Four (lebih buruk)

51 4 2
                                    

    Aku berlari kencang tanpa memperdulikan teriakan lucy memanggil dibelakangku . . .
Aku tidak perduli pandangan orang2 yang melihatku aneh.
Saat ini aku tidak perduli itu. Terserah mereka bilang apa.
Aku langsung pergi keluar sekolah mencari angkutan umum dan menyetop nya untuk mengantarku ke rumah sakit. Terlalu lama jika harus menunggu jemputanku. Memperlambat waktu .
Pikiranku kacau, sangat kacau. Antara takut, kaget, sedih semua campur aduk sekarang. Tak bisa aku bayangkan wajah papah pagi tadi tersenyum manis mengantarku kepintu mobil yang membawaku kesekolah bahkan sebelum itu papah menyuapiku sarapan pagi,  dengan tawa, senyuman yang papah ukir , pelukan papah, bermanja manja dengan papah, kecupan sayang papah didahiku. Tapi sekarang, Sekarang aku mendapat kabar yang tidak enak dan tidak pernah aku harapkan papah masuk rumah sakit. Ini buruk sekali, lebih baik aku terkena marah oleh guru habis2-an dari pada mendengar berita ini. Sangat membuat jantungku berdetak dengan hebatnya, sakit!.

Papah . . . tunggu kanza, papah pasti bakal baik- baik aja, kanza yakin.

Aku tiba dirumah sakit , didepanku saat ini ruangan papah, ruangan yang terdapat papah didalamnya, entah papah bagaimana kondisinya. Aku belum tau pasti. Dokter sedang  menangani papah.
Aku takut terjadi apa2 dengan papah. Kenapa ini bisa terjadi?

Diluar ruangan ada pegawai rumahku, yaitu bi siti yang sedang menangis dan pak wawan, sedang menunggu kabar tentang papah yang sedang dalam penanganan.

"Bi papah kenapa?"tanya ku kepada bi siti. Bi siti ini sudah aku anggap sebagai ibuku karena dia juga telah merawatku dengan baik dan melayaniku. Aku tidak pernah menilai orang dari derajatnya. Bagiku semua sama , sama-sama harus diperlakukan dengan baik.

Bi siti hanya menangis. Tanpa menjawab pertanyaanku.

"Bibi jawab."aku mengguncang tubuh bi siti.

Tapi bi siti tetap menangis.

"Pak wawan papah kenapa?." tanyaku kepada pak wawan yang sedari tadi hanya diam bersender ditembok. Pak wawan hanya mengelus pucuk rambutku.

Semua terlihat sedih.

Ada apa ini.

Kenapa gak ada satupun yang menjawab. Kenapa?

Aku terus menanyakan hal yang sama kepada semua orang yang aku lihat sedang kesedihan ini.

"Bibi jawab kanza bi. Jawab." tanyaku dengan air mata yang mengalir.

Tiba-tiba bi siti membawaku kedalam pelukannya.

"Sabar yah non. Non berdoa buat papah non. Semoga papah non gak kenapa2." ucap bi siti sambil menangis.

"Tapi ada apa bi. Papah kenapa?." tanyaku sekali lagi dengan air mata yang terus saja tanpa hentinya keluar.

"Tuan . . . tadi kena serangan jantung non, sekarang keadaannya kritis." jawab bi siti dengan suara tangisan yang bertambah besar.

Deg . . .

Aaaaaah. . .Sakit, jantungku sakit!

Papah kena serangan jantung!.

Ya tuhan, selamatkan papah. Aku tidak ingin hal buruk menimpa papah.

Apa penyebab semua ini.

Kenapa semua terasa tiba-tiba.

"Bi papah pasti baik-baik aja kan bi."

Bi siti hanya diam.

Lalu dokter keluar . . .

Aku yakin dokter akan memberikan kabar baik. Aku yakin papah gak kenapa2.

"Apakah Bapak dan ibu ini dengan keluarga pak ferdinan?" tanya dokter laki-laki yang menangani papah.

Dan semua pun mengangguk.

KanzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang