Frederick

67 7 0
                                    

3 jam? 4 jam? 5 jam? Aku tidak tahu. Pastinya, dia membawaku berjam-jam di mobil ini dan setelah aku menanyakan padanya kemana aku akan dibawa, dia menjawab "Timur. Kita akan pergi ke timur." Aku tidak tahu apa yang terjadi. Andaikan saja tubuhku lebih sedikit bertenaga, ada kemungkinan aku memecahkan kaca mobilnya dengan linggis dan melompat keluar. Tanganku terikat, tubuhku lemah, kepalaku berdenyut, dan ada luka di dadaku, jadi sangat tidak memungkinkan aku untuk melakukannya. Lagipula, disini tidak ada apapun kecuali lahan kosong dan hutan.

Beberapa jam berlalu aku berusaha kembali menanyakan hal yang sama: Kemana kau akan membawaku? Dia tidak mejawab. Sebagai gantinya, dia memberikan namanya padaku, Frederick. Namanya Frederick. Kenangan-kenangan lamaku masuk dengan deras ke benakku bagaikan angin dari selatan yang bertiup ke utara. Aku mengenalnya Aku mengenalnya! Dia temanku saat aku berada di sekolah dasar. Dia dikucilkan di sekolah. Orangtuanya gila dengan konspirasi mengenai akhir dunia yang diciptakan pemerintah. Kuharap ini semua tidak ada hubungannya dengan konspirasi.

Tanganku sekarang kesemutan tanpa henti. Yang bisa kuraba hanyalah kain bajuku dan darah kering yang membekas di perutku--bajuku robek sehingga aku bisa menyentuhnya.

"Maaf aku menangkapmu. Ini demi kebaikan umat manusia," ujarnya dengan pelan.

"Frederick. Aku tahu. Tidak apa-apa. Tapi bisakah kau melepaskanku?" tanyaku pelan.

"TIDAK KAU TIDAK MENGERTI!" bentaknya.

Aku sekarang menangis sejadi-jadinya. Aku sekarang menjadi sangat lemah. Aku takut. Dia gila. Dia mungkin akan membunuhku dan memaksaku menjadi teroris yang meyakini tentang teori konspirasi itu. Aku takut aku takut aku takut.

"Andaikan kau mau mendengarkanku." Suaranya pelan dan seperti terisak-isak--aku tahu dia menangis.

"Tidak apa. Aku mempercayaimu. Aku mau mendengarkan sekarang. Tapi setelah kau bercerita, maukah kau melepaskanku?"

"Kau bahkan berbicara padaku seperti aku adalah psikopat gila."

Aku terdiam. Bukankah itu benar? "Baiklah. Aku tidak akan pergi. Tapi maukah kau bercerita?"

Hening lama yang menggantung dan mencekikku. Harus menunggu beberapa menit lagi baru dia akan berbicara tentang semuanya, setelah menit-menit berlalu dia mulai bercerita, "Pemerintah melakukan proyek 101," ujarnya. "Itu saja."

Aku menaikkan kepalaku dan membenturkannya ke lantai mobil dengan marah. SIAL! pikirku. Air mataku sudah menggantung di ujung mataku dan menungguku untuk berkedip agar bisa meluncur turun. Aku benar dia gila. Konspirasi itu lagi. Tapi kenapa? Pasti ada cara lain. Aku tidak mungkin akan dijadikan sandera atau teroris atau apapun sejenis itu. Aku pasti bisa keluar.

"Tapi masih ada lagi. Dan ini berhubungan dengan Amuboid itu." Lalu tubuhku menegang mendengar kata itu.

Amuboid: Mission 101 (Short)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang