[8] Curhat Bersama Louis

1.4K 217 20
                                    

#NP: One Direction - Perfect

Jessie J - Flashlight

"I mean, who would in love with me? That's stupid."

Eleanor

Hawa dingin yang menembus mantel hijau yang kugunakan membuatku semakin mengeratkan mantelku. Kuambil cup kecil kopi yang tadinya hanya berdiri di atas meja dan meneguknya perlahan untuk merasakan kafein di dalam tenggorokanku sebelum menaruhnya kembali di atas meja.

Kutatap pemuda di hadapanku yang sejak tadi masih saja bergeming sambil menatapku dengan tatapan yang bahkan tak dapat kujelaskan sejak aku selesai menceritakan kisah kelamku di masa lalu dimana aku dicampakkan oleh Harry demi seorang gadis bernama Allison yang--jujur saja--sudah tak sudi kupanggil teman, dimana aku melewati hari-hari kelam dengan bayi di dalam kandunganku.

Tadi, setelah memastikan Harry sudah berhasil ditendang pergi oleh Louis dan Niall, aku keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang lengkap dan pipi yang sudah bergenang air mata. Aku meminta Niall untuk menjaga London yang berkata bahwa dia ingin tidur lagi, selagi aku dan Louis pergi ke kedai kopi dua puluh empat jam yang tak jauh dari gedung flat untuk menceritakan dongengku yang tidak seperti dongeng biasanya karena lebih banyak diisi dengan kepahitan.

Aku tidak tahu bagaimana aku bisa menceritakan semua kisah kelamku pada Louis karena bagaimanapun juga, dia masih terhitung asing di dalam kehidupanku. Aku bahkan tidak tahu siapa itu Lottie dan apa yang membuat Louis terlihat marah melihat gadis itu tapi aku sudah dengan mudah membuka mulut, menceritakan kisahku yang harusnya hanya diketahui oleh Tuhan, aku sendiri, Tasha dan Dennis dan tentunya, Max. Bahkan Candice saja tidak tahu.

"Aku tidak menyangka jika hidupmu seperti itu."

Aku hanya bisa tertawa miris. "Aku sangat berharap bahwa semua ini hanya mimpi buruk."

Louis di sebrangku menghela napas berat, dia menundukkan wajahnya, menatap entah apa hanya untuk beberapa sekon lamanya sebelum kembali mendongak dan menatapku.

"Tapi, aku masih belum paham soal kau dan Allison. Kau belum menceritakannya dengan jelas tadi."

Aku terdiam sejenak. Kisahku dan Allison juga adalah bagian buruk dalam hidupku. Itu bukanlah kisah yang membuatku tersenyum ketika mengingatnya, aku bahkan merasa tak sudi lagi mengingatnya. Tapi, melihat bagaimana Louis ingin tahu (aku yakin dia tidak hanya sekedar ingin tahu tapi dia juga peduli--jangan tanya bagaimana aku bisa sangat seyakin ini) kuputuskan untuk membuka lembaran-lembaran lamaku.

Aku menatap ke arah jendela yang menampakkan jalanan sepi dengan satu atau dua kendaraan saja. Aku membayangkan di sana ada proyektor yang menayangkan kilas balik kisahku dan sahabat yang bukan lagi sahabat.

"Aku mendapatkan ajakan kencan dari Harry, karena saat itu aku memang tidak pernah berkencan, aku terima saja. Setelah kencan, aku menceritakan hal itu pada Allison dan dia marah besar karena tanpa kutahu, dia ternyata menyukai Harry. Dia menganggapku mengkhianatinya padahal saat itu aku bahkan tidak tahu tentang perasaannya pada Harry. Allison tidak mau bicara padaku, ia merubah semua jadwal kelasnya yang awalnya selalu sekelas denganku.

"Di saat yang bersamaan, Harry semakin gencar mendekatiku. Awalnya aku menolak, aku tidak ingin semakin merusak hubunganku dengan Allison tapi Harry tidak pernah menyerah, dia terus mendekatiku, karena risih dan karena aku perlahan-lahan suka dengannya, aku mulai menerima Harry. Aku pikir lagi, tidak masalah jika aku dekat dengan Harry, ini semua bukan salahku, Harry suka padaku bukanlah salahku, aku memiliki perasaan pada Harry juga bukan salahku, aku menerima ajakan kencan Harry jelas bukanlah salahku karena Allison bahkan tak pernah mengatakan apa-apa soal perasaannya pada Harry.

The Tale of Elounor // Elounor ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang