2. Hari Pertama

511 44 5
                                    

Aku tahu Goldenrod sedang dalam masalah. Karena itu, Kyle sampai rela tidak pergi ke asrama karenaku, dia tahu aku satu-satunya yang lemah di antara mereka. Seminggu yang lalu ibu di kirim ke Pondok Wanita di Cecilia, dia akan tinggal di sana sementara keadaan Goldenrod semakin parah setiap harinya. Pasukkan penyihir hitam menyerbu beberapa titik penting di Goldenrod, mereka membakar lahan pertanian hingga menuangkan ramuan beracun ke lautan. Ambisi mereka kali ini lebih besar dari beratus-ratus tahun lalu.

Ayahku seorang Kolonel Penyihir yang sekarang sedang kiat-kiatnya menjaga Hawthrone dari serangan-serangan Hitam, Kyle di percaya bisa membantunya hingga dia pikir gagasan aku yang pergi Akademi Warlock dan berpura-pura terasa lebih masuk akal.

Sudah kubilang aku benci berupara-pura, kepalaku sakit saat memikirkannya. Begitu banyak kejadian yang menimpaku sebelum aku dikirim ke sini, ada banyak hal hingga aku muak mengingat-ngingatnya lagi. Aku kurang yakin Akademi adalah tempat paling aman untuk saat ini dan kenyataan kalau anak-anak penganti generasi memang sangat di lindungi tidak pernah membuatku merasa yakin, rasanya para Tetua seperti menyebarkan omong kosong untuk para orang tua.

Kamar asrama salamander terasa seperti kurunganku yang baru untuk saat ini, bahkan ketika seluruh lampu di matikan secara paksa saat jam menunjuk angka sembilan, aku belum merasa mengantuk. Teman sekamarku yang entah punya mulut atau sekedar pajangan saja sepertinya sudah terlelap, aku tidak mendengar dia mendengkur atau apa, bahkan terbesit pikiran kalau cowok itu selalu keren dalam gaya apapun. Sejauh ini, nafasnya yang lambat-lambat terdengar begitu tenang, seperti tidak ada masalah di benaknya.

Nyaris berpuluh-puluh kali aku menganti posisi tidurku, tapi tidak pernah ada posisi yang benar-benar nyaman. Aku berkeringat saking banyaknya berfikir, selimut tebal yang menyelimutiku mulai terasa tidak nyaman dan malah membuatku kepanasan.

Setelah acara minum teh dan makan malam tadi, aku mulai merasa seluruh murid di sekolah ini memang di didik untuk masa- bodolah-dengan-sekitar. Bahkan mereka tidak terlalu antusias ketika ada bagian pertunjukkan opera sabun setelah acara minum teh yang menampilkan beberapa penampilan bagus, yang terlihat seperti tidak ada sesuatu yang benar-benar nyata di mata mereka.

Saat aku berderap masuk ke asrama, aku melihat cowok itu mengerjakan setumpuk pekerjaan rumah yang banyak. Dia menatapku sekilas sebelum kembali menunduk dan menulis, rambutnya yang pirang berkilat-kilat di bawah sinar lampu, tubuhnya berotot dan terlihat sangat sempurna yang nyaris membuatku membayangkan reaksi sepupuku Molly ketika melihatnya.

"Apakah tidak ada peraturan untuk teman-sekamar-baru?" tanyaku ketika mencomot beberapa kaus Kyle yang besar dari tas.

Cowok itu tidak membalas, aku merasa seperti dia mengatakan: aku sibuk, jangan ganggu yang terpampang jelas di keningnya.

Semalaman itu aku terus berfikir hingga aku lelah dan terlelap dengan gelisah di kasurku.

Esoknya, semua terasa lebih berat.

Bekas air mata kering membasahi pipiku, dan aku teringat semalaman yang panjang dan berhasil kulewati. Rasanya tubuhku enggan bergerak dari kasur, dan aku masih butuh waktu untuk tidur saat cowok yang kemarin keluar dari kamar mandi—kejadian seperti kemarin, hanya saja kali ini aku mulai terbiasa.

"Kupikir kau akan tidur, selamanya." katanya dengan datar.

"Yah, aku lebih tertarik memikirkan kalau kau sebenarnya tidak punya mulut." aku buru-buru menambahkan saat ekspresinya berubah muram. "Dengar, jangan di anggap serius, oke?"

Cowok itu seperti biasa, tidak peduli. Aku bergegas mengambil handuk dari tas besar yang belum kubongkar, mungkin nanti pikirku saat aku mulai kesulitan mengorek-ngorek untuk mencari handuk dari sana. Isi tas itu benar-benar mengerikkan, maksudku, aku memasukkan beberapa kaus besar Kyle secara paksa karena di kejar waktu saat Lorein sudah kesal menunggu di depan pintu. Jadi aku tidak tahu kalau mungkin saja handukku tertinggal, setelah nyaris agak lama aku mengorek, aku menyerah, tidak ada tanda-tanda kalau di sana ada handuk. Sial. Aku menatap cowok itu sekilas dan mendesah, ini akan menjadi hari pertama yang buruk kalau cowok itu tahu identitasku, ya Tuhan.

Warlock AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang