10.

3.6K 57 0
                                    

Dan disinilah aku sekarang, duduk diam dengan segelas coklat panas dan sepiring pancake dengan topping ice cream vanilla.

Mataku mengedar mencari sosok yang sudah membuat janji denganku.

Aku mencoba mengambil handphone yang berada di dalam tasku, hendak menghubunginya. Baru saja aku akan menghubunginya, orang yang ku maksud sudah berdiri di sampingku dengan napas terengah dan beberapa bulir air menetes dari helai rambut gondrongnya.

"Maaf telat." Ia mengambil duduk di hadapanku. Sedangkan aku, dengan sendirinya sudah tersenyum melihatnya yang sedang mengatur napas.

"Udah lama?" Aku menggeleng sebagai jawaban, tapi Noah, ya Noah.

Ia lantas menggenggam cangkir yang berisikan coklat panas lalu mendengus sebelum berbicara lebih lanjut.

"Bohong. Coklatnya udah dingin nih. Es krimnya juga udah leleh," ucapnya seraya meletakan kembali gelas berisikan coklat panas yang menurutnya sudah dingin dan dagu menunjuk arah pancake dan es krim untuk topping-nya.

Aku tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepala.

Melihat tingkah Noah sehari-hari rasanya seperti mengurus keponakan. Gemas!

"Kenapa senyum-senyum? Gue tau kok kalo gue ganteng," ucapnya penuh percaya diri.

Aku pasti nampak seperti orang bodoh sekarang.

"Apaan sih? Pede banget. Udah pesen dulu sana. Gue mau ke toilet."

Aku lalu beranjak dari dudukku. Mencuci muka sebentar mungkin akan membantu. Walau karena itu, aku mungkin harus memoles sedikit bedak dan lipgloss lagi agar penampilanku lebih baik.

Aku terdengar seperti anak ABG jatuh cinta ya?

Katakan saja sesuka hatimu. Ini... aku tidak tahu apa. Hanya ingin saja.

Aku keluar dari toilet dengan langkah ringan. Entah sejak kapan langkah dalan hari-hariku menjadi ringan. Mungkin karena aku membaginya dengan Noah. Lelaki yang selama ini mengisi sesuatu yang kosong. Mungkin lebih dari empat bulan belakangan sudah ia mencoba menerobos pertahananku. Tapi sosok pantang menyerah itu selalu tampak padanya.

Aku... tidak mengkhianati Nicho kan?

Tidak. Tentu saja tidak.

Aku kembali ke arah mejaku yang kini ditempati oleh Noah. Tanpa sadar aku memperhatikannya dari sisi sebrang sini. Tangannya sibuk mengetik di layar pipih berwarna hitam. Sesekali ekspresinya berubah ketika membaca sesuatu dari ponselnya.

Aku menyadari satu hal, bahwa aku memang membutuhkannya dan aku tidak siap untuk kehilangannya.

"Ta gue ga usah pesen deh, lo abisin aja nih. Abis itu kita cus yuk, nanti keburu hujan. Mendung tuh liat," ucapnya sembari menoleh sedikit menengadah ke atas jendela tepat di samping kami.

Aku memberikan garpu dan sendok kecil pada Noah, "Lo makan itu, gue minum ini."

Aku segera meneguk segelas coklat panas, meminimalisir penolakan yang akan Noah lontarkan.

"Cepetan Noah, katanya mendung?"

Perkataanku sepertinya membuatnya kembali menelan bulat-bulat protesnya. Perlahan tapi pasti ia menelan pancake dengan topping es krim di atasnya yang memang belum ku sentuh sama sekali.

Setelah membayar, kami beranjak dari duduk dan segera keluar dari cafe tersebut. Waktu menunjukkan pukul 13.20, dimana mata kuliah berikutnya ada di jam 13.40. Kami punya waktu sekitar 20 menit lagi dan aku tidak menyesal sama sekali walau aku berjalan kaki.

Kamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang