Ruby berdiri di pintu masuk The Braga's dengan jantung berdegup keras. Hampir memekakkan telinganya dengan bunyi jantungnya. Berulang kali dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Dia telah melakukan beberapa persiapan untuk keadaan darurat. Seperti menghubungi sahabatnya yang sangat dia syukuri karena tidak ikut bersama mereka.
Dalam dering pertama, Julia langsung mengangkat telpon Ruby dan menceramahi Ruby selama 5 menit dan akan lebih lama lagi jika saja dia tidak mengatakan bahwa nyawanya dan nayawa Shane mungkin saja akan melayang jika dia tidak menyelamatkan mereka. Alhasil, dengan serentetan janji untuk menceramahi mereka lebih lama lagi setelah mereka pulang kembali ke Asrama, Julia menutup telpon dan setuju untuk menjemput Ruby dan Shane dengan mobil miliknya.
Julia memang gadis pendiam, tidak banyak bicara, lebih banyak tersenyum. Tapi, jika dia marah tidak akan ada seorang pun yang sanggup berada bersamanya lebih dari 5 menit. Ruby bahkan pernah hampir melompat dari lantai dua asramanya hanya demi untuk menjauh sejauh mungkin dari Julia.
Mengingat janji Julia yang siap meledakkan serentetan filose ke dalam otaknya, membuat dia tidak lagi gugup dengan pesta The Braga's. Bagi Ruby, lebih baik menghadapi seribu Gangster daripada menghabiskan satu jam mendengar filosofi Julia.
Tidak peduli, baju yang dikenakan Ruby bukanlah miliknya. Dengan wanita bangsawan yang siap menelan nya hidup-hidup setelah dia terlepas dari ikatan Ruby. Dan pandangan setiap mata yang tertuju padanya. Sebagian dengan pandangan penasaran. Sebagian dengan pandangan terpesona. Ruby melangkahkan kakinya ke dalam. Berjalan selayaknya seorang bangsawan. Dagu terangkat. Punggung lurus. Pandangan tajam. Uh! Jika Ruby harus melakukan hal ini lebih dari 10 menit, maka kakinya pasti akan patah karena high heels runcing milik Anna yang untung saja seukuran dengan kakiya. pikir meringis, merasakan kakinya yang asing dengan high heels. Dia bahkan sudah mulai merasakan dagunya kelelahan, dan pundaknya sakit karena tegang. Dia heran bagaimana para bangsawan itu bisa bertahan bersikap kaku seperti yang dia lakukan.
"jika aku keluar hidup-hidup, aku akan membunuh Shane dengan tanganku sendiri, karena membuatku melakukan semua ini" gumamnya.
Tanpa bertemu pandang dengan siapapun, dan sikap congkaknya yang begitu sulit dia pertahankan. Ruby berjalan ke arah Bar, yang dia lihat ketika pertama kali menginjakkan kakinya ke dalam. Dia bahkan tidak peduli, setidaknya berpura-pura untuk tidak peduli ketika banyak lelaki tampan meliriknya dari atas sampai bawah, yang sangat ingin di balasnya. Bukan Ruby, jika sampai melewatkan kesempatan untuk menancapkan pesonanya di hati dan pikiran mereka hingga melupakan pasangan mereka.
"bisa berikan aku Vodka?" katanya pada Bartender segera setelah dia duduk.
"ada hal lain yang bisa aku lakukan untuk anda, My Lady?" Tanya Bartender meletakkan minuman di hadapannya. Saat itu, Ruby melihat sebuah Tatoo di pergelangan tangan kanan Bartender. Meski samar-samar dia sangat mengenali Tatoo itu. Yang dilihatnya, lebih tepatnya yang terus-menerus diperlihatkan oleh Ruzia teman asramanya yang tergila-gila mengumpulkan informasi mengenai The Braga's. Tatoo berbentuk Raven yang di kelilingi oleh Naga bersayap. Siapapun yang memiliki Tatoo itu, mereka pastilah anggota Gangster The Braga's.
Ruby menatap sang Bartender yang memiliki wajah cukup sexy dengan kulitnya yang terbakar matahari. Menunggu jawaban Ruby dengan seringaian. Meskipun pria di hadapannya cukup Sexy, tapi dia tidak punya rencana untuk berkencan dengan anggota Gangster.
"hmm,,tidak. Terima kasih" ucapnya acuh. Yang dib alas Bartender dengan desahan kecewa lalu, kembali melanjutkan melayani tamu yang lainnya.
Ruby mengambil minumannya, meneguknya satu kali. Lalu menyapu pandangannya ke seluruh ruangan. Mencari keberadaan Shane Masson. Dimana si bodoh itu? Pikirnya kesal. Saat itu Ruby tidak melihat, ada sepasang mata yang telah memerhatikannya sejak pertama kali dia melangkahkan kakinya ke dalam pesta. Menatapnya dengan lapar. Seperti pria yang akhirnya menemukan makanan favoritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love & Revenge
RomanceRuby D'artagnan memiliki kebiasaan aneh! setiap kali dia merasa bahwa hidupnya mulai membosankan? dia akan melakukan hal-hal gila yang selalu berakhir dengan membuatnya sebagai target para penjahat. sama halnya dengan Zavier Braga yang berawal dari...