1.9: Traktir?

217 28 6
                                    

Malam kelulusan

Mungkin ini terlalu cepat-bahkan amat cepat. Dalam kesekian hari yang berlalu, kejadian yang tak bisa diungkapan, atau pemandangan yang tak bisa kita pungkiri.

Selama beberapa bulan terakhir, memang sangat menyakitkan. Kesakitan yang tak bisa di pungkiri ataupun di mungkinkan, semua terjadi tanpa bisa di terima.

Kata dan kata.

Waktu dan waktu.

Menunggu dan ditunggu.

Lelaki itu terus memendam, memendam segala hal yang tak bisa ia terima. Kenyataan yang sudah memang ditakdirkan. Rasa cinta yang sebesar mungkin, tidak akan pernah menang dari perlakuan yang ada.

Dia, Dicko Fermandani. Siswa sekolah TreeJra High School, pemilik nilai terbesar di sekolah bahkan, di indonesia. Harus menerima kenyataan pahit, kenangan yang ingin Ia ciptakan sedari dulu harus lenyap seketika.

"Selamat Dicko atas kelulusanmu, dan juga beasiswamu di Oxford University."

Hanya satu kalimat itu yang meruntuhkan. Seharusnya Ia bahagia, universitas ternama memberikan beasiswa dengan cuma-cuma.

Seharusnya ini patut di banggakan, seluruh teman-temannya(meskipun hanya 4 orang, dan sekarang yang salah satunya sudah jadi mayat), Mamanya, dan Papanya.

Namun kebanggaan itu tidak bisa diterima dengan adil di hatinya, hanya karena seorang perempuan yang sudah meruak kehidupan pribadinya.

Sekarang Dicko sedang disebuah pub malam di kawasan jakarta, merenung akan nasib yang yang mulai tertuang dalam lembaran kehidupannya.

"Woy," seseorang menghancurkan pikiran Dicko dengan sebuah gelas yang berisi cairan menghanyutkan, "Muka lu serem amat, lagi ada masalah? Nih, gua traktir minum deh."

Dicko tersenyum seraya menggeleng, tangannya Ia gerakan seperti merokok, "Gua lagi ga pengen minum, bagi gua rokok dong."

Ozzy-orang yang tadi menaruh gelas di meja bartender itu mengerutkan dahinya, lalu ia berkata dengan heran, "Lah? Tumben amat. Nih-" sambil menyodorkan sebungkus rokok ke Dicko.

"Gua butuh ketenangan, akhir-akhir banyak hal yang bikin otak gua pecah." Ucap Dicko, setelah Ia menyalakan rokok lalu menghisapnya.

"Kata-kata dapet dari mana? Sok alim banget, orang brengsek kaya lu aja gegayaan. Sekarang lu minum ini aja,"

"Sialan, traktir?"

"He-eh deh, gua teraktir." Angguk Ozzy sambil menyuruh bertender, mengambilkan sebotol wine untuk Dicko.

Lelaki yang sedang merokok itu hanya tersenyum maklum, bahkan tanpa Ia sadari sendiri.

Ia masih terus menerus menghisap rokoknya, hisap-buang. Hisap-buang.

Matanya tidak bisa berhenti mentap ke segalah penjuru ruangan pub ini, atara atas, kiri, kanan. Hingga Ia menatap perempuan yang tadi Ia pikirkan, dan yang membuatnya berlari ke sini.

****

Perempuan itu khawatir, sedari tadi Ia menggigit bibirnya sambil berjalan kesana-kemari. Ponsel lelaki itu tidak aktif, Mama lelaki itu menelponnya karena anaknya tidak ada di rumah ditengah malam seperti ini. Jelas perempuan itu tambah takut, karena Ia tidak pernah tahu kehidupan lelakinya.

"Oh, kak Dicko ga lagi sama lu kak? Yaudah deh, makasih kak."

Telpon dari sahabat lelaki itu-pun tidak tahu dimana keberadaannya. Ini membuat kegelisahan bertambah, mungkin memang benar omongan Tarka bila perempuan itu tidak tahu apa-apa tentang lelaki itu.

Rambut panjang acak-acakan karena gelisah, wajahnya seperti panda karena karena sudah berbulan-bulan di abaikan lelaki itu. Dan sekarang sudah tepat jam 2 malam, Ia tidak bisa tidur ditambah dengan keberadaan lelaki itu menghilang.

Ting ting...

Dengan cepat ia bergegas, setelah mendapatkan lokasi keberadaan lelaki itu. Namun ada rasa keraguan dihatinya, apa Ia masih sanggup bertemu dengan lelaki itu? Apa Ia bisa, bisa menarik hati lelaki itu lagi.

Pub di kawasan kelapa gading itu adalah tujuannya sekarang.

****

Yang Dicko tahu, Ia mabuk.

Yang Bella tahu, Ia menggotong tubuh Dicko.

Yang Dicko tahu, Ia melihat Bella.

Yang Bella tahu, Dicko menyerangnya.

Yang Dicko tahu, Ia tak sadarkan diri.

Yang Bella tahu, tubuhnya hancur.

Yang mereka tahu, mereka telah bersatu.

Yang mereka tidak tahu, ini awal dari perpisahan mereka.















###

Author note's:

Bagian dari masa lalu mulai dari chapter ini sudah berakhir. Lalu, mulai chapter depan adalah awal masa depan.

Maaf untuk short chapter ini, yang bahkan tidak menyapai 1000 words.

Untuk hari valentine ini, gue persembahkan retaknya hubungan Dicko Bella di chapter ini. Semoga semakin kedepan, cerita ini makin nyesek #amin.

Terima kasih telah membaca, dan menunggu cerita ini.

Gua, Aku, dan SayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang