja lagi... aku gakpapa kok. Ditinggal Kelana aja aku gak papa kan? apalagi ditinggal kamu doang? Hahaha. " Biru mencoba terlihat senormal mungkin dengan tertawa. Tapi Bara dapat menangkap tawa getir Biru. Tawa yang sengaja Biru buat untuk membuat suasana tidak canggung. Entah kenapa, Bara jadi enggan berlama-lama berhadapan dengan Biru.
Malam itu Bara baru mendapat jawaban, mengapa setiap melihat Biru ia merasa bersalah. Itu karena perasaan Biru yang tidak pernah bisa Bara balas.
Bara melihat jam ditangannya, sudah pukul 20:37. Dia ada janji untuk bertemu Tisha.
"Emm Biru... aku pergi duluan ya? maaf banget. Aku ada janji sama Tisha habis ini. "
Sebenarnya Bara tak ingin mengatakan yang sebenarnya tentang janji setelah ini untuk bertemu Tisha. Tapi jika dia membuat-buat alasan itu jelas akan diketahui oleh Biru dan akan membuat biru semakin terluka.
"Eh?iyaiya gakpapa, duluan aja Bar. Salam buat Tisha ya, Suruh jangan sering-sering nyakitin kamu. " kata Biru benar-benar tulus sambil memberi senyum yang paling manis yang Bara pernah lihat. Senyum Biru penuh perasaan yang tulus melepas Bara.
Bara sudah pergi setengah jam yang lalu. Tapi Biru masih enggan pulang kerumah.
Melalui kaca jendela cafe itu, Biru menatap orang-orang yang sedang berlalu lalang di trotoar depan. Biru sedang memikirkan dirinya. Tentang dirinya yang sangat mudah diperbodoh oleh perasaan.
Biru kira setelah ditinggal Kelana ia tidak bisa jatuh cinta lagi. Biru kira cintanya tidak bisa diperbarui secepat ini karna Kelana selalu menyita pikiran dan hatinya.
Tapi semenjak entah kapan itu, dalam pertemananya dengan Bara muncul rasa yang tidak bisa Biru hindari.
Akhirnya Biru tau, dia bisa jatuh cinta lagi. Walaupun akhirnya dia harus patah hati lagi.
Biru banyak belajar dari Kelana dan Bara. Mereka memberi Biru anggapan tentang hati dan rasa yang ternyata memang sangat fleksibel.
Buktinya, dia bisa jatuh cinta dengan Bara yang awalnya hanya berteman.
Biru jadi bisa tau juga, bahwa hati dan rasa itu bisa ditanami bibit pohon dari siapa saja. Bisa saja dari orang yang tidak terduga seperti yang tidak Biru sangka, bibit yang tidak sengaja Bara tanam bisa tumbuh menjadi rasa yang baru walaupun harus cepat-cepat ia musnahkan.
Ah begitulah jatuh cinta, kata Biru. Biru saja bisa jatuh cinta kepada Bara, yang artinya Biru juga bisa saja melupakan Bara.
Begitulah menurut Biru, jatuh cinta itu segampang melupakan. Mungkin bedanya tergantung dimana kita merawat hati. Jadi jika kita semakin pintar merawat hati, semakin pintar juga kita memilih tumbuhan yang abadi di hati.
Biru tersenyum. Dengan senyum paling bahagia di hari itu. Biru banyak belajar dari rasa sakit. Entah dari Bara atau dari Kelana, yang jelas mereka memberi porsi pembelajaran yang banyak untuk Biru.
Setelah menghabiskan kopi hitamnya, Biru melangkah keluar meninggalkan cafe. Dengan semangat baru dan hati yang baru.
selesai

KAMU SEDANG MEMBACA
Bara & Biru [6/6 End]
Teen FictionBara ingin sekali bilang, malam itu Biru cantik sekali. Tapi kata-kata itu hanya berani Bara ucapkan di dalam hati. Entah kenapa, Bara selalu merasa bersalah setiap menatap Biru. Seperti ada sesuatu di dalam diri Biru yang menyalahkannya. Walaupun B...