London
Los Angeles, CA, 11:00AM
Aku memandang kesibukan yang ada di hadapanku dalam diam sambil sesekali memakan camilan.
"London! Apa-apaan ini?! Kenapa kau masih makan banyak? Pernikahanmu sebentar lagi!" Aku meringis mendengar ucapan Helen yang entah datang dari mana.
Helen memiliki usaha sebagai event oraganizer dan wedding organizer. Aku mempercayakan pernikahanku pada sahabatku dan aku tidak kecewa. Dia sangat tahu apa yang kuinginkan. Tapi terkadang Helen jadi sangat cerewet, seperti sekarang...
"Kau mau kau menjadi gendut di hari pernikahanmu dan gaun pengantin yang sudah siap dari jauh-jauh hari menjadi tidak pas? Bisa-bisa Luke kabur sebelum mengucap janji suci--" dan bla bla bla. Benar-benar, dia ini tidak bisa meminimalisir kadar kecerewetannya.
Omong-omong aku masih tidak percaya akan menikah dalam hitungan beberapa hari. Siapa sih yang menyangka stranger yang ditemui di kereta api dan memiliki percakapan sangat aneh bisa menjadi suami sebentar lagi? Ya, aku juga tidak menyangka.
Sebenarnya, aku lebih tidak menyangka lagi bahwa kenyataannya aku menikah setelah lulus kuliah. Aku juga tidak menyangka bisa meyakinkan Mom dan Dad bahwa kami akan baik-baik saja meski sebenarnya posisi kami dalah fresh graduate yang masih beberapa bulan bekerja.
"Tempat ini menakjubkan ya?" kataku sambil melirik sekitar.
Saat ini aku sedang ada di sebuah gedung yang akan menjadi tempat resepsi pernikahanku dan Luke. Gedung ini berada di Los Angeles karena bagiku dan Luke, kota ini seolah menjadi saksi bisu perjalanan kami. Kami bertemu di sebuah kereta yang membawa kami ke LA, bertemu secara tidak sengaja di jalanan LA saat pagi buta, dan juga satu kampus di salah satu universitas LA. Selain itu, LA kami pilih untuk membuat semuanya menjadi adil, rasanya tidak adil saja jika kami mengadakannya di Australia atau di Inggris.
"Ya, aku tahu. Lebih menakjubkan lagi jika kau berhenti mengemil!" kata Helen, ia hampir meraih camilanku namun urung karena sudah lebih dulu kujauhkan.
"Aku tidak akan gendut, percayalah! Lagipula Luke bahkan tidak melarangku."
Helen mendengus kemudian mencibir. Merasa malas berdebat denganku, gadis itu kemudian melenggang pergi dan memarahi salah satu anak buahnya yang ia anggap salah. Aku hanya memperhatikan semua itu di salah satu bangku.
"Hai, babe."
Aku menoleh ketika mendengar sebuah panggilan dan merasakan bangku di samping tempatku duduk bergerak. Luke rupanya sedang duduk di sampingku dan memberi sebuah kecupan sekilas pada bibirku.
"Hmm..." gumamku malas.
Aku masih kesal dengan Luke atas kejadian kemarin. Maksudku, apa-apaan dia, mengundang salah satu mantan kekasihnya?! Aku tidak bermaksud menjadi kekanak-kanakan tapi memangnya salah ya jika aku memiliki rasa cemburu? Lagipula status Luke bukan lagi kekasihku melainkan calon suami. Kalau tidak percaya, kau bisa saja tanyakan pada cincin tunangan yang melingkar dengan manis di jari tanganku.
"Kau masih marah?"
"Hmm..."
"Kau dipanggil Mom."
Aku langsung menoleh ke arahnya dengan kening berkerut. "Mom? Ibumu? Tapi, memangnya ibumu ada di sini? Kupikir dia masih dalam perjalanan dari Australia?"
Luke terkekeh. "Bukan, ibumu."
"Kau memanggil ibuku dengan sebutan mom?"
"Yeah, salah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Elounor // Elounor ✔
Fanfiction[Completed] Apa yang akan terjadi ketika dua hati yang terluka menyatu? Temuilah Eleanor Calder dan Louis Tomlinson yang akan membawa kalian ke kisah baru. P.s : terinspirasi dari short movie Thailand berjudul 'What If You Could Turn Back Time' ...