Part 2: Another Victim

4.3K 448 95
                                    

Ren menyalakan ponselnya yang ditaruh di meja dapur. Sambil minum es kopi favoritnya, dia memainkan ponsel tersebut. Ren masih asik menyerang clan musuh saat sebuah pemberitahuan masuk. Dia membuka pemberitahuan dan mendapati sebuah E-mail dari Erick.

Pemuda itu nyaris menyemburkan es kopi setelah membacanya.

Ren, si rubah hitam kembali muncul. Bisakah kau bicarakan dengan semua anggota? Ini darurat.

-Erick

*****

Budi, Ren, Emily, dan Kirana berkumpul di ruang arsip yang bisa dibilang lebih mirip gudang dengan segala macam benda di dalamnya. Mulai dari map, buku, sampai sekaleng peluru berkarat yang belum dibuang Budi sampai sekarang.

Emily mengambil sebuah map berwarna biru dan menumpuknya dengan map berwarna sama. Keningnya mengernyit begitu melihat lembar demi lembar kertas yang sudah menguning. Ditambah lagi bau apak yang menyesakkan dada, membuat dirinya agak susah bernapas.

Ren mengangkat sebuah map berwarna merah darah. Map itu tipis, tak seperti map lain yang setebal buku ensiklopedia. Budi, Emily, dan Kirana mendekati Ren yang membuka map itu.

"Kenapa mapnya setipis ini?" gumam Ren, dengan kening berkerut dalam.

Budi berdeham. "Maksudmu si rubah hitam kan? Dia penjahat baru yang bahkan belum pernah melakukan kejahatan besar. Map tentang dirinya sangat tipis karena dia baru melakukan satu kejahatan."

"Memangnya kejahatan apa?" tanya Kirana.

"Pembunuhan presiden ke-delapan, Anon Gustiawan."

*****

"Anon ... Apa tadi? Nama yang aneh, menurutku." komentar Emily, sambil mengangkat bahu.

Budi melontarkan kepala ke belakang. Tertawa terbahak-bahak. "Itu bukan nama asli, dia adalah presiden pertama di Indonesia yang menolak menggunakan nama asli." jelasnya.

Ren mendengus. "Presiden yang sekarangpun memakai nama samaran."

"Nama samaran itu apa?" tanya Emily.

Budi baru akan bicara saat Ren memotongnya.
"Maksudnya nama yang dipakai orang itu palsu, bukan nama sebenarnya."

Budi mendengus kesal, membuat Kirana tertawa dan Ren menyeringai senang.

"Memangnya presiden yang sekarang ini presiden ke berapa?" tanya Emily, lagi.

"Yang ke sembilan. Namanya--"

BRAK!

Serentak, semua orang di gudang menoleh ke arah pintu. Roni sudah berdiri di ambangnya dengan wajah pucat dan keringat bercucuran.

"Tak biasanya kau membuka pintu sampai berdebum kencang seperti itu, Roni." tegur Ren, sambil mendekati Roni.

Pemuda itu sudah seputih kertas saat Ren mengambil ponsel yang ditunjukkannya. Saat Ren melihat ponsel tersebut, dia ikut-ikutan memucat. Bahkan kakinya saja sampai bergetar hebat, membuat dirinya harus berpegangan pada pintu.

Budi mendekati kedua temannya yang sudah sama-sama sepucat mayat itu. Mengambil ponsel Roni yang ada di tangan Ren dan melihat ada sebuah e-mail masuk.

E-mail itu berasal dari ayahnya Roni, Erick Siswanto. Yang jadi masalah bukan surat elektronik dari Erick, tapi surat ke dua yang ada di dalam suratnya Erick.

Surat itu diketik langsung oleh pak Presiden.

Yang mengundang mereka untuk datang ke istana negara.

A Black Fox (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang