1.10: Diem Dulu Taik

327 31 3
                                    

"Yah, ada apa tuan?" Tanya sang butler.

Pria yang mengetuk dan yang sedari tadi menekan bel tadi mulai salah tingkah. Pertama, dia takut mengganggu. Kedua, apa orang yang dia cari tidak ada di rumah. Ketiga, dia takut salah alamat.

"Apa benar ini rumah Professor Dicko Fermandani? Saya temannya." Ungkapnya sambil menyerahkan kartu nama.

Butler itu tidak mengerti, lalu mengambil kartu nama yang disodorkan kepadanya. "Iya benar, tapi maaf, tuan Dicko sedang tidak berada di rumah." Jelas butler, itu sambil menyerahkan kembali kartu nama pria itu.

"Ta-tapi, apa ada mamanya didalam?"

Sambil tersenyum, menangis duka, sang butler menjawab: "Beliau selalu berada didalam hati tuan Dicko."

Setelah mengungkapkannya, butler itu menutup pintu dan menyisakan pria itu diluar. Dengan tetesan air hujan yang sedang turun, Ia menangis menyesal.

"Mah, Dicko. Gue minta maaf."

****

"Mama, mama. Dilka mau es krim coklat!"

"Dicka es krim vanila aja lah."

"Ih Dicka mah cuek banget, harusnya kamu tuh kaya aku. Semangat empat enam!"

"Empat lima Dilka, dan aku bukan anak kecil."

"Dicka, kita seumur."

"Tapi aku lebih 5 menit dari kamu,"

"Terserahlah, cape ngomong sama anak kecil kaya kamu."

"Kan kamu juga anak kecil."

"Mama, Dicka ngeselin hueeeee..."

Dicko yang melihat celotehan dari dua anak dihadapannya hanya terdiam, dan jangan lupakan mulutnya yang terbuka siap dimasukin capung. Tak lama Ia tersadar karena merasa jasnya tertarik.

"Dilka cengeng banget yah om," ungkap Dicka sambil bersedekap melihat Dilka sedang digendong Bella karena tangisannya tadi. Karena membuat Dilka menangis, alhasil Dicka tidak dibelikan es krim oleh Bella.

Pria disamping anak itu tersenyum simpul, tangannya meraih tangan kecil Dicka untuk berjalan ke kasir dan memesan satu es krim lagi. Secuek-cueknya Dicka, Ia masih tetap anak kecil yang senang diberi es krim.

Setelah membayar es krim, Dicko memberikan salah satunua pada Dicka. "Wah... makasih om." Riangnya sambil menjilat es krim.

Dilka yang melihat Dicka mendapatkan es krim dari Dicko langsung meloncat turun dari gendongan Bella. Ia langsung menghampiri Dicka dan saling berbagi es krim. Mereka bertengkar lalu berbaikan dengan begitu cepat karena ikatan batin yang mereka miliki, lalu bagaimana dengan kedua orang yang kini sedang melihat mereka? Apa tidak ada yang bisa dirubah lagi?

"Mereka sangat manis," kata Dicko sambil menjilat es krimnya. "Iya, manis sekali," balas Bella sambil mengalihkan pandangannya ke arah Dicko.

Dicko menyodorkan es krim bekas Ia jilat kepada Bella. Wanita itu menggeleng, tapi Dicko terus-terusan menyerahkan es krimnya. Bella tidak bisa menolak itupun akhirnya menerimanya, lalu menjilat es krim itu.

Dalam diam, sang pemberi itu tertawa dalam diam. "Mah, kan es krimnya bekas om Dicko jilat tauk," cela Dilka yang menatap orang dewasa dihadapannya sambil menjilat es krimnya.

Bella meringis lalu menatap Dicko dengan hawa membunuh. Tangannya terangkat untuk menyerang Dicko dengan pukul-pukulannya, sebelum itu terjadi perkataan yang terlontar dari mulut kecil Dicka yang membuat Bella mengurungkan niatnya.

"Mama sama Om Dicko kaya sepasang kekasih disana yang berbagi es krim. Wah, bagaimana kalau Om Dicko jadi papa kami aja? Mau kan Om? Dilka juga mau kan?"

"Pasti lah. Rasanya aku tuh ga mau jauh-jauh sama om Dicko, kaya apa tuh yah. Pokoknya kangen banget aja gitu sama Om, padahal kan Om bukan siapa-siapa kita."

Mendengar perkataan dari dua anak kembar itu, Dicko dan Bella menegang. Dicko tegang karena anak kecil itu mengungkapkan bahwa mereka ingin Ia menjadi papanya, padahal Bella sudah memiliki suami. Bella tegang karena mulut lemes kedua anaknya, apa lagi saat mereka bilang ingin menjadikan Dicko papanya.

"Bella, kita perlu bicara."

Perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Dicko tidak bisa dibantah sama sekali oleh Bella. Mungkin, ini saatnya Ia mengungkapkan kebohongan yang dijalaninya selama ini.

****

"Tarka disini!"

Pria yang dipanggil namanya itu menoleh ke sumber suara, mendatangi teman lamanya yang telah menikahi adiknya itu. Sekarang mereka sedang reuni persahabatan, atau mungkin teman setelah pertengkaran itu terjadi.

"Hai sob, udah lama ga ketemu," ucapnya sambil memeluk sahabatnya itu sebentar, "gimana kabar Bella?"

"Hah..." pria dihadapannya hanya menghela napas dan mengulum senyum, "tunggu yang lain datang, baru gue ceritain."

Tarka menyeritkan dahinya mendengar ucapan seperti itu. Ia memesan secangkir kopi sembari menunggu teman lainnya datang. Mereka berdua tidak ada yang nembuka percakapan, Tarka jadi bingung sendiri dengan suasana ini.

Ia mengambil kopinya, "tentang Bella?" Lalu meminum kopinya.

Tidak ada sahutan sama sekali. Ini pasti masalah serius batin Tarka mengada-ngada. Bahkan Ia dengan cepat kemari karena perkataan pria dihadapannya yang serius sekali.

"Tarka! Datang ke mall xxx, di cafe xx, yang lain juga datang. Buruan kemari."

"Gue lagi meeting!"

"Gue bakal bunuh lo kalau lo ga dateng, taik."

Tidak lama, beberapa menit kemudian Adit datang dengan anak kecil di gendongannya. Tidak lupa dengan dua orang dibelakangnya yang berlari kemari dengan pakaian rapih yang telah acak-acakan.

"Mati kek lo babi!" Murka Adit setelah sampai dan langsung mempeleng kepala orang dihadapan Tarka, "lo tau ga, gue lagi ngurusin anak setan-maksudnya anak gue tauk. Istri pake acara ngambek segala, dan lo dengan santainya nyuruh gue dateng!"

"Makanya jangan nikah kalau belum mau punya anak," ucap Raka, "Ada apa nih?"

"Tau tuh, gue aja lagi meeting langsung kesini tapi dari tadi ga ngomong apa-apa."

"Lo tau ga! Gue lagi enaena di kantor sama sekertaris gue! Ganggu aja lo, nyet!"

Buaghh, Raka yang berada disamping orang itu langsung memukulnya tanpa basa-basi. Gila nemang. Punya satu teman yang memang dari awal sudah gila itu, mereka berempat masih tidak percaya dengan perkataan yang keluar dari mulutnya tadi.

"Galang diem dulu bentar," ucap Ozzy lalu dia menarik napas dan membuangnya. "Nyokap dia udah meninggal dan tadi dia udah ketemu Bella."

Tarka langsung mempeleng kepala Ozzy dengan kencang, "Kalau ngomong tuh yang jelas, bego!"

"Sinting memang,"

"Temen lo tuh,"

"Idih, ogah."

"Makanya diem dulu taik."

Plakk, kali ini Galang yang mempeleng kepala Ozzy dengan kencang. "Enak banget lo ngatain kita 'taik' lo tuh yang 'taik', banci."

"Dicko kembali! Nyokapnya udah ga ada! Dan dia udah ketemu sama Bella tadi!"

Hanya tiga kalimat yang keluar dari mulut Ozzy membuat mereka berempat bisu seketika. Orang-orang yang sedari tadi memperhatikan mereka, ikut-ikutan diam.

Setelah pikirannya kembali, dan mencerna apa yang Ozzy katakan mereka membelalakan mata mereka.

"APA?! MATI AJA LO SANA!"

Dengan reflek mereka memukuli Ozzy tanpa ampun. Ozzy yang tidak mengerti mengapa Ia dipukulipun hanya diam dan merasakan bogem-bogeman yang datang dari sahabat-sahabatnya itu. Doakan saja Ozzy masih bisa hidup nanti.








#A/N:

Garing? Wkwk :'v

Gua, Aku, dan SayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang