Part 0: A Body With Almond Scent

10.4K 844 117
                                    

Seolah tengah dirundung nasib buruk, Jakarta yang merupakan kota pusat kembali menghadapi kasus.

Kasus ini pasti akan dicap sebagai kasus pembunuhan biasa seandainya tidak ada sebuah tanda aneh pada korban.

*****

Erick memasang masker berwarna hijau muda di wajahnya. Selain berguna untuk menghindari wartawan yang berkerumun di gerbang depan, juga menyamarkan bau busuk yang menusuk indera penciuman.

"Sudah meninggal sekitar 7 jam yang lalu." ucap salah satu petugas yang menangani bagian forensik.

Erick mengangguk paham. Dengan isyarat tangan, dia menyuruh petugas itu untuk membiarkan dirinya melihat kondisi korban.

Sesosok mayat berjenis kelamin perempuan, terbujur kaku tanpa sehelaipun benang di tubuhnya. Rambut hitam legam lurus dengan panjang sampai ke pinggang.
Mata yang menggunakan lensa kontak dengan pupil berwarna ungu gelap. Kukunya dipotong rapi dan lipstik berwarna merah muda yang masih teroles di bibirnya yang kecil. Gadis ini jelas tidak menyangka jika dia akan mati.

Erick bertanya tanpa menoleh. "Umur?"

"17 tahun, pak Erick." jawab si petugas, cepat.

"Kapan ditemukannya?"

Si petugas melirik jam tangannya, lalu menjawab. "Jam 7 pagi tadi."

Erick melihat jam tangannya, baru pukul setengah delapan pagi. Cepat juga wartawan berdatangan, pikirnya.

"Siapa penemu mayat ini?" tanya Erick seraya berdiri.

Petugas itu menunjuk seorang bapak yang duduk di pos satpam tak jauh dari sana. Bapak itu nampak sudah berumur, terlihat dari rambutnya yang mulai memutih. Sedari tadi dia sibuk mengusap leher dan wajahnya yang penuh keringat dengan kain yang ada di tangannya.

Erick berjalan mendekati bapak itu. Dia ikut duduk di sampingnya lalu mengeluarkan tanda pengenal kepolisiannya.

"Selamat pagi." sapa Erick.

Pada awalnya bapak itu terlihat kaget tapi setelah melihat wajah Erick yang terlihat bersahabat, dia tak terlalu ketakutan lagi.

"Pagi mas." balas si bapak.

"Apa bapak yang bisa ngurus taman disini?" tanya Erick.

Si bapak mengangguk cepat, dia menunjuk celurit yang tergeletak di lantai. "Iya mas, saya memang tukang kebun disini. Ada apa ya mas?"

"Apa bapak penemu pertama mayat itu?" tanya Erick tanpa basa-basi.

Si bapak kembali mengangguk. Kedua tangannya bergetar hebat. "Aduh mas, baru kali ini saya liat mayat. Mukanya serem, sampe sekarang saya masih kebayang ama mukanya." jawabnya, dengan suara pelan.

"Memangnya wajah si mayat kayak gimana?"

Si bapak terdengar agak sewot. "Lah, mas sendiri baru dari sana tadi? Kok nanya ke saya?"

Erick mencoba berkilah. "Iya, saya memang dari sana tadi. Tapi posisi mayat kan sudah agak berubah, nah waktu bapak liat pertama kali wajahnya kayak gimana?"

Si bapak tadi terlihat tenang dan langsung menjawab. "Mulutnya menganga lebar, matanya melotot kayak baru aja liat hantu, terus dari mulutnya kecium bau aneh mas!"

"Bau busuk? Mayat kan memang biasanya baunya kayak gitu."

Si bapak menggeleng kuat. "Bukan mas! Baunya bukan bau busuk atau anyir, tapi kayak bau kacang gitu mas."

Erick mengernyitkan kening. "Bau kacang?"

Si bapak terlihat berpikir keras selama beberapa saat. Seperti mencari sesuatu dalam relung pikirannya. Bibirnya sampai cemberut dan kedua alisnya tertekuk. Bahkan matanya melotot dan melihat kesana-kemari. Beberapa saat kemudian dia berteriak kencang hingga Erick nyaris terjungkal ke belakang.

"Dari tadi saya nyoba ingat mas," jelasnya dengan semangat, "akhirnya saya ingat nama kacang yang tercium dari mulut mayat itu!"

"Kacang apa memangnya pak? Sampai bapak berpikir keras begitu?"

"Itu ... Namanya kacang almond!!" pekik si bapak.

*****

To be continued...

Nah, gimana ceritanya?

Sebenarnya saat ini di draft saya, baru sampai part 3 XD alias masih berlanjut. Jadi saya belum tau pasti kapan bakal update lagi. Kalau baik sih, bisa aja besok. Ada yang mau?

Oke! Saya tunggu vote dan komentar kalian! :)

Salam,
Hunyu/ Hamon / Hamster/ Hendra(?!)

A Black Fox (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang