8.

3.4K 63 9
                                    

"Noah." Aku memecah keheningan diantara deru ban mobil yang berbaur dengan aspal.

Noah menoleh sejenak, "Kenapa Ta?" Lalu mengembalikan fokus pada jalanan.

"Gue mau nanya, em gimana ya, gue bingung. Lo, em, elo kenapa..."

Noah diam dan aku semakin bingung bagaimana harus bertanya tentang keadaan ini.

"Kenapa lo bawa mobil?"

Plak!

Dengan segera aku menolehkan kepalaku menghadap ke sisi kiriku, menghadap ke jalanan, membuang muka dari Noah yang aku tahu pasti sudah menoleh ke arahku. Tanganku memukul pelan ke bibirku yang kenapa dengan sialnya melontarkan pertanyaan yang itu sih? Kenapa bukan yang satu lagi?

Detik pertama...

Detik kedua...

Detik ke--

"BAHAHAHAHAHA LO MAU NANYA GITU AJA SAMPE KAYA ORANG MULES TAU GA SIH TA HAHAHA!"

Tiktoktiktok

Noah sialan.

Tadi dia manis banget kok sekarang tingkahnya balik lagi jadi amburadul.

Aku mendelik menatap ke arahnya yang masih sibuk dengan tawanya. Ia menepikan mobilnya sejenak di halte.

"Lo mau nurunin gue?" tanyaku hati-hati.

"Sembarangan kalo ngomong! Emang gue cowo apaan nurunin cewe ga di depan rumah, hah? Gue mau beli minum tuh disitu. Haus tau abis ketawa."

"Dih, yaudah sono. Siapa juga suruh ketawa?" Aku mencebikkan bibirku dan membuang muka menatap ke arah jalan.

Noah membuka pintu dan membuatku menoleh sebentar, tapi tanpa disangka ia mencubit pipiku, "Jangan ngambek, cantik! Gue tinggal beli minum dulu bentar. Jangan kangen!" Ia melengos pergi dan mataku mengikutinya tanpa sadar.

Aku tersenyum menatapnya yang kini sudah berdiri di sebelah pedagang kaki lima penjual minuman dingin. Tanpa kusadari, ia juga tengah menatapku dari sana melalui kaca mobil.

"Nih minum." Ia memberikanku sebotol minuman teh rasa apel yang sudah ia bukakan segelnya.

"Makasih." Aku menerimanya dan langsung meneguknya, sedangkan ia masih membuka segel botol miliknya.

"Eh, gue tadi ga bener-bener nanya itu lagi. Gue bercanda doang."

Noah yang sedang meneguk minumannya menatapku dengan alis yang terangkat satu.

Lah kok jadi ganteng gitu dia?

"Gue tuh tadi mau nanya--"

"Stop stop. Biar gue jawab dulu pertanyaan lo yang tadi."

"Gue becanda doang elah, ga usah dijawab juga gapapa."

Noah menghembuskan napas sebentar, "Gapapa. Gue bawa mobil soalnya motor gue dipake. Lagian juga musim hujan. Sayang kalo mobil ga dipake kan?"

Aku mengangguk-anggukan kepalaku sebentar lalu kembali meneguk minumanku walau sebenarnya aku tidak merasa haus.

Tapi saat aku meneguk minumanku, mataku dan Noah bertemu kembali. Noah menatapku. Hanya menatap dengan senyum.

Aku menyelesaikan minumku dan menutup botol minumanku.

"Apa?"

"Next question?"

Aku terkekeh mendengar pertanyaannya. Oh dia mengingat bahwa aku akan bertanya lagi.

"Ga jadi."

"Yakin?" Pertanyaannya yang ini membuatku gelisah entah karena apa.

"Oke. Kita lanjut ya jalannya." Ia lalu memasukan gigi satu pada mobil dan di sepanjang jalan menuju rumahku, kami saling bertukar obrolan ringan.

***

Noah menarik rem tangan pada mobilnya, lalu menoleh ke arahku dengan senyum yang seakan tak pernah luput dari wajahnya.

"Thank you Noah," ucapku dengan suara yang mungkin hanya bisa ku dengar sendiri. Entahlah, aku seperti kehilangan kekuatan saat melihat senyumnya dan ketulusan yang terpancar dari kedua bola mata hitamnya.

"Hm? No problem lah Ta, ya ampun kaya sama siapa aja lo." Noah menyandarkan tubuhnya sebentar ke jok dibelakangnya.

"Ta." Lalu tak ada lanjutannya, membuatku penasaran dalam dudukku.

Oh demi kucing yang tenggelam dalam parit yang kotor, aku masih menggunakan sabuk pengaman dan aku penasaran!

"Kenapa?"

Aduh perasaanku sungguh tak menentu. Ada satu sisi dalam diriku yang mengatakan bahwa Noah akan menyatakan perasaannya padaku saat ini, tapi satu sisi dalam diriku mengatakan untuk tidak besar kepala lebih dulu.

Tapi bukankah Noah memang menyukaiku? Bahkan sejak lama?

Ya, tapi kamu tidak menyambutnya. Bahkan terkesan tidak menerima.

Oh ayolah, kalau aku tidak menerima, aku tidak akan berada dalam mobilnya saat ini.

Kalau ia menyatakan perasaannya saat ini, apa kamu akan menerimanya?

Apa?

Gotcha! Bahkan kamu masih berada dalam bayang-bayang Nicho kan?

Stop! Jangan bawa-bawa kakak!

Noah adalah pengganti Nicho, begitu?

Ap-apa? Tidak!

Mengaku saja!

"Ta? Lo ga ngedengerin gue?" Tangan lembut Noah lalu beranjak menuju dahiku, merapikan anak-anak rambut yang menutupi wajahku ke belakang telinga.

"So-sorry Noah. Gue-- em lo ngomong apa tadi?"

Aku sungguh merasa bersalah (lagi) pada Noah.

Ini semua karena pertarungan antara pemikiran-pemikiranku sendiri.

Astaga Talithaaaaa...

***

Kamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang