Hey wassup hi guys! SO, probably, akan sedikit pendek dari biasanya karena bab ini di bagi dua. Dan juga karena faktor nge-stuck parah di chap ini, tbh. Dan bab ini belum dapet revisi, jadi mungkin banyak typo disini.
Enjoy it! Vote if you like '-'
---
Kutatap kepergian Ben bersama dengan buku-buku tebal di dekapannya, tubuhnya yang mungil hilang begitu saja dalam waktu yang singkat. Aku berbalik untuk berjalan menuju asramaku.
Kelelahan menyelimutiku, dan aku mendesah panjang, setidaknya semuanya masih terkontrol. Hari pertamaku tidak terlalu buruk, dan jika menatap kedepan, masih ada hari-hari yang mungkin kurang lebih akan sama seperti ini. Kuharap perang melawan pasukan hitam segera berakhir, penyamaran ini terlalu bahaya jika di biarkan terlalu lama.
Wangi mint yang kukenal langsung menyapaku saat pertama kali aku menghirup udara di kamar asrama, sejenak bau itu merilekskan pikiranku dan membebaskan rasa cemas di kepalaku. Aku merayap ke kasur dan menghirup nafas banyak-banyak, lalu membuangnya perlahan. Pikiranku sibuk melayang kemasa depan, dan aku berusaha keras untuk tidak mengingat segela konsekuensi dari penyamaran ini.
Pintu terjerembap terbuka, menampilkan siluet wajah Malyen yang tidak sedang dalam keandaan baik-baik saja, aura gelapnya seolah mencekikku saat dia berjalan dengan tegasnya, menarik sepatunya secara paksa dari kaki lalu melempar benda itu kedinding. Jantung serasa mau copot saat melihat retakkan serius di dinding tepat pada posisi cowok itu melempar sepatunya.
Pandangannya beralih padaku, sejenis tatapan sinis seperti biasanya. Lalu mulutnya terbuka untuk mengatakan sesuatu, "anggap saja semua ini tidak pernah terjadi. Dan tolong, jangan menatapku seperti monster."
Semuanya tampak semakin runyam saat kupikir bercerita sedikit tentang keluargaku kepada Ben adalah pilihan yang bagus untuk mengatasi kerinduan pada ibu, ayah, dan tentunya Kyle sungguhan. Tapi aku tidak mengatakan apa-apa soal Kyle, ada baiknya yang itu disembunyikan.
Makan malam berakhir dan aku menghabiskan malam itu dengan membuat pekerjaan rumahku hingga larut, selama aku terjaga, batinku terus berdebat. Aku lelah memikirkan kegilaan ini, mengapa aku tidak menolak semua ini dari awal saja?
Paginya, semua terasa lebih baik. Aku terlihat lebih bersemangat dan siap menghadapi hari ini, dengan tunik kedodoran dan buku-buku di tangan. Biarkan semuanya berjalan semestinya, tidak ada yang perlu di khawatirkan.
Aku memastikan suaraku setelah meminum ramuan Lorein, dan kali ini cairan kental itu terasa tidak seburuk saat pertama kali aku mencobanya. Tapi setidaknya, aku harus mulai membiasakan diri.
Dengan semangat, aku membuka pintu kamar, lalu suara dingin Malyen terdengar.
"Kau lupa hari ini adalah bagianmu untuk bebersih kamar."
Aku tidak pernah ingat soal itu, "tapi sarapan-"
"Jangan konyol, kau pikir sapu akan melakukan tugasnya sendiri? Lebih baik kau kerjakan sekarang." desisnya tajam dan pergi begitu saja meninggalkanku.
Antusias dan semangatku luntur dalam sekejap.
o0o
"Apa? Aku tidak pernah mengira kau bakal berbagi kamar dengan dia." seru Ben dengan mulut penuhnya.
Bagian tatakramaku mendesis tak suka, "habiskan dulu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Warlock Academy
FantasyCover by : @Alicehaibara Cheryl Heater menggantikan posisi kakaknya yang akan pergi ke Akademi. Dia masuk ke sebuah Akademi Sihir Warlock yang berisi lusinan penyihir laki-laki yang memang Akademi itu khusus anak laki-laki. Cheryl yang seorang perem...