PART 1

57 5 0
                                    

"Udah lah Cil, sampai kapan lo harus nutup pintu hati lo terus-terusan kayak gini? Lo ga ngerasa kesepian apa ngejomblo terus? Lagipula jadi lo tuh enak, gampang dapet cowok, secara ya banyak yang mau sama lo! Eh tapi.. Lo nya malah nutup hati. Dasar aneh!" ujar Nasya sambil terus mengutak-ngatik tugas untuk MPLS nya.

"Udah deh, Sya. Lo gausah bawel. Lo bisa ngomong gitu karna lo ga ada di posisi gue, coba kalo lo yang di posisi gue? Malahan lo pasti bakal lebih lebay deh dari gue! Lo pasti bakal diem terus kayak orang gagu, gamau makan, pokonya apa-apa gamau, yakan?" pandang Cila sinis.

Mendengar jawaban dari sahabatnya itu, Nasya hanya membalas dengan pandangan bingung kepada Cila. Sambil mengerjakan tugasnya, Nasya terus bertanya-tanya dalam hatinya mengapa Cila, sahabatnya, yang dia tau adalah gadis periang, friendly, dan selalu bisa membawa ketenangan, kenyamanan, dan kebahagiaan untuk orang disekitarnya bisa menjadi sangatlah dingin seperti es hanya karna sebuah cinta?

"Cil, gue pulang ya. Udah selesai nih." pamit Nasya sembaring membereskan segala perlengkapan tugasnya.

"Iyaudah sana, hati-hati." jawab Cila dingin.

"Ih kenapa sih lo jadi beda banget semenjak lo bener-bener putus?! Lo tuh jadi cuek banget tau ga!" pandang Nasya dengan penuh amarah.

Cila menarik nafas panjang dan hanya diam. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Nasya pun bangkit berdiri dan beranjak meninggalkan Cila dengan penuh amarah. Cila yang masih sibuk dengan tugasnya tiba-tiba terdiam. Tanpa sadar air mata mulai turun dari matanya. Cila hanya terdiam membiarkan air mata itu membasahi pipinya. Lalu sesekali dia memejamkan mata dan merasakan sakit hati yang datang menusuk hatinya secara perlahan. Rasa sakit itu sangat melekat sekarang di dalam hatinya. Isak tangis mulai terdengar meramaikan ruang yang sepi dimana Cila berada. Cila masih terbayang-bayang akan kenangan manis yang berubah menjadi sebuah hal yang sangat mudah membuat diri dan hatinya rapuh. Semakin dia terbayang, semakin sakit itu melekat dan mendalam di hatinya.

Jam pun berganti seiring menghilangnya sedikit demi sedikit rasa sakit hati dan amarah yang ada dalam raganya.  Ruangan itu pun terasa sunyi kelam kembali. Terbesit dalam pikirannya

"Apakah yang harus ku lakukan? Bersyukur atau menyesali keadaan yang sudah terjadi? Layaknya sebuah bunga mawar yang tumbuh subur di antara bunga-bunga yang sudah mati, apa itulah aku? Sehingga aku di cabut oleh Sang Pengagum oleh karna keindahanku dan aku di buang dan dibiarkannya mati ketika ada bunga yang lebih indah daripadaku?"

Cila selalu bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Dia selalu berusaha menemukan jawaban dibalik pertanyaannya itu.

"Mengapa keindahan sementara lebih dipilih daripada sebuah ketulusan yang abadi? Mengapa Sang Pemilik Hati terdahulu lebih memilih bulan yang tidak memiliki cahaya sendiri dibanding bintang yang dapat menunjukan keindahan cahayanya sendiri? Mengapa Sang Pengagum terdahulu tega melakukan semuanya itu kepadaku? Mengapa, mengapa, dan mengapa. "

Cila terbenam dalam pertanyaan-pertanyaannya itu. Matanya mulai meredup dengan sisa-sisa tangis menggenang di matanya, yang berisikan serpihan kata-kata mewakili perasaan hati yang tidak bisa diungkapkan. Hanya dapat terpendam bersama kekecewaan, sakit hati, amarah, dan kebingungan di dalamnya.

-----------------

Happiness and TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang