Two

47 4 0
                                    

"Pah kanza pulang." teriakku.

"Ko ga ada yang jawab sih."pikirku

"Pah, papah." aku memanggil papah tapi gak ada yang jawab.

Kira-kira papah kemana yah. Batinku.

"Mungkin papah dikamar." aku langsung pergi kekamar papah.

Tok tok tok. .

"Paah , papah ada didalem? Boleh kanza masuk." tidak ada jawaban dari dalam kamar. Kenapa yah tiba-tiba perasaanku gak enak.

"Pah aku masuk yah." aku langsung membuka pintu kamar papah. Karena dari tadi gak ada jawaban dari dalam.

Dan apa yang kulihat, seorang laki-laki paruh baya sudah tergeletak di lantai. Apa itu benar papah, apa aku salah liat. Tapi . . itu benar-benar papah.

"Papaaahh!!!." teriak ku saat melihat papah dilantai dan langsung menghampiri papah.

"Papah kenapa papah bangun" aku menepuk-nepuk pipi papah,berharap papah sadar. Tapi papah tidak kunjung bangun. Aku langsung memanggil pegawai dirumah untuk membantuku membawa papah ke rumah sakit.

"Pak iman . . pak iman. . . bantuin kanza." aku berteriak sekencang mungkin agar ada yang mendengar teriakanku.

Lalu pak iman datang dengan berlari, pak iman ini supir pribadiku.

"Ada apa non,. . . ya ampun non ini tuan kenapa?." pak iman langsung membantu mengangkat papah.

"Pak kita kerumah sakit sekarang." aku memerintahkan agar pak iman membawa papah kerumah sakit. aku sudah sangat kawatir dengan keadaan papah. Aku sangat ketakutan, takut terjadi hal buruk dengan papah. Aku  . . . tidak bisa berfikir jernih lagi. Aku sangat takut kehilangan papah. Tapi aku tetap berdoa.

Selama diperjalanan aku terus menggenggam tangan papah dan terus menangis. Aku tak hentinya berdoa semoga gak terjadi apa-apa dengan papah.

Setelah sampai dirumah sakit papah langsung mendapat penanganan dari dokter.

Sedangkan aku hanya bisa menunggu diluar ruangan dengan hati gelisah.

Aku menangis,
Hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini.
Aku terus berdoa didalam hati.

Pintu terbuka tanda orang akan keluar dari ruangan papah.
Ternyata dokter sudah selesai.
Tanpa basa basi aku langsung masuk keruangan papah.

Saat ini aku sudah duduk disamping papah. Mataku membengkak. Air mataku terus keluar dari sudut mataku.

Papah membuka matanya. Papah sudah sadar.

"Papah baik-baik aja kan?." tanyaku dengan air mata yang terus mengalir.

"Papah gak kenapa-kenapa sayang."jawab papah dengan membelai lembut rambutku. "Ko kamu nangis, papah gak kenapa-kenapa ko. Papah cuma kecapean aja." papah menghapus air mataku.

"Papah jangan bikin kanza takut. Kanza takut papah kenapa-kenapa." ucap ku dengan sesegukkan.

"Udah jangan nangis papah cuma cape aja tadi kepala papah pusing banget terus pingsan."papah menatapku dengan ukiran senyum disudut bibirnya.

"Tapi bener kan papah baik-baik aja. Papah jangan kecapean banyak istirahat. Kalo ada apa-apa bilang sama kanza. Atau panggil aja pak iman atau pak wawan." aku menggenggam tangan papah.

Lalu aku mencium pipi papahku dan memeluknya dari samping.

Papah jangan sakit. Bisikku.

Papah hanya membelai lembut rambutku.

.
.
.

"Pah hati-hati jalannya." aku memapah papah memasuki rumah sampai memasuki kamar papah. Papah sudah boleh pulang. Pesan dokter papah tidak boleh kecapean, tapi dokter tidak mengatakan apapun tentang papah sakit apa.
Yasudah lah yang penting sekarang aku pikirin kesehatan papah.

"Kanza sayang banget sama papah." aku memeluk papah. Dan papah membalas pelukanku.

"Terus selalu sama kanza ya pah." Ucapku dalam pelukannya.

Papah hanya mengangguk.

Kenapa cuma ngangguk aja gak bilang ia pasti atau ia papah janji. Kenapa papah gak bilang gitu apa papah bakal ninggalin aku nanti. Gak ,gak boleh ! itu semua gak bakal terjadi. Batinku.

Bersambung . . .

KanzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang