Flashback.

4K 58 6
                                    

"Sampe kapan kamu masih mau berdiri disitu?" tanya lelaki itu masih dengan tatapan mata menghadap handphone di tangannya.

Lah dia ngomong sama siapa?

"Talitha? Nama kamu Talitha kan?"

Sontak mataku menatap ke manik matanya, gemuruh itu kembali datang setelah berhari-hari aku tidak melihatnya.

"Ha?"

Asli, mukaku! Pasti udah ajeb banget dongonya!

"Sini!"

Lalu dengan sendirinya kakiku melangkah ke arah lelaki yang waktu itu kutemui.

"Yang kemarin pulang bareng Temmy kan?"

Lagi, mataku tak lepas darinya. Bagaimana dia tahu?

"Aku liat kalian pulang bareng waktu kemarin. Waktu kamu ninggalin bukumu disini."

Jeda beberapa detik sebelum aku berhasil mencerna ucapannya, "Temmy salah satu rekanku di kantor. Waktu itu dia abis terima telpon dari adiknya dan ya, menceritakan sekenanya. Juga menunjukkan fotomu," ujarnya tenang.

"Ah, ya begitulah," jawabku sekenanya.

Ini. Tidak. Adil.

Dia tenang saja, sedangkan aku dengan gilanya berperang dengan jantungku sendiri. Oh astaga!

"Nicho," ucapnya memperkenalkan diri, memecah lamunanku.

"Talitha." Aku berusaha menampilkan senyum terbaikku, tapi kurasa gagal. Aku mungkin terlihat konyol saat ini.

"Hm, jadi kenapa kamu tadi cuma berdiri diam disana?"

Mati, masa harus jujur trus bilang kalo lagi ngeliatin dia main handphone?

"Ah, itu... em ya, tempatnya penuh. Aku ga tau mau duduk dimana. Lagipula, tempat favoritku dipakai orang."

Oh tenang, aku tak sepenuhnya bohong!

Kak Nicho menaikkan alis kanannya, "Dimana?"

Tampangku pasti kembali ke wajah polos nan dongoku.

"Dimana tempat favoritmu?" jelasnya.

Ah, hanya itu. Kenapa sih otakku jadi bodoh begini saat di sebelahnya?

Aku langsung saja menunjuk ke tempat yang sedang kutempati saat ini.

"Ah, ternyata tempat favoritmu aku pakai ya?" Ia terkekeh sebentar.

Oh jangan. Jangan tertawa, Kak! Aku nyaris kehabisan oksigen karena tawamu!

"Dijemput Temmy lagi nanti?"

Kalau aku bilang tidak, apa kakak di hadapanku mau mengantar ya?

Aku menimbang-nimbang sebentar alasanku.

"Kalau ga dijemput, aku antar?" tawarnya.

Rasanya aku ingin berteriak. Tapi tidak, aku tidak akan mempermalukan diriku untuk kesekian kali di hadapannya. Tidak. Jangan sampai.

Aku menelan ludahku sebentar, berusaha menetralkan degup jantung yang serasa menggema.

"Hm, sebentar aku hubungi kakakku dulu ya."

Aku sedikit menggeser tubuhku, menelepon Kak Temmy hingga suaranya terdengar di ujung sana.

"Lo udah kelar? Gue belum bisa jemput kalo sekarang."

"Eeeettt, tenang aja kak! Gue pulang sendiri ya. Kakak hati-hati. Sayang kakak!"

Klik.

"Kak Temmy ga bisa jemput kak, tapi kakak ga usah repot-repot. Aku bisa naik taksi atau apalah yang lewat," ucapku sedikit jual mahal.

Kamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang