Keringat mulai mengucur keluar dari keningku, memberikan sebuah sensasi menggelitik yang manusiawi pada tubuhku. Mataku yang berwarna coklat bertemu dengan kedua pasang mata yang memandang kembali dengan sama intense-nya. Rasa dingin dari pistol yang kucengkeram kuat-kuat sepertinya hanya membuat adrenalineku semakin terpacu seiring dengan tiap nafas yang terhembus pelan. In and out, in and out. Jemari yang gemetar menarik pelatuk, bersiap untuk menembakkan sasaranku tanpa ragu. Namun sebelum aku dapat bereaksi, sebuah cengiran tergambar di bibir sang musuh, memberikan sebuah rasa takut yang baru.
“NO ! Don’t you dare –“ belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, rasa dingin yang amat sangat menyergap seluruh tubuh, menyapu seluruh keringat yang telah berhenti menetes dari pori-pori kulit pucatku.
“DARCY STYLES ! Did you just attack your mummy with a water hose?” jeritku, berbalik ke arah gadis kecil berambut keriting yang kini berguling-guling di lantai sembari tertawa keras. Musuhku, Harry tak memiliki cengiran jahil itu; alih-alih sebuah cengiran, mulutnya kini terbuka lebar dengan gonggongan tawa yang keras, tangan bertepuk berkali-kali seperti seekor singa laut yang bodoh.
“Kau sebaiknya sudah mulai berolahraga, Styles.”
“Wha –Darcy Run !” kakiku mulai berlari menuju dua manusia yang kini berlari pergi dengan cepat, berusaha tak tertangkap olehku. Tawa yang identic terlepas dari kedua mulut mereka. Rambut keriting yang begitu indah itu membingkai wajah pucat dengan fitur yang sama. Mata hijau lumut yang memandangku kembali itu menyiratkan kebahagiaan. Sebenarnya kuakui tentu saja mataku juga menggambarkan hal yang sama. Kebahagiaan. Kurasa setelah mengalami masa buruk selama beberapa saat, ini adalah sebuah titik puncak. Titik puncak kebahagiaanku dan Harry, juga Darcy.
Bunyi rumput hijau yang segar bergemerisik di bawah kakiku yang tak memakai alas kaki. Segarnya udara yang berkumandang disekitarku terasa begitu melegakan. Yang menakjubkan adalah betapa hangatnya matahari yang diserap oleh pori-pori kulitku. Mataku berkelibat ke arah rumah berwarna putih cemerlang yang berdiri kokoh di dekat kebun belakang kami berlari. Rumah baru yang sempurna untuk memulai hidup yang sempurna. Beberapa kotak yang baru saja kami bongkar tertumpuk dekat gudang kaca, memberikan sebuah tanda jelas bahwa kami baru saja pindah. Biar kuberitahu, pindah satu kali bersama seorang gadis kecil yang sangat aktif dan seorang laki-laki dewasa yang bertingkah seperti bocah berumur lima tahun sangatlah berat. Tetapi untuk pindah dua kali bersama kedua orang itu? Well itu barulah sebuah tantangan yang sangat, sangat, sangat berat.
Setelah mendiskusikan segala hal dengan Harry, kami akhirnya memutuskan untuk berpindah kembali dan mencari lokasi yang lebih dekat ke agency modellingku, berhubung karir modelingku yang kian meningkat. Dengan rumah baru ini, aku akan mencapai tempat kerjaku lebih cepat dan Harry dapat membuka studio music kecilnya di rumah. Yeah, ia bekerja sebagai seorang produser rekaman sekarang. Aman untuk dibilang bahwa pekerjaannya semakin membaik dan meningkat. Tapi tentu saja kalian dapat melihatnya dari rumah baruku yang err cukup mewah?
“Baby, what is it?” suara familiar itu mengisi pendengaranku, menyentakkan dari segala lamunan yang mengisi pikiran. Begitu mataku kembali terfokus, keduanya bertemu dengan dua pasang mata yang memandang kembali dengan penuh penasaran.
“Is mummy okay?” Darcy bertanya pada Harry, menusuk lesung pipi kirinya dengan sebuah kerutan di keningnya.
“Aku tak tahu, sweetheart. Kurasa ibumu terpesona pada cara kita berlari. Seperti dua –“
“Musketeer !” terkikik dengan suara keras, Darcy mengangkat kedua tangan di udara seolah ia membawa sebuah pedang, sebelum mengarahkan jemarinya padaku. Aku terkekeh, memutar mata melihat tingkah mereka berdua.