8

46 6 1
                                    

"Oke oke Oke, aku akan melakukan syarat itu. Jadi, sekarang duduk." Justin menarik tanganku, aku terduduk lagi di bangku taman.

Justin menyenderkan kepalanya di pundakku, B.R.E.A.T.H.L.E.S.S seketika jantungku berhenti kemudian berdetak lagi dengan kecepatan penuh.

Seperti baru saja tersadar dari mimpi, aku sontak kaget dan mengangkat bahuku. Namun, kepala Justin memang benar sedang berada di pundakku. Aku menolehkan kepalaku. JUSTIN. ya, itu memang Justin, laki laki yang baru saja aku kenal. Laki laki yang baru saja menjadi temanku, dan juga laki laki yang aku sukai.

"Ehem, apa apaan ini?" Ucap seseorang di belakang kami. Aku kaget, suaranya terdengar jelas di belakang kami. Apa mungkin Itu guru? Semoga saja bukan. Atau jangan jangan Itu Zac dan yg lainnya. Sepertinya lebih bagus jika Itu mereka.

Aku menggerak gerakkan bahuku, namun Justin tidak bergerak sedikitpun. Aku mencubit kakinya, namun dia juga tetap tidak bergerak. Aku menoleh ke wajah Justin, wajahnya tenang sekali.

Dia tertidur, Atau pingsan ya? Kenapa pulas sekali?. Aku mencoba mencubit pipinya.

"Aaaaww, Dara! Apa yang kau lakukan?? Aku sedang tidur dan kau seenaknya membangunkan aku." Teriak Justin.

Aku memainkan mataku, seakan akan sedang menunjuk ke belakang kami. "Ada seseorang di belakang kita, semoga saja itu bukan guru." Bisikku.

Kami berdua terdiam, Justin mengenggam tanganku. Aku mencoba melepaskan genggaman tangannya, tapi Justin semakin mengenggam tanganku.

"Hitungan ketiga, lari sekencang kencangnya ya." Bisik Justin. Aku mengangguk, agak ragu tapi mau bagaimana lagi.

Justin mengisyaratkan jarinya '.... ✌..... ' kami berlari sekencang kencangnya, tanpa memperdulikan orang yang berada di belakang kami tadi.

Kami berlari menerobos apapun dan siapapun yang ada di depan kami, Justin masih terus mengenggam tanganku. Kami menabrak pagar pembatas taman sekolah, untungnya tidak ada siapapun disini.

Justin menabrak sepeda murid, sialnya sepeda yang lain ikut jatuh. Dan Satpam pun mengejar kami berdua, Justin mempererat genggaman tanganku. Kami berlari keluar dari sekolah, Justin menarikku entah kemana.

Kami berlari semakin jauh dari sekolah, aku melihat ke arah Justin. Berharap dia berhenti berlari sekarang juga, karena aku sudah benar benar capek. Namun Justin belum juga berhenti.

Kami berhenti sejenak. Justin berhenti tepat di sampingku, dia menoleh ke belakang. Sepertinya sudah tidak ada siapapun yang akan mengejar kita sekarang.

"Jadi?? Apa yang akan kita lakukan sekarang?? Kita sudah jauh dari sekolah." Ucapku dengan napas yang masih tidak teratur.

"Pulang ke rumahku, tidak jauh dari sini." Jawab Justin sambil berjalan santai.

"What? rumahmu? gak ah, ogah." Jawabku.

"Ya sudah terserah kamu, aku akan tetap pulang." Justin berjalan semakin jauh dariku.

tega banget nih anak, bukannya ngasi saran lain malah bilang ya sudah. apa apaan itu. dasar psycho.

Aku tidak mau pergi ke rumah Justin, tapi aku juga tidak tau mau kemana. Mungkin lebih baik aku kembali ke sekolah saja, setidaknya sekolahku belum terlalu jauh.

Justin terus saja berjalan tanpa memperdulikan aku yang masih memikirkan cara untuk kembali ke sekolah.

"Serius mau jalan 5km? Kalo aku sih mending ke rumah terdekat." Goda Justin.

Aku terus berjalan. Namun saat mendengar ucapan Justin tadi, aku segera berbalik.

"What? 5km? Yakin? Kita lari sejauh itu tapi kok rasanya gak jauh banget." Aku terperangah.

"Iyaaaa, LIMA KILOMETER." Justin memperjelas.

Aku terdiam dan berfikir.

Kalo aku jalan terus, bisa bisa aku mati kelaparan. Semua uangku ada dalam dompet, dan dompet itu ada dalam tas. Tapi, kalo aku ikut ke rumah Justin. Aku saja baru kenal dia, masa hari pertama kenal langsung main ke rumah dia. Eh ini bukan main, tapi menyelamatkan diri.

Aku berjalan ke arah Justin (lagi). Justin cengar cengir melihatku berbalik arah.

"So? Wanna come with me?." Tanya Justin.
"Hmmm". Jawabku
"Is tht yes or no?" Godanya.
"Iya tin iyaaa, aku ikut ke rumahmu." Jawabku.

Justin menarik tanganku. Kami berjalan agak sedikit berjarak, namun Justin terus saja menarikku ke arahnya dengan alasan "Jangan terlalu pinggir, nanti kamu di tabrak aku gak mau tolongin."

Jujur saja aku bingung, apa aku yang terlalu bodoh atau memang dia terlalu mempesona. Gayanya seperti preman, caranya bicara juga sangat attitudeless, namun tetap saja aku begitu terpesona setiap kali dia tersenyum tertawa atau bahkan saat marah.

Aku memperhatikan setiap gerak geriknya sedari tadi, benar benar anak yang tidak bisa diam. Sedari tadi dia bergumam dan berbicara sangat cepat hingga aku bahkan tidak sempat mendengar ucapannya, entah karena dia terlalu cepat berbicara atau karena aku terlalu sibuk memperhatikan setiap inci dari wajahnya.

"Ehem Just, masih jauh? Aku lumayan capek, look at this." Ucapku sambil menunjukkan high heels yang aku kenakan.

Justin menoleh ke arah ku dan melihat kakiku, lalu membalikkan badannya dan berlutut. Dia mencopot sepatuku kemudian dia melepas sepatunya dan menyuruhku untuk memakainya.

"Tuh, pake sepatuku saja. Rumahku masih lumayan jauh, kasian kaki kamu ntar kena penyakit." Ucap Justin sambil menenteng high heels milikku.

"Thanks btw, kamu dah minjemin sepatu ini. Maaf kamu jadi nyeker kayak gitu."

"No problem, ra" jawab Justin.

"Justtt.." panggilku.

"Yea, ra"

"Nope i just call ur name."

"Ah oke baiklah."

Author's POV

Dara dan Justin terus berjalan, rumah Justin memang lumayan jauh.

"Just kaki aku sakit, istirahat bentar plis." Ujar Dara.

"Oh baiklah, ayo duduk sebentar."
Mereka berdua pun duduk di pinggir jalan.

"Jus? Rumah mu benar benar jauh. Kakiku sangat sakit." Keluh Dara 

Justin merogoh saku nya dan mengeluarkan ponselnya, kemudian mengetik sebuah nama dan menelepon seseorang. 

Justin berjalan agak menjauh dari Dara, berbicara dengan seseorang di telpon. Wajahnya serius, entah apa yang sedang dia bicarakan.

Dara duduk di pinggir trotoar sambil meluruskan kakinya, Dara menghela nafas. Meregangkan otot kakinya yang pegal karena berjalan jauh.

"Justtt, masih lama gak?? Sumpah gak kuat banget." Keluh Dara.

Justin berjalan mendekati Dara, kemudian berjongkok di depan Dara.

"Naik, kalo kamu gak mau kakimu bengkak pas nyampe rumah aku." Justin masih berjongkok di depan Dara.

Dara terlihat ragu untuk naik ke punggung milik Justin. Dara berdiri kemudian berjalan ke depan Justin.

"Aku minta jemput supir aja kalo gitu." Tukas Dara

"Serius? kalo supir kamu gatau daerah sini gimana?" balas Justin.

Dara diam.  apa yang di katakan Justin benar. Daerah ini asing.  "Ya...... tapi ini rumah kamu jauh banget ih." Dara terlihat kesal. "Dih, lagian tadi udah aku suruh naik ke punggung aku. Kamu yang gak mau kan, ya udah derita kamu lah." Pekik Justin. 

"Apa apaan. Ini tu salah kamu, ngapain pake ngajak lari segala. Lagian belum tentu guru kan yang tadi di belakang kita." Dara mengomel. "Lah, yang mau ikut lari kan kamu. Ya salah kamu." Bantah Justin. 

Saat Justin dan Dara tengah berdebat, motor Ninja tengah memacu kecepatan. Tiba tiba.....

"Dara!!!!" Justin menarik kerah baju Dara yang sedari tadi terus terusan mengoceh. Mereka berdua terjatuh di atas trotoar


we were born for this (justinbieberff)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang