Chapter 3

228 18 0
                                    

Author pov.

"Woi Dit!" terdengar suara Gio dari jauh bergema. Adit memasang wajah misteriusnya.

"Sini Gi!" balas Adit.Tak lama Gio membuka pintu ruangan pengap, bau, dan kotor itu.

"Eh Dit, lu kalo mau bahas soal tanding futsal liat-liat tempat sama waktu dong. Ya kali kita bahasnya di bangunan kosong gini. Banyak nyamuk tau!"

Adit tidak mendengarkan omelan Gio yang tidak berguna. Ia malah memainkan pisau kecil di belakang tubuhnya. "Cerewet lo ah. Sekarang lu duduk," ucap Adit sembari berdiri dan menepuk-nepuk kursi yang baru saja didudukinya. "Gue mau siapin dulu bahan-bahan bahasan kita, tapi lo tutup mata dulu, biar so sweet Gi," ujar Adit sambil menutup mata Gio dengan kain hitam.

"Dihh najis, Dit. Gua masih normal. Lagian, emang ada cuma bahas futsal perlu bahan-bahan?" balas Gio yang diam matanya ditutup sama Adit.

Adit terkekeh pelan. "Emang siapa yang bilang lo gila?" sahut Adit membuat Gio mendengus kesal.

"Let's start," kata Adit setelah berhasil mengikat tubuh Gio di kursi.

"Eh, ini kenapa badan gua diiket juga?" tanya Gio.

"Diem lo!" hardik Adit. Ia mulai melihat-lihat tubuh Gio mencari tempat yang akan menjadi sasaran pertamanya. "Gimana kalo tengkuk duluan? Boleh nih. Gue ukir nama lo ya?" ujar Adit pada dirinya sendiri. Gio yang tidak mengerti apa yang dibicarakan Adit hanya diam. Tapi setelah itu Gio berteriak sangat kencang setelah merasakan sayatan demi sayatan di tengkuknya.

"Adit, lo ngapain gue?!" Gio berusaha menahan rasa sakit yang ada di tengkuknya. Adit masih saja sibuk menyayat tengkuk Gio.

Adit hanya tertawa bahagia mendengar teriakan-teriakan Gio. Ia begitu antusias mengukir nama Gio di tengkuk korbannya itu. Apalagi ketika darah segar mengalir dari luka sayatan, Adit semakin gila kengerian.

Tubuh Gio bergetar hebat karena perih di lehernya begitu menyakitkan. Ia menggeram marah dan berontak mencoba melepaskan diri dari tali yang mengikat tubuhnya. Tapi pergerakannya justru membuat pisau Adit semakin dalam menancap di lehernya. "DIT! LO APA-APAAN SIH?! LEPASIN GUE! PSIKO GILA!" teriak Gio emosi. Ia meringis-ringis kesakitan.

Rasanya, Adit sudah gelap mata. Adit tak peduli sekalipun Gio sudah hampir kehabisan tenaga untuk berontak. Gio tak banyak bergerak lagi. Sepertinya, ia harus pasrah pada apa yang dilakukan Adit. Adit menjauh. Ia menatap tubuh Gio yang terkulai tanpa tenaga. Sinis ... tatapannya sangat sinis pada Gio yang tak mungkin menatapnya balik. Diletakannya pisau ke meja lalu menendang kursi yang diduduki Gio beberapa kali hingga jatuh berdebum.

Laki-laki berusia 17 tahun itu tertawa keras melihat ringisan di bibir Gio. "What a great victim I've ever had!"

Adit mengambil batu-batu dalam tasnya. Batu-batu itu ia ambil di depan gedung. Ia melempar batu itu ke perut Gio. "Lo yang gila!" makinya sambil terus merajam perut Gio dengan batu-batu sesekepalan tangannya. Gio berteriak. Batu-batu yang dilemparkan Adit padanya terasa sangat tajam.

Setelah puas menghujami Gio dengan setumpuk batu, Adit beralih mengambil kabel charger-an yang rusak. "Let's try another trick," ucap Adit. Ia mulai mendekati Gio yang sudah berlumuran darah. Tak disangka-sangka, Adit menggosokkan dan mencambuk luka-luka Gio yang masih mengeluarkan darah dengan cepat memakai kabel charger-an. Sontak Gio kembali berteriak kesakitan karena merasakan panas dan sengatan di luka-lukanya.

"Dit udah, please ...."Gio tak mampu lagi berteriak dan berbicara. Tenaganya terkuras habis demi melakukan perlawanan dan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

"Okay gua juga udah puas. Bye Gio," sahut Adit. Namun bukan Adit namanya kalo belum puas jika korbannya belum mati. Adit memasang masker dan melakban mulut Gio rapat-rapat. Ia menyemprotkan 4 botol baygon ke sekitar Gio. Ia juga menyalakan petasan yang berbau menyengat di sekitar bangku yang diduduki Gio.

Abangku PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang